______
"Assalamualaikum mang kaya biasa 1,"
"Siap neng."
Fanny melihat keadaan sekeliling komplek yang masih sepi hanya ada segelintir orang yang tengah berolah raga. Wajar saja jam masih menujukan angka tujuh masih terlalu pagi untuk hari libur seperti sekarang.
"Eh fanny, habis beli sarapan ya." Sapa salah satu Ibu-ibu yang paling ia kenali, namanya Ibu Widia, tetangga yang rumahnya bersebelahan dengan kost nya,juga pemilik warung grosiran.
"Eh iya ma hhe." Emang sedekat itu, hingga ia memanggilnya dengan sebutan mama.
Awalnya memang ia iseng memanggilnya Mama tapi kata Bu Widia ia juga sangat senang kalo Fanny manggil ia mama toh ia memang tak punya anak perempuan.
Rupanya Ibu Widia habis belanja dari penjual sayur gerobak keliling, dilihat dari kresek berisi sayuran yang di tentengnya.
Ketika pesanannya selesai, mereka lantas berjalan beriringan dengan Fanny yang menenteng bubur ayam yang baru dibelinya.
"Eh nanti main ya sore kerumah mama, mama mau ngenalin kamu sama anak mama yang baru pulang dari bandung."
"Ah yang mama sering ceritain itu. Tumben pulang, emang ngapain?" Widia memang sering bercerita tentang anak laki-lakinya yang berkuliah di bandung, umurnya satu tahun di atasnya.
"Anak mama pulang ditanya ngapain ya kan emang ini rumahnya." Widia menjawab seraya terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
"Ehhe nggak, maksudnya emng gak kuliah? Kan kata mama masih kuliah,"
"Nggak, kan udah lulus sekarang aja tinggal nunggu di wisuda, sidangnya juga udah kok,"
"Eh sekalian makan malem dirumah mama, kan sorenya bantu mama masak." Tambah Widia.
"Oh gitu ya, eh tapi gak ngerepotin nih kan fanny keseringan makan dirumah mama." Fanny kadang memang merasa tak enak akan kebaikan tetangganya ini.
"Kamu kaya sama siapa aja, udah tenang aja,"
"Yaudah kalo mama maksa kan fanny jadi gak enak, eh ke'enakkan juga si hhe." Widia tertawa mendengar celotehan tentangganya. Ini yang ia suka dari Gadis perantau ini, ia tak sungkan bebicara tapi juga tak seenaknya dalam bersikap.
"Kamu sekarang kuliah kan?"
"Iya ma."
"Yaudah nanti jangan lupa ya mama duluan."
Fanny mengangguk mempersilahkan.
****
"Maa, ini gulanya sedikit aja kan?" Fanny bertanya ketika hendak memasukan gula pada masakannya.
Seperti yang di janjikan sebelumnya, sekarang mereka sedang berkutat di dapur, sedang masak masakan yang disukai anaknya.
"Iya, kan nanti ditambah kecap."
Saat sedang sibuk berkutat dengan bumbu dapur, terdengar ucapan salam dari pintu depan dari depan, sontak keduanya berbalik melihat siapa yang baru saja masuk.
"Eh sayang udah pulang." Widia penyapa sambil menyodorkan tangan.
Setelah mencium tangan mamanya pria itu menjawab "Belum ma, masih dijalan."
"Aish kamu ini,"
"Ya mama nanya yang gak perlu dijawab." Terang Aldrich.
"Ya kan mama cuma nanya, lagian itu juga sebagai formalitas aja si."
Aldrich mendengus mendengar tuturan sang Ibu.
Sedangkan gadis yang sedang memotong jenis-jenis bawang memilih untuk pura-pura tak memperhatikan. Meskipun ia mendengar tapi ia memilih menunduk dan fokus pada potongan bawangnya.
Aldrich pamit untuk ke kamarnya, ia sempat melihat gadis berjilbab hitam yang sedang memotong bawang itu sekilas sebelum akhirnya ia memilih untuk benar-benar pergi.
****
Setelah salat magrib mereka berkumpul untuk makan. Tadi waktu adzan Fanny sempet pamit ke kos untuk ganti baju.
Dan disinilah mereka sekarang di meja makan yang hanya diisi dengan suara dentingan sendok.
Dari tadi mata Fanny bener-bener nakal ia sesekali mencuri-curi pandang pria yang ada di depannya walaupun dengan mimik muka yang datar terkesan cuek.
Ia tak menyangka anak dari tetangga yang sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri itu ialah pria yang ia temui di supermarket.
Fanny sejujurnya merasa agak kikuk berada ditengah-tengah keluarga ini. Walaupun memang ia cukup sering main kesini Karna kebetulan ia memang sering diminta bantuan menjaga warung. Walaupun juga sering makan dirumah ini tapi tapi bukan dalam bentuk seperti ini. Ini apa ya bilangnya, Fanny merasa makan malam ini terkesan serius. Ia kan biasanya makan bersama Ibu Widia di depan televisi lesehan sambil ngobrol.
Jadi wajar ketika format makan malam di meja dengan keluarga lengkap ini membuatnya sungkan.
******
To be continued~~~
Follow instagramnya juga ya linknya di bio:)
KAMU SEDANG MEMBACA
PLANO (REVISI)
General FictionTAHAP REVISI Fanny tak pernah mengharapkan jodoh dengan fisik sempurna, walaupun ingin. Ia lebih mengutamakan sikap dan sifat yang baik. Ia juga tak pernah membayangkan arah jodohnya datang dari mana, orangtuanya bukan seseorang yang gemar menjodohk...