KE DUA PULUH

3.6K 563 24
                                    

Embun,

Aku sudah terlalu lemas, untuk membuat perlawanan. Pasrah sama semua tindakan Delshad, bawa ke UGD aku ngangguk, opname aku ngangguk, bahkan ditempatkan di kamar VVIP dengan alasan VIP lagi penuh, aku juga ngangguk aja, walau nanti ini bayar excess claim nya bagaimana.

Don't know who to call, aku cuma bisa kirim wa ke mas Rayyan. The positive side about my brother is, kalau dengar kabar kurang enak tentang aku, dia langsung telpon. Ya walau, komunikasi diantara kami, ga se mesra itu, yang saling tanya kabar setiap hari. What can I do? He has, his own priorities now, his wife and future baby.

Mbak Shinta yang straight away mampir RS karena sejalan pulang juga katanya, make sure aku udah di rawat dengan baik.

"who's gonna stay with you bun? Shall I send my house maid here? Si Imah bisa kali nemenin lo" mbak Shinta, despite of all her bitchyness, she has a golden heart actually.

"gausah mbak, I'll be fine, disini kan perawatnya banyak" jawabku, sambil bersandar di tumpukan bantal. Dan si pria disampingku ini yang bolak balik nanya udah enak belum posisinya.

"eh Shad, can you stay? Gue ga comfort liat dia sendirian gini" bak seorang ibu, mbak Shinta seeenak jidat nyuruh Delshad stay di RS nemenin aku. Gila, sontak membelalak ke arah mbak Shinta.

"gausah lo suruh juga gue emang mau stay kok Shin. Mungkin besok pagi – pagi gue ke rumah nya sebentar ambil pakaian dia" lah .. lah.. apa – apaan ini? kenapa semua ambil keputusan tanpa permisi?

"eh gausah mas.. beneran.. mas pulang aja" aku mendadak panik menegakan duduk ku.

"kalau mas ga stay, ada yang jaga kamu?" Delshad menatap sejurus ke arahku, what can I say? Dia udah clearly liat, aku ga ada usaha telpon siapa – siapa. The only person I called was my brother, wich thousands miles away from here.

"Embun... dengerin mas ya.." dia tiba – tiba sudah membungkuk dengan kedua tangannya menumpu di tempat tidur ku ini, menatap ku dengan tegas, wow, baru kali ini lihat mukanya kaya gini.

"ini bukan kondisi main – main, someone has to stay here with you. So, ada yang bisa?" tanyanya lagi, dan aku bagai terhipnotis menggeleng lemah.

"then I'll stay" jawabnya tegas tidak mau dibantah.

****

Delshad,

I wonder where's her family? The only person that she called was her brother, and he's in London. Her mom, has passed away, i know that. But, where's her father?

Shinta sudah harus pulang, karena hari juga sudah semakin malam, dia ada baby dirumah. Aku tadi ke mobil sebentar, untunglah, sebagai lawyer yang gatau kapan bakalan disuruh traveling, aku selalu sedia travel bag berisikan beberapa pasang pakaian ganti lengkap dengan toiletries di bagasi mobil. Jadi lah sekarang aku sudah berganti pakaian dengan polo shirt dan jeans, untung ada sendal jepit juga tadi di bagasi.

My dearest future wife, now laying in bed, has changed her clothes. Nurse helped her, not me.

Shinta berbaik hati, mampir ke megastore dekat sini membeli beberapa pasang pakaian untuk Embun tadi. Dan aku sudah menelpon mbok Mien, mengabari Embun tidak pulang, dan minta supaya disiapkan baju ganti untuk 3 hari kedepan, nanti akan di ambil pakai jasa ojol.

"mas.. ga makan?" aku yang sedang konsentrasi menatap laptop, sontak menoleh pada gadis manis yang saat ini, sedang lemah di atas tempat tidur itu.

"iya nanti aja. Kamu mau sesuatu?" aku meletakan laptop ku di meja, berjalan menghampirinya, dan duduk diatas tempat tidurnya. God, bagaimana bisa dia, disaat seperti ini sendirian begini? What kind of life do you live Embun?

she and her insecurities of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang