Himitsu (Rahasia) #6

21 2 0
                                    

BLETAK!

"Aduh!" aku mengelus kepalaku. Kak Saichi baru saja menjitakku. Kalau sedang libur kerja seperti hari ini, Kak Saichi memang suka menggangguku.

"Adik Bodoh, apa yang kau sembunyikan dari kami?" tanyanya.

"Kakak apa-apaan, sih? Kenapa tiba-tiba masuk kamar orang? Sebelum masuk, ketuk pintu dulu, dong! Kakak ini tidak tahu sopan santun, ya?" semburku begitu Kak Saichi berdiri di hadapanku. "Dan satu lagi, jangan memanggilku Adik Bodoh!"

"Baiklah, baik. Sekarang cepat katakan, apa yang kau sembunyikan?" suara Kak Saichi berubah menjadi penuh misteri.

Aku berdiri dari kursi yang kududuki. "Kakak ... bicara apa? Aku tidak menyembunyikan apa-apa ..." aku berujar tanpa berani menatap Kak Saichi.

"Benarkah?" Kak Saichi menatapku penuh selidik.

Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba terdengar nada dering handphone-ku.

"Ada telepon," kataku.

Aku meraih handphone di meja. Ternyata telepon dari Youko. Akhirnya Kak Saichi meninggalkan kamarku. Ah ... aku bisa bernapas lega.

"Kaori, kau ke mana saja?" tanya Youko begitu aku menjawab teleponnya. "Susah sekali mengajakmu pergi bersama. Apa kau sedang ada masalah? Kalau kau ada masalah, bilang padaku. Aku pasti berusaha membantu semampuku." Youko berbicara panjang lebar.

Aku diam saja saat dicecar kalimatnya yang seperti laju shinkansen itu. Tapi, aku terharu juga dengan kepedulian temanku itu.

"Aku bekerja seperti biasa. Kalau libur begini, aku di rumah saja. Tidak ada masalah apa-apa. Tadi sebelum kau telepon, aku sedang bermain dengan kakakku," jelasku.

"Kak Saichi? Main apa? Ceritakan padaku ..." harapnya antusias. Youko sudah lama menyukai Kak Saichi, tapi tidak pernah berani menyatakan isi hatinya.

"Bukan hal penting ..." sahutku agak malas meladeni pertanyaannya.

"Kaori ..." rajuknya. "Baiklah, sebenarnya aku mengkhawatirkanmu karena kau tidak datang saat hanami (melihat bunga). Syukurlah kalau kau baik-baik saja."

"Iya, kau tidak usah khawatir. Daijoubu desu (aku baik-baik saja)." kataku menandaskan.

Beberapa waktu Youko terdiam. "Kaori, aku tahu kau menyembunyikan sesuatu, kan?"

"Iie (tidak) ..." elakku.

"Kau tidak pandai berbohong. Katakan, benar, kan?" Youko menuntut keterusteranganku.

"Itu tidak benar," bantahku.

"Katakan padaku, apa itu? Aku tidak akan mengatakannya kepada siapa-siapa." bujuknya.

"Sudah kukatakan, aku tidak menyembunyikan apa-apa." tegasku.

Setelah itu, Youko tidak lagi memaksaku mengatakan rahasiaku karena dia tahu itu percuma saja. Kami lalu membicarakan beberapa hal lagi. Memang kami sangat akrab karena sudah berteman sejak kecil. Walaupun saat ini kami bekerja di tempat yang berbeda, aku menjadi wartawan sebuah majalah remaja sementara Youko meneruskan usaha keluarganya di toko roti, kami masih sering berhubungan. Bisakah temanku itu menerima diriku yang sekarang?

***

HankachiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang