More Than Friend

379 17 0
                                    

⚠⚠This scene mention blood and other words that can make you uncomfortable⚠⚠

Wooseok masih mengeratkan pelukannya pada Jinhyuk. Wooseok rasanya tak ingin melepasnya, terselip perasaan takut jika ia melepas pelukan itu. Takut dirinya tak bisa lagi memeluk tubuh yang lebih tinggi dari pada tingginya itu. Takut sahabat sejak kecilnya itu tenggelam pada kesibukannya atau menemukan orang-orang baru dan kemudian melupakannya. Takut dirinya tak bisa lagi bercerita sepuasnya, bersenda gurau, bicara tak tentu arah sampai berjam-jam, atau sekedar menemani walau tak ada kata yang keluar dari keduanya.

Jinhyuk tak jauh berbeda, dirinya pun berat melepas pelukannya pada Wooseok. Baginya, mungkin bisa jadi ini pelukan terakhir. Pelukan sebuah perpisahan. Benar-benar perpisahan karena bisa saja saat dirinya kembali nanti, Wooseok sudah bahagia dengan kekasihnya. Memiliki keluarga kecil yang selalu Wooseok dambakan. Jinhyuk tentu saja tak akan lupa betapa semangatnya Wooseok setiap menceritakan tentang mimpi bagaimana saat ia akan berkeluarga nanti.

Bodoh! Ini keputusanmu Lee Jinhyuk. Bukankah dirimu yang sengaja mengambil langkah ini agar bisa melupakan perasaanmu pada Wooseok? Bukankah dirimu yang memilih pergi agar bisa berhenti berharap hubunganmu dengan Wooseok bisa lebih dari hubungan persahabatan? Lalu, mengapa sekarang dirimu berat meninggalkannya?

Jinhyuk menatap ke atas, menahan tangis. Sementara air mata Wooseok sudah membasahi baju milik Jinhyuk.

"Seok, gue pergi untuk lanjut belajar bukan pergi untuk selama-lamanya. Gue gabisa napas ini kalau lo meluknya seerat ini," ujar Jinhyuk.

Wooseok melepas pelukan sambil mendorong tubuh Jinhyuk. Matanya dan hidungnya memerah karena menangis, bibirnya sedikit mengerucut, kesal mendengar ucapan sahabatnya, "Pergi sana, pergi! Dasar ngeselin!"

Jinhyuk terkekeh, mengacak rambut Wooseok dan menunduk sedikit menatap lembut wajah Wooseok, "Seok, lo mau press conference. Gak lucu kalau muka lo begini. Jangan nangis, makin berat gue perginya kalau lo nangis gini."

Wooseok hanya diam.

Jinhyuk melanjutkan ucapannya, "Gue pergi ya. Mungkin gue bakal sedikit sibuk dengan tugas-tugas gue nanti. Tapi, kalau lo butuh tempat cerita gue selalu siap dengerin seperti biasanya. Lo gak usah khawatir, oke?"

"Iya. Tapi kalau mendadak gue mau makan ceker, siapa yang bakal nemenin lagi? Atau kalau gue sekedar pengen rebahan di taman ngeliat langit? Duduk di ayunan? Lagipula, kenapa sih lo harus jauh-jauh lanjut kuliah di Inggris sana? Perguruan tinggi di sini juga banyak yang bagus," protes Wooseok.

Jinhyuk hanya mengulas senyum.

"Inget ya, gue masih belum maafin lo karena baru ngasih tau gue seminggu yang lalu dan bikin gue gak bisa ngabisin waktu sama lo sebelum lo berangkat karena bentrok sama jadwal gue yang udah gak bisa dirubah," tutur Wooseok.

"Ada manajer lo, ada Kogi juga pacar lo, temen-temen kita, banyak Seok yang bisa nemenin lo. Gue minta maaf sekali lagi karena baru bilang seminggu yang lalu ke lo," Jinhyuk tersenyum dengan lembut menatap Wooseok yang masih cemberut sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Tetep aja beda kalau ditemenin mereka," jawab Wooseok tanpa menatap netra milik Jinhyuk.

"Apa bedanya? Sama-sama ditemenin 'kan?" ujar Jinhyuk.

"Tau ah, udah mau berangkat masih aja ngeselin," gerutu Wooseok.

Jinhyuk hanya terkekeh melihat tingkah sahabatnya itu.

"Yaudah, gue pamit ya Seok. Kasian sopir taksinya udah nungguin daritadi, orang tua gue juga bisa ngomel-ngomel kalau sampai sejam lagi gue belum nongol di airport," pamit Jinhyuk.

More Than FriendWhere stories live. Discover now