☔Putih Abu-Abu ☔

31 9 0
                                    

Kaulah yang meminta menjadi hujan, setiap tetesmu di puisikan oleh dinginnya angin, di pisahkan jarak gelegarnya petir, namun kau masih terdiam dengan ranting yang patah.

Umbrella

.
.
.
.
.
.

"Amaaiiiiii tunggguuu gue dong. " teriak salah satu gadis dengan rambut panjang sebahu.

"Ada apa si Michel ga usah teriak,"

Ya gadis bernama Amai Hafa gadis imut nan lugu serta berparas cantik rupawan di tambah dengan hijab syar'inya. Michel teman akrab Amai, meskipun berbeda keyakinan, namun mereka masih tetap berteman. Kedua gadis itu menyusuri koridor sekolah. Di depan kelas mereka berdua mendapati seseorang yang berada di depan pintu.

" Eh pantat sapi minggir lu, pagi pagi udah nyepetin mata!!" timpal Michel.

"Apa lo bilang ketek kampret. Alangkah baiknya lo ngaca deh." jawab Santi dengan nada ketus.

"Ya udah si ngapain lu di tengah pitu kaya gitu!? Gue sama Amai mau masuk."

"Tidak segampang itu ferguso. Hari ini Bu Windadari masuk, jangan bilang ke dia bahwa hari ini ada ulangan. Terlebih lu gadis kolot." kata Santi sambil mendorong Amai.

"Lu pagi-pagi udah cari masalah!? Beraninya aja sama yang lemah. Kalau perlu single sama gue. Jangan mentang-mentang lu anak koordinat sekolah ini ya!" timpal Michel.

"Bacot lu. Intinya kalau kalian berdua bilang ke Bu Windadari bahwa hari ini ulangan, siap-siap aja kalian berdua get out dari sekolah ini!!!!" ancam Santi.

Tak habis pikir Santi pun pergi, sementara Michel dan Amai pun duduk di bangku mereka. Beberapa menit berlalu bel sekolah kini berbunyi. Amai yang masih bertanya-tanya mengapa bangku depan kosong? Karena biasanya bangku tersebut di duduki oleh Muhammad Candra yang kerap di sapa Mocan. Mocan merupakan most wanted di SMA BAKTI HUSADA, bukan hanya parasnya yang tampan namun dia menjabat sebagai ketua rohis di SMA tersebut. Meskipun di juluki sosok BadBoy. Namun Mocan berhasil melelehkan hati kaum hawa dengan senyuman andalannya, termasuk Amai.

Pelajaran berlangsun beberapa menit, pintu kelas di ketuk oleh seorang pria. Ya! dialah Mocan.

"Selamat pagi bu, assalamualaikum maaf saya terlambat."

"Pergi ke wc. Bersihkan wc nya." perintah bu Windadari.

Kemudian Mocan pergi ke wc untuk menjalankan hukumannya. Pelajaran berlalu sampai bel istirahat pun berbunyi, begitupun dengan hukuman Mocan yang sudah selesai. Kini Mocan telah duduk di kursi panjang dengan meneguk air dingin serta kaki yang berselonjor. Lalu detik berikutnya Michel mendekatinya. Mereka tetangga dekat, akhirnya mereka pun berbincang.

"Tumben banget kamu telat tuan Mocan, kenapa si!?"

"Gue kesiangan, Chel. "

Namun Michel hanya ber-oh ria saja. Sementara Amai yang masih canggung untuk ambil suara. Tiba-tiba Mocan mulai mengajak ngobrol kepada Amai.

"Mai, kenapa kamu ngga gabung ke rohis aja si? Siswi seperti kamu itu bisa memotivasi siswa-siswi yang lain. Terlebih lagi dengan penghargaan kamu sebagai inspirasi muda. " Mocan mengajaknya bicara. Hati Amai mendesir bagai kupu-kupu yang beterbangan. Amai tak percaya jika Mocan mengajaknya bicara.

"Iya Mai, kenapa si? " timpal Michel.

"Ah engga, aku ngga percaya diri." jawab Amai dengan menunduk.

"Ngga percaya diri? Buktinya saja kamu waktu itu berani mengisi acara seminar di masjid kota dekat alun-alun kota, " timpal Mocan.

"Em, itu kebetulan aja si." jawab Amai sambil memainkan pucuk kerudung segi empatnya itu.

"Serius? Wah hebat kamu," puji Michel.

"Ah biasa aja, kalian ini terlalu berlebihan."

Selanjutnya mereka bertiga hanya tertawa.

Setelah lima belas menit istirahat, semua siswa pun memulai belajarnya kembali. Amai merupakan siswi yang berprestasi. Dari segi penulis muda yang banyak menginspirasi kaum milenial. Setelah lamanya tujuh jam menuntut ilmu di sekolah, kini semua siswa pun berhambur keluar dari sekolah untuk pulang. Seperti hal biasanya Amai selalu menunggu angkutan umum di halte. Kini hari cukup mendung, meskipun belum turun hujan, namun langit mengisyaratkan kegelapannya.

Kini tetes demi tetes air hujan mulai turun membasahi bumi. Amai pun bergegas memakai cardigan andalannya, sembari membuka payungnya itu. Sembari menunggu angkot yang datang, Amai pun melantunkan sholawat. Lima menit kini angkot datang, dengan segera dia menaikinya. Dia sangat rindu kepada neneknya. Dia hidup bersama neneknya ketika usia lima tahun. Karena kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Bagi Amai neneknya adalah madrasah sekaligus dunianya.

Ketika sampai di rumah Amai pun memberi salam kepada neneknya. Lalu dia memeluk neneknya. Setelah Amai selesai membersihkan diri, mereka putuskan untuk bersama.

"Mai, besok kan hari jumat? Kamu bisa ngga mengisi seminar acara masjid. Ibu hajjah Maemunah memintanya agar kamu menjadi pengisinya." kata Ainun yang merupakan nenek dari Amai.

"Insya allah nek, Amai akan usahain." jawab Amai dengan senyuman.

Ainun sangat bangga kepada cucunya. Selain berbakat dia juga sangan santun terhadap yang lebih tua. Ainun memanglah janda kesepian, namun sejak kehadiran Amai dia rasa hidupnya kembali berwarna. Matahari kini mulai bergeser ke arah barat, di mana adzan maghrib menyeru. Amai pun pergi ke masjid bersama neneknya itu.

Setelah melaksanakan sholat jumat, Amai melihat pria yang pernah ia temui ketika hujan turun. Begitu samar-samar akhirnya pria itu melalui Amai. Namun ketika pria tersebut melihat amai, langkahnya terhenti.

"Hai, assalamualaikum." sapanya kepada Amai.

"Wa alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, hai juga abang payung," jawab Amai ragu.

"Ko abang payung? "

"Ya kan abang yang pas itu nebeng payung saya. "

"Ohiya terimakasih ya atas bantuan kamu."

"Iya  bang sama-sama."

Ketika mereka sedang berbicara, tiba-tiba Ainun datang.

"Hayuk, kita pulang? "

"Ayo nek,"

Ketika hendak menggandeng tangan cucunya Ainun mendongak melihat pria jangkung di sisi cucunya.  Pria itu pun menyalami Ainun serta mengucapkan salam.

"Lah kamu kan Zavier anaknya hajjah Maemunah kan? "

"Nggih leres bu (iya bener bu)." jawab Zavier sambil tersenyum.

Amai sempat melirik semyum Zavier. Wajah yang teduh serta maya yang sendu di tambah dengan alis tebal yang tak lupa dengan hidung mancungnya. Amai sempat terpesona dengan pemadangan di depannya.  Namun dia sadar usianya baru menginjak tujuh belas taun mana mungkin menyukai orang yang usianya nyaris dua puluh lima tahu.

"Mari kami duluan nak Zavier, sudah makin malam." pamit nenek.

Kemudian di angguki oleh Zavier.

☔☔☔

Cek cek...

Amai udah ketemu abang payung gaes 🤗😁

Mohon maaf ya aku pandai merangkai kata kata, jadi abstrak 😂 ada yang ga nyambung juga kata katanya haha.

Next untuk cara tanggapan kalian bagaimana?  Bagi aku si buat tanggapan kalian cukup vote, coment, follow juga akun ini 😂

Sekian,

Terimakasih,

Salam,

Asifah 🍓

UMBRELLA☔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang