Chapter 11 - After The Rain

11 1 0
                                    

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿
"Hidup ini bagaikan sebuah roda yang berputar, kou harus tetap maju tanpa melihat kebelakang, maka kou akan baik-baik saja"

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

   Empat jam berlalu sejak terakhir kali perawat berlari masuk ke IGD dengan peralatan operasi. Aku duduk dengan cemas dan doa yang tiada akhir, supaya aku dapat melihatmu lagi, supaya kou akan baik-baik saja. Namun ketika menatap kedua tanganku yang bercak darah dengan gemetar, hatiku kembali goyah.

    Aku melihat masa depan tanpa dirimu, sebuah jiwa yang ingin aku sebut sebagai penolongku. Dirimu yang tiada henti untuk membuatku kembali mempercayai orang lain. Dirimu yang melihat sisi baikku tidak peduli seberapa banyak keburukan yang aku miliki.

    Aku bahkan tak dapat menitikkan air mata untuk menunjukkan jika aku putus asa dengan menunggumu. Menatap langit-langit rumah sakit dengan hening.

    Pukul 6 pagi itu, kedua mata lelahku menatap para dokter yg keluar dari ruangan IGD.

"Tolong panggil wali tuan Gavin, saya ingin bicara empat mata tentang kondisinya." aku berdiri dan menghampiri dokter itu.
"Saya walinya. Anda dapat mengatakan appaun pada saya. Ibunya tinggal di sni, namun dia telah meninggal dunia. Saya satu-satunya kerabat dekatnya sekarang."

    Mereka mengaatakn jika operasinya berjalan lancar, namun kou mengalami serangan jantung dan pendarahan yang parah, yang mengakibatkan kecil kemungkinan kou akan bangun. Aku dapat merasakan kaki san tubuku yang tiba-tiba lemas karena sulit menerima kenyataan.

    Saat semua tim medis pergi, seorang perawat datang setengahh berlari menghampiriiku.
"Ketua rumah sakit kami ingin bicara dengan wali tuan Gavin." tanpa meliatnya sebentar saja, aku pergi ke ruangannya

"Tolong jelaskan. Kenapa identitas Kim Gavin tidak ditemukan di data penduduk Indonesia maupun Korea. Apakah dia seorang imigran yang sedang dalam pelarian? Atau ia memiliki catatan criminal dan menggunakan identitas palsu?"
"Sekarang saya tak dapat menjawab pertanyaan anda. Maaf. saya juga...tidak mengenalnya dengan baik."
"Kalau begitu kami terpaksa mengeluarkan Kim Gavin dari rumah sakit ini." ujarnya menatap keluar jendela dengan am kedua tangan di belakang. "Anda akan menyesali perbuatan anda." Ujarku tiba-tiba, ia berbalik dengan ekpresi yang tak mudah untuk dibujuk.

    Jika tetap bungkam, mereka akan dalam bahaya karena mengemurkan Gavin dalam kondisi sekarang. Jadi aku teroaksa menatapnya dengan kenujuran.
"Kim Gavin...dia sebenarnya adalah agen rahasia korea. Ia adalah salah satu militer korea yang dilatih untuk menjadi senjata manusia. Jika anda memperlakukan Gavin seperti ini, anda dan rumah sakit ini akan menyesalinya." Ketua rumah sakit yang bernama pak Nur itu menyipitkan matanya. Kami beradu tatapan sampai seorang asistennya masuk. Dengan napas tak beraturan, dia menatap kami berdua dengan kepanikan.
"Ketua. Ini tentang Kim Gavin..."

    Aku berlari dengan sekuat tenaga menuju ruangannya. Jantungku terpacu dengan kecemasan yang sudah aku takutkan. Aku melihat beberapa suster didepan ruangannya sedang saling berbisik.
"Dimana...pasien yang ada didalam?" ujarku mendekati mereka.
"Itu...." mereka saling bertatapan dengan ragu.
"Tiba-tiba sekelompok militer korea selatan datang...dan membawa tuan Gavin pergi."
"Apa kata anda? Lalu kenapa kalian tak mencegahnya!" aku tak dapat menyembunyikan amaraku pada mereka.
"Maafkan kami..." ujar salah seorang suster sembari menundukkan kepalanya didepanku.
"Para militer itu tak datang seorang diri, namun mereka datang bersama ketua militer denagn pangkat tinggi Korea," aku terkejut bukan main dengan apa yang kudengar.

WORKING: You, Me And CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang