13

3.4K 346 32
                                    




"Tell me, would you be mine again?"

Sekali lagi, Hinata menatap Naruto yang bersimpuh di kakinya. "Naruto, ini semua tidak benar."

Harapan yang sebelumnya Naruto gantung begitu tinggi seketika runtuh. Hinata kembali menolaknya, setelah semua yang mereka lakukan semalam nyatanya Hinata tetap bergeming dalam keputusannya untuk membuang Naruto jauh-jauh dari hidupnya. Dan pria itu untuk pertama kalinya paham mengenai patah hati.

"Hinata-

Nada suara yang menyiratkan keputusasaaan itu sama sekali tidak membuat Hinata luluh. Ia mengangkat sebelah tangan kanannya, meminta Naruto berhenti berbicara. Hinata muak, muak dengan semua yang pria ini lakukan padanya.

"Cukup! Semua ini tidaklah benar, kau tidak seharusnya kembali dan bersikap seakan kau tidak melakukan apapun di masa lalu."

Berikutnya, Hinata mengusap dengan kasar air mata yang mulai turun dari pelupuk matanya. Tidak, dia tidak akan menangis. Semua air matanya sudah habis di masa lalu, dia tidak akan menangis lagi hari ini. Hinata yang hari ini ada di hadapan Naruto, bukan lagi Hinata yang dulu dengan mudahnya dipermainkan.

"Hinata."

"Tidak Naruto, tidak lagi." Hinata menolak dengan tegas. Persetan dengan isi hatinya yang meronta-ronta menginginkan Naruto, Hinata bukan lagi gadis tujuh belas tahun yang haus cinta, dia seorang wanita yang telah menelan banyaknya pil pahit kehidupan. Jika Naruto tetap memaksa, Hinata dengan keras kepala akan menolak.

"Kau tidak bisa membohongi dirimu sendiri, kenyataan bahwa kau mencintaiku adalah fakta yang harus kau akui."

Senyuman itu merekah, Hinata mengeratkan kembali genggamannya pada selimut yang membungkus tubuh telanjangnya. "Aku mengakuinya, aku mencintaimu dan itulah faktanya," Wanita itu berdiri, bangkit dari ranjang dan membiarkan Naruto mendongakan kepala untuk menatapnya. "Seorang Hyuga Hinata mencintai Namikaze Naruto bukanlah sebuah kebohongan, sayangnya aku sudah cukup bijak untuk tidak membiarkan diriku jatuh pada kesalahan yang sama."

Hinata melangkah setelah sebelumnya memunguti pakaiannya yang bertebaran di lantai. Saat dirinya hendak masuk ke dalam toilet, Naruto mendekat, pria itu masih berusaha untuk terus meyakini Hinata.

"Berhenti disana, jangan berani mendekat atau aku akan berteriak." Suara Hinata begitu dingin, ekspresinya datar seakan meyakinkan Naruto bahwa Hinata berada dalam batas maksimalnya.

Helaan napas frustasi terdengar, Naruto benar-benar menghentikan langkahnya, ia memandangi Hinata penuh harap. "Aku mencintaimu, percayalah."

"Akan lebih baik jika kau mengatakannya dulu."

Rasa rindu, kecewa, dan kemarahan itu berpusat pada inti hati seorang Namikaze Naruto, pria itu mengepalkan tangannya dan memaki dirinya sendiri kala tidak bisa berbuat apapun saat menyadari Hinata menolaknya. "Sialan, kau brengsek!" Pria itu memaki, dan tanpa sadar meninju cermin yang ada di kamarnya, menatapi pria bersurai pirang yang ada di cermin membuatnya begitu marah.

Ya, Naruto begitu marah dengan dirinya sendiri.

........

Dua jam telah berlalu, Hinata tiba di rumahnya dengan perasaan begitu berkecamuk. Ia belum membersihkan dirinya sama sekali setelah bercinta dengan Naruto, gaun yang semalam ia gunakan di pesta Sasori bahkan masih melekat pada tubuh mungilnya. Hinata kalut, mengapa belakangan ini banyak sekali memori masa lalu yang menguap begitu saja? Seakan memaksa dirinya untuk mengingat kembali kebodohannya di masa lalu.

Andai saja, andai saja ia tidak sebodoh itu.

Atau, andai saja sikap yang Naruto tunjukan hari ini terjadi di masa lalu.

Naruto masa lalu yang begitu ia ingin lupakan.

Dan Sasori-

Hinata tidak tau bagaimana awal mula dia dan Sasori dapat terlibat sebuah hubungan yang cukup serius macam pertunangan. Di masa awal dia mengenal Sasori, Hinata hanyalah seorang wanita yang mengalami guncangan mental hebat, Hinata kehilangan kontrol akan dirinya sendiri akibat banyaknya hal-hal pahit yang terjadi pada dirinya secara berturut-turut.

Di masa itu, Hinata berada dalam perawatan dr. Haruno Sakura yang merupakan sepupu dari Sasori perkenalan singkat yang Sakura lakukan pada dirinya dan Sasori membuat Hinata dan pria bersurai merah itu terlibat hubungan lebih dalam sampai berakhiran seperti ini.

Hembusan napas lelah sekali lagi berhembus. Hinata sudah tidak tau apa lagi yang harus ia lakukan sekarang, ia berada dalam sebuah persimpangan yang begitu abu-abu. Sasori dan Naruto, keduanya bukan pilihan yang baik dan Hinata sama sekali belum berminat membuka hati lebih dalam untuk kedua pria itu. Kendati Naruto adalah pria yang paling ia cinta, Hinata belum siap untuk merangkai romansa sekali lagi dengan pria itu.

"Hinata...."

Wanita itu menoleh, dan mendapati Sasori ada di belakangnya dengan pandangan cemas yang entah mengapa bagi Hinata terlihat memuakkan.

"Kau kemana saja? Demi tuhan aku mengkhawatirkan mu, mengapa kau tidak mengabari jika ingin pulang? dan mengapa ponselmu tidak aktif?"

Pertanyaan beruntut Sasori makin membua kepala Hinata pening, wanita itu kembali bersandar pada sofa yang ada di ruang tamu rumahnya, dia sama sekali tidak memiliki minat untuk menjawab pertanyaan Sasori.

"Hinata jawab aku," Sasori kembali bersuara. Pria itu bersitatap dengan mata kelabu Hinata yang begitu dingin, membuat dirinya bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi pada tunangannya itu. "Apa aku membuat sebuah kesalahan?"

Hinata mendecak, dia sungguh muak mendengar semua yang Sasori ucapkan. Naruto dan Sasori sama saja, keduanya hanya bajingan yang dengan seenaknya mempermainkan hidup Hinata. Sekarang tidak lagi, sudah cukup. Mata kelabu Hinata menatap Sasori dengan datar, tidak ada amarah disana.

"Siapa Deidara?"

Mendengar pertanyaan yang Hinata utarakan membuat dunia seorang pengacara ternama seperti Sasori hancur seketika.

TBC

4 Years [PDF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang