BAGIAN-8

22 7 7
                                    

Pagi menyambut ku, sinar nya menembus jendela kamar ku. Mata ku mengerjap, silau cahaya membuat mataku mengedip perih. Aku mengubah posisi tidur ku menjadi duduk menatap sekitar ku, aku tertidur di lantai. Sebelum nya aku sama sekali tidak mengingat apapun, terakhir kakak memeluk ku, dan saat itu aku pingsan ssecara tiba tiba.

Aku menyentuh kepala ku yang tiba tiba berdenyut lalu meringis saat merasakan perih di tangan kiri ku, aku mematung sebentar, tangan kiri ku ada sebuah garis lurus dengan darah kering di sana, aku meringis sesekali, menahan sakit. Lalu aku berusaha berdiri, memengang pinggiran kasur erat. Saat itu sebuah kertas jatuh dari tubuh ku mendarat pas di kaki ku. Aku merunduk lalu mengambil nya, sebuah gambar love dengan tinta darah, ini darah ku yang sudah kering, warna nya sudah gelap.

Aku meremas kertas itu, membuang kertas itu, benda menjijikan walau darah ku sendiri. Aku berdiri tegak, terus berjalan menuju kamar mandi.

<□>□<□>

Aku membuka pintu kamar ku pelan, ruangan masih gelap, belum ada yang terjaga. Aku keluar dengan langkah hati hati. White, kucing putih milik kakak ku, kucing itu lebih suka bermain dengan ku di banding majikan nya, dan kucing itu selalu menjadi teman ku.

Dia mengeong 2 kali, mata nya yang besar berbinar, begitu lucu nya dia. Aku mengelus surai nya lalu melangkah turun kebawah.

Begitu sampai langkah ku langsung bertuju ke arah dapur, aku membuka lemari pendingin, mencari bahan masakan yang akan aku buatkan. Aku menggaruk pelepis ku yang tidak gatal, kulkas hanya tersisa bahan masakan yang sudah lama. Aku berdiri dan mengambil jaket ke kamar ku lalu mengambil uang di dalam dompet.

Aku turun dari atas, membuka pintu utama lalu mengambil sepeda ontel yang terparkir rapi di samping garasi, itu sepeda milik ku, tidak di izinkan untuk masuk kedalam garasi. Aku naik ke atas sepeda lalu menyari posisi yang nyaman, aku mengayuh sepeda keluar dari perkarangan.

Jalan masih sunyi, tidak terlalu banyak kendaraan yang mengusi jalan sepagi ini. Akubmengayuh sepedaku penuh semangat menuju pasar, bahan baku yang akan aku beli sudah aku catat di kepala ku. Itu sudah menjadi kebiasaan bagi ku, setiap bahan baku habis, aku pergi tanpa sepengatahuan mereka.

Laju sepeda ku melambat, aku sudah tiba di psar tradisional besar di kota ku. Aku memarkirkan sepeda ontel di tempat nya lalu masuk ke dalam pasar yang amat ramai ini.

Aroma pasar tercium, para pelanggan sibuk menawar, satu dua yang terlihat lengang, lebih banyak yang ramai. Aku tersenyum kepada ibuk ibuk yang selalu menjadi tempat ku berbelanja, di memiliki penyakit yang mengharuskan kaki nya lumpuh, dia wanita tua yang kuat pernah aku tau, usia nya pun sudah tidak bisa di bilang kuat. Di menyapa ku ramah.

"Selamat pagi neng zira mau beli apa?" Sapa nya ramah kepada ku, aku membalas sapa nya sopan, tersenyum ramah kepada si mdok.

"Mdok, zira mau sayur bayam, ada gak mbok?" Tanya ku memilih sayur brokoli dan wartel.

"Ini neng, gimana tahun ajaran baru nya?" Dia bertanya tentang sekolah yang sebenarnya enggan aku bahas, tapi itu sebagai basa basi nya, tidak sopan tidak menjawab pertanyaan orang tua bukan?

"Baik mbok" ujar ku tersenyum kikuk.

"Mbok udah makan?" Tanya ku saat ingin mengambil uang.

Dia tersenyum tipis kepada ku lalu menjawab "sudah kok neng, si neng gak usah pikirin mbok!"

Aku memasang wajah jemberutku, nampak dari wajah dan bibir nya. Di belum makan sama sekali, apa lagi minum. Aku berdiri sebentar lalu berpamit sementara kepada si mbok.

Aku pergi ke salah satu warung pecel di sana, aku memesan sebungkus nasi dengan lauk ayam dan es teh manis untuk minuman nya. Setelah pesanan ku datang, aku membawa nasi itu ketempat si mbok, dia terlihat tidak enak kepada ku.

lost hopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang