10. Patah Hati

43 7 0
                                    

Chapter 10.
Patah Hati

***

Seorang laki-laki sedang berjalan disekitar taman. Dia perlu menenangkan pikiran dan juga mood-nya hari ini. Setelah pergi menghilanh tanpa kabar, Rasya memutuskan untuk ke taman. Menyendiri, semua ini pastilah ada hubungannya dengan Salma. Perempuan yang membuatnya bingung setelah bertemu di kafe beberapa hari yang lalu.

"Hah! Menyebalkan!" Rasya menendang kaleng kosong bekas minuman yang dia lihat di depannya.

"Aww!" Rasya terkejut melihat kaleng kosong yang ditendangnya tadi mengenai kepala seorang perempuan berjilbab toska yang sedang duduk di bangku taman tepat dihadapannya.

Merasa bersalah, Rasya menghampiri perempuan tadi untuk meminta maaf.

"Maaf Mbak, saya tidak sengaja."

"Mas, jangan nendang sembarangan dong!" Perempuan tersebut membalikan badan untuk melihat siapa yang telah melemparnya dengan kaleng kosong.

"Fina? kamu Fina, kan?" Merasa namanya diketahui oleh laki-laki di depannya, Fina mengurungkan niat untuk mengomeli laki-laki ini.

Melihat wajah kebingungan Fina, Rasya mengerti mungkin Fina lupa dengannya.

"Kamu tidak mengenali aku?" tanya Rasya sambil menggeleng-geleng.

Fina hanya menggeleng pelan pertanda dia masih tidak ingat. Kemudian Rasya menghela napas. Ini sedikit menyebalkan. Untuk pertama kalinya ada orang yang melupakan wajahnya.

"Rasya. Aku Rasya?" ungkap Rasya. Fina masih terlihat berpikir untuk mengingat siapa laki-laki di depannya.

"Aku kakak dari sahabatmu. Reyhan," ucap Rasya dengan nada yang mulai kesal.

"Oh! Dokter Rasya?" jawab Fina.
Baru ingat bahwa laki-laki di depannya adalah kakak dari sahabatnya sendiri.

"Akhirnya kamu ingat. Boleh duduk?" tanya Rasya.

Fina hanya menganggukkan kepalanya pertanda setuju. Rasya duduk  diujung bangku, ada  jarak yang cukup jauh diantara mereka. Hening sesaat diantara mereka. Dan Rasya tidak menyukai keheningan saat ada orang lain disampingnya.

"Patah hati?" tanya Rasya.

Fina yang tiba-tiba terhenyak mendengar Rasya bertanya seperti itu langsung menoleh ke arah laki-laki itu dengan tampang yang terkejut.

"Hello?!" ucap Rasya yang melihat ekspresi muka Fina.

Fina seketika mengalihkan pandangannya dari Rasya. Fina malu, bingung dan kaget dari mana Rasya tahu bahwa dia sedang patah hati? Apakah terlihat jelas?

Rasya yang semakin yakin tebakannya benar semakin penasaran, patah hati seperti apa yang sahabat adiknya ini alami?

"Ingin berbagi?" tawar Rasya.

Fina sekali lagi menoleh kepada Rasya, kemudian mengalihkan pandangannya lagi.

Rasya mengerti, mungkin bagi Fina dia hanya orang asing aneh yang tiba-tiba menawarkan dirinya untuk jadi tempat curhat. Walaupun Fina tahu bahwa Rasya adalah kakak dari sahabatnya, tapi ini pertama kalinya mereka berinteraksi lebih dekat. Namun bukan Rasya namanya jika dia tidak mampu membuat Fina bercerita.

"Ingin membuat kesepakatan?" tawar Rasya lagi.

Tingkat kekepoan Rasya sedang dalam mode on.

”Apa?? tanya Fina dengan menatap heran ke arah Rasya.

"Akhirnya kamu bersuara juga.  Aku tidak suka keheningan jika ada seseorang didekatku, apalagi dia seorang perempuan. Dan melihatmu hanya diam membuatku sangat penasaran. Jadi, bagaimana jika kamu menceritakan keluh kesahmu itu dan sebagai balasannya kamu bisa menanyakan apapun tentang aku dan aku akan jawab dengan jujur. Semisal alasan kenapa aku menendang kaleng kosong tadi?" Rasya menjelaskan panjang lebar, berharap Fina akan tertarik untuk menerima tawaran konyol Rasya.

"Aku tidak ingin tahu urusan orang lain," jawab Fina.

Sekalinya berbicara Fina membuat Rasya tersindir. Kenapa begitu susah membuat perempuan ini bercerita, itulah yang ada dipikiran Rasya saat ini.

Melihat Fina kembali terdiam membuat Rasya sangat kesal. Entah karena dia tidak suka keheningan atau karena Rasya ingin tahu alasan dibalik patah hati Fina.

"Kamu tahu? Orang jatuh cinta dan patah hati dengan cara yang berbeda. Ada yang beruntung mendapatkan cinta. Ada yang tidak beruntung tidak bisa melupakan cintanya." Mendengar Rasya bicara membuat Fina menoleh.

"Tapi bukan itu yang terpenting. Mau kamu mendapatkan cintamu atau tidak, cukup pastikan cinta yang kamu miliki tetap menjadi cinta. Bukan berubah menjadi hawa nafsu,dendam apalagi obsesi," lanjut Rasya.

Dan Fina mulai tertarik. "Karena jika cintamu berubah menjadi salah satunya. Maka bisa kupastikan kamu tidak akan bahagia." Rasya tersenyum entah karena dia bangga akan kata-kata puitisnya atau karena kisah cinta mirisnya.

Namun Fina lebih fokus mencerna setiap kata-kata yang keluar dari mulut Rasya. Tidak buruk juga mendengar nasihat yang tidak pernah diminta dari orang yang baru pertama mengobrol dengannya.

"Baiklah. Jika kamu tidak mau bicara juga. Aku akan pergi sebelum aku semakin membuatmu merasa tidak nyaman, Fina." Rasya beranjak dari dudukya.

"Lalu, bagaimana caranya agar cinta itu tidak berubah?" Rasya seketika berhenti melangkah saat Fina akhirnya bicara.

Rasya berbalik dan terseyum.  "Kamu menerima kesepakatan?" tanya Rasnya.

Fina hanya diam dan Rasya anggap itu artinya "Ya."

Suara ponsel berbunyi disaat Rasya akan mendekat lagi ke bangku taman yang Fina duduki.Dan Rasya harus menerima panggilan ini.

"Iya Hallo?"

"....."

"Today?"

"...."

"Well, I'll go now."

"...."

" Thank you."

Rasya mengakhiri panggilannya dan memandang Fina. Ada raut sedikit kesal pada wajah Rasya.

"Sorry, Fin. Aku harus pergi ada urusan mendadak," ucap Rasya menyesal, merasa tidak enak pada Fina.

Fina hanya menganggukkan kepalanya tanda dia mengerti.
"Boleh pinjam ponselmu?" tanya Rasya. Fina hanya mengangkat alisnya seakan bertanya.

"Pinjam sebentar," pinta Rasya sedikit memaksa.

Fina akhirnya mengeluarkan ponsel dan memberikannya pada Rasya. Entah apa yang dilakukan Rasya pada benda pipih itu.

"Tenang saja. Kita pasti bertemu lagi Fina. Karena kesepakatan kita belum selesai. Akan kuhubungi nanti, aku harap saat kita bertemu kau akan bersifat seperi kebanyakan perempuan."

Fina hanya mengangkat bahu.

"Akan kupastikan pertemuan nanti kamu akan banyak bicara Fina. Baiklah aku pergi Assalamu'alaikum." Rasya melangkah pergi meninggalkan Fina.

***

Siapa yang setuju Fina sama Rasya?

Udah masuk 10 Bab pertama, gimana sejauh ini, masih suka?

Tertulis Untukku ditulis oleh Fitri Andini

Tertulis UntukkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang