BAB VII

6 3 2
                                    

Waktu kian berlalu, gerombolan awan beriringan ke hulu untuk saling berpisah dengan terang matahari. Angin genit mendesis semakin riangnya, tak disangka waktu petang tiba. Mono yang sedari tadi sibuk memikirkan kekhawatiran pada negerinya kini lebih mengkhawatirkan panorama. Ajakan mono pun di iyakan oleh Tiwi untuk segera pulang. Tiwi yang sedari tadi juga memikirkan bahwa hidup tanpa kedamaian ibarat tubuh tanpa nyawa, tapi diam-diam liriknya mencuri wajah mono dari pandangan. Di benak Tiwi, tidak ada yang perlu di takuti atas hidup di bumi, semua rasa ketakutan akan terjadi apabila banyak kekacauan. Tidak ada yang lebih indah dinikmati selain sore yang jinak dengan hari yang khidmat. Damai akan selalu sentosa sampai anak cucu, tidak ada nelangsa. Biar bagaimanapun Tiwi dan Mono adalah dua hati yang belum menjadi satu cinta, tapi bukan tidak mungkin mereka saling mendamba atas semua karunia. Di belahan bumi negeri yang abadi, cinta menetas seirama, lirih dalam desirnya hidup yang jernih. Tidak perlu ada yang terburu, sebab cinta adalah sebuah ketukan nada. Jika terlalu cepat kita akan merusaknya.

  Lalu mono dan Tiwi berjalan bersama, Mono menggenggam erat tangan Tiwi, melintasi kebun hijau di langit yang jingga kehitaman. Petang menyelimuti langkah mereka. Pada sebuah senja yang bersahabat di negeri damai itu, ada sebuah pertanyaan yang menghinggapi telinga Tiwi, ya pertanyaan itu terucap dari mono, “Nona, apakah kita bisa menghidupkan kembali hewan-hewan yang sudah punah? Sebab ku lihat, disini banyak terdapat hewan yang belum pernah aku temui di negeriku, tapi mereka ramah. Mungkin mereka akan tetap ramah selagi kita saling mengasihi. Bagaimana nona apakah bisa?”

Sontak Tiwi berhenti, memandang mono dan tersenyum. Tapi tak lama melanjutkan jalan kembali, dengan langkah yang lebih kecil dari sebelumnya. Lalu menjawab, “Entahlah tuan. Aku lebih berpikir itu tidak bisa terjadi. Walaupun saat ini memang para peneliti mencoba untuk membangkitkan mereka kembali, tapi itu bukan di hidupkan ya tuan.”

“Bagaimana caranya, nona?” jawab Mono cepat

“Mereka mengekstrak DNA atau materi genetik yang dapat ditemukan dari hewan yang sudah punah tersebut. Sebagai contoh, mammoth yang dapat ditemukan di dataran Siberia dan Alaska.”

“Apa itu DNA nona?”

“DNA yaitu rantai molekul protein yang mewakili informasi genetik makhluk hidup, tuan. Disitu ada Cytosine, Thymine, Adenine, dan Guanine.”

“Wah, rumit sekali ya. Tapi nona, bukankah untuk menemukan DNA pada hewan yang sudah punah itu akan sulit. Misalnya, tadi mammoth. Itu kan hewan yang sudah lama sekali punah. Bagaimana kita bisa menemukan DNA itu? Bagaimana DNA dapat disusun?”

Tiwi kembali menjawab, “DNA bisa ditemukan dari mumi, atau kerangka hewan tersebut, tuan. Dari tubuh hewan itu, bisa dicari melalui bagian tubuhnya, yang berupa darah, rambut, kuku, maupun sumsum tulang. Tapi, memang betul untuk mencari DNA dari hewan yang sudah punah itu memang sulit, terlebih jika mammoth, hewan es yang seperti gajah dan hidup di tempat ekstrim beratus-ratus tahun yang lalu. Karena setelah terpapar cuaca, suhu, bakteri, dan jamur yang setelah sekian lama itu akan membuat DNA rusak. DNA dapat ditemukan dari nuklius yang merupakan inti dari sebuah sel. Kemudian potongan-potongan DNA itu disusun dan menjadi sebuah genom. Genom sendiri yaitu sekumpulan kode yang dapat memprogram sebuah sel menjadi individu dewasa. Dari situlah kita dapat mengetahui ciri-ciri hewan itu baik dari fisik, maupun habitatnya.”

“lalu, cara selanjutnya bagaimana nona sampai binatang tersebut dapat hidup?”

“Begini tuan, setelah mengetahui DNA tersebut, itu bisa digunakan untuk memodifikasi keturunan pada hewan yang masih hidup. Ilmuan mengombinasikan genetik, antara dua spesies lalu disuntikkan ke dalam embrio, dan ditanamkan pada rahim induk hewan yang akan di modifikasi keturunannya. Tentu saja, hal itu harus sama antara hewan yang ingin di hidupkan dengan hewan yang hidup. Proses tersebutlah yang namanya sintesis, tuan. Sehingga kelak dapat dihasilkan keturunan hewan yang sama dengan DNA hewan sebelumnya.”

“Wah begitu ya, ternyata itu pun rumit.” Mono menghela nafas panjang setelah Tiwi memaparkan tentang cara untuk mengembalikan hewan yang telah punah.

“Nona, apakah jika hewan yang telah punah dapat dihidupkan kembali akan memberikan manfaat?”

“Iya tuan, dalam segi pengetahuan tentu akan banyak manfaatnya. Misalnya, kita dapat mengetahui bagaimana cara hewan tersebut dapat hidup pada sebuah lingkungan yang ekstrim.” Mereka melanjutkan kembali perjalanannya dengan berjalan biasa menuju rumah nona Tiwi.
*

       Hari memang berjalan cepat di negeri damai itu, satu hari sama halnya satu tahun di negeri mono. Meski kisah mereka yang tertulis dan tertuang pada cerita ini hanya dalam waktu beberapa hari, tapi itulah kehidupan. Kadangkala kita tidak bisa bercerita semuanya secara berurut, tapi selalu ada kisah yang dapat kita balut. Burung-burung yang tadi bertengger di batang-batang pohon nampaknya sudah kembali menghadap pangkuan alam dan berkumpul bersama keluarga pada tempat yang mereka sembunyikan dari jamah manusia. Di hadapan mereka terbang sepasang merpati yang seolah menandakan cinta. Seekor yang satu merayu untuk di cengkeram namun sama sekali tak pernah Sudi untuk disakiti dan dilukai. Bagi Mono cinta tak pernah sudi memberikan kesetiaannya kepada manusia yang hanya menyeretnya ke ranjang pelaminan yang diselubungi oleh ambisi kejahatan dan ketidaksetiaan. Tapi bagi Tiwi, dirinya adalah satu lembar daun terakhir yang tersisa di ujung ranting pohon. Tapi dalam cinta, bagi mereka yang abadi akan tumbuh disapa perantara yang akan menyatukan dua jiwa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seutas nama di kain meronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang