KE TIGA PULUH TUJUH

3.2K 506 17
                                    

Embun,

Sudahlah, apapun caranya, yang penting mas Delshad mengutarakan isi hatinya dengan tulus. Aku tahu sebenarnya, sejak perjalanan menuju restaurant dia duduk blingsatan, bolak – balik mengetukan jari – jarinya ke setir mobil, nyanyi gak jelas tapi alis nya berkerut kayak mikir. Ternyata lagi merancang kalimat.

Siapa yang sangka, seorang lawyer hebat macam dia, yang bisa nge draft perjanjian dalam sekedipan mata, ternyata urusan ngelamar perempuan keok juga. Hahaha, belum durhaka kan ngetawain dia sekarang?

Aku memang belum cerita ke mbak Shinta dan Aryo. Aku melihat mbak Shinta yang sibuk dengan catokannya, ritual keramatnya setiap pagi, Aryo sibuk dengan bungkusan nasi uduk nya, nasib bujang lapuk gak ada yang ngurusin, sarapan aja harus ngebungkus.

Eh calon suamiku juga bujang lapuk ding, baru beberapa bulan ini aja kan dia sarapan aku urusin. Maaf ya, Yo.

Aku menggeret kursi kerjaku, dengan tangan kiri, agak sedikit show off, tapi semua lagi sibuk. Kok kesel ya?

Bolak – balik merapihkan rambut dengan tangan kiri, pokoknya aku bertekad hari ini semuanya dikerjakan dengan tangan kiri, walau aku bukan left handed.

Sampai dua lambe turah cabang ATA ini menyadarinya.

Ehm...ehm... aku berdehem berusaha menarik perhatian mereka.

"ehm.. ehm... assalamualaikum gitu loo, kan udah bolak – balik diajarin sama mas Delshad nya supaya belajar salam kalau ketemu orang"

Cerocos Aryo dengan mulut penuh nasi uduk, aku hanya meliriknya bengis.

"assalamualaikum kakak – kakak ku sayang.." aku melemparkan senyuman nyinyir terbaik ku pada mereka dan disambut dengan rolled eye jengah.

"ceria banget neng, habis ngapain hayo semalam sama Delshad, inget, belum HALAL" mbak Shinta yang memang hobby menuding ku dengan catokannya sambil menekankan kata HALAL.

"diiih... suudzon aja, maaf ya, mas Delshad itu gitu – gitu gentleman, gak akan berani macem – macem sebelum sah" tepat ketika mengucap kata sah, aku merapihkan poniku, lagi – lagi dengan tangan kiri, dengan jemari agak dimekarkan sedemikan rupa agar si cincin menonjol. Tapi kayaknya lagi – lagi sia – sia.

"jam 10 meeting ya bun, diruangan CEO, bahas kerjasama yang kemarin" mbak Shinta malah menggulung kabel catokannya dan menyimpannya di laci, lalu sibuk menekuri laptopnya.

Aryo melipat rapih bungkusannya dan berjalan ke pantry untuk mengembalikan piring.

SERIUS INI GAK ADA YANG LIHAT CINCIN DENGAN BERLIAN SEBESAR BATU GANJELAN BAN DI TANJAKAN???

*****

Aku sukses cemberut seharian, mana mas Delshad terbang ke Makassar ada project disana. Jadilah aku sedari tadi belum komunikasi dengan dia, belum menumpahkan kekesalanku karena teman – teman gak ada yang ngeh aku udah dilamar dengan seksama.

Eh tapi yang ada dia bakalan ngakak – ngakak gak karuan, kalau tahu aku berusaha pamer tapi gagal.

Pesan whatsapp terakhirnya adalah berpamitan naik pesawat 'mas boarding dulu ya sayang, Love you'

Duh, habis dilamar, baca mas, sayang, love you, kok rasanya bikin merinding ya? lebay kau Embun.

Kurang lebih 20 menitan lagi, jam pesawatnya landing, aku bisa chat lagi sama dia, lumayan kan sepanjang perjalanan dari bandara sampai di hotel dan meeting. Kalau ditanya, apa aku jadi deg – degan, khawatir, atau sedikit ada rasa curiga dengan mas Delshad yang traveling hours setinggi ini, ya jujur ada sedikit sih.

she and her insecurities of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang