21. Makan Siang

39 6 6
                                    

Chapter 21
Makan Siang

***

Salma jalan terburu-buru mencoba untuk menyusul Farhan yang ada di depannya. Salma tidak mengerti, kenapa Farhan sangat tidak menyukainya datang ke rumah sakit? Padahal dia begitu ingin makan siang bersama hari ini.

Salma mencoba menggapai lengan Farhan, namun sangat sulit. Karena Farhan terus saja berjalan dengan cepat.

“Farhan berhenti!” teriak Salma.

Farhan tidak peduli, malas meladeni Salma. Menghindar, hanya itu yang ingin Farhan lakukan sekarang.

“Kalau kamu tidak mau berhenti aku akan teriak bahwa kamu adalah calon suamiku.”

Farhan menghentikan langkah, menatap sekeliling. Untungnya tidak terlalu banyak orang. Lantas Farhan menoleh ke belakang menatap tajam Salma. Salma yang ditatap seperti itu hanya tersenyum penuh kemenangan.

Sudah biasa Farhan menatap penuh permusuhan, maka Salma akan menatap Farhan dengan cinta.  Salma merasa senang saat Farhan melangkah mendekat padanya meskipun Salma merasa aura yang begitu dingin perlahan menghampiri. Salma tercekat, Farhan begitu tampan meskipun dengan wajahnya yang datar.

“Pergilah, jangan ganggu aku!”  ucap Farhan penuh penekanan, melangkah pergi meninggalkan Salma yang diam terpaku.

Salma memegang dadanya, ada gemuruh yang selalu sama setiap bersama Farhan. Dan Salma menyukai itu.

Salma menatap punggung Farhan yang semakin menjauh. Senyum terlukis dari dua sudut bibirnya. Salma tak paham, hanya dengan berdekatan dengan Farhan dan melihatnya membuat Salma begitu bahagia. Mana mungkin Salma akan pergi jauh jika kebahagiannya adalah bersama Farhan.

Salma bersiap untuk menyusul Farhan, namun saat melangkah di depannya, berdiri seorang yang Salma kenal.

“Lama tidak berjumpan Kak Salma.”

Salma terseyum ramah, mana mungkin Salma akan bersikap acuh pada calon adik sepupunya.
“Senang melihatmu kembali Lai.” Lai terseyum ramah.

“Apa yang sedang Kak Salma lakukan  disini?” tanya Zulaikha penuh minat meskipun sudah tahu alasan sesungguhnya dari perempuan cantik berambut panjang ini. Dan sudah pasti karena kakak sepupunya.

“Tentu saja mengajak calon suamiku makan siang bersama.”

Zulaikha hampir ingin tertawa jika ini bukan rumah sakit. Lagi pula dia tidak mau mencari gara-gara kepada keluarga Aditama, tidak untuk sekarang.

“Ah, siapa laki-laki yang beruntung itu Kak?” tanya Zulaikha.

“Apa yang kamu lakukan di sini Salma?”

Zulaikha dan Salma menoleh ke sumber suara, di sana Rasya dan Reyhan berjalan bersama.

“Menemui calon suami katanya, dokter Rasya,” ucap Zulaikha dengan senyum khasnya, Rasya yang mendengar jawaban Zulaikha mengerutkan dahi. Lalu menatap Salma dengan penuh tanda tanya.

“Calon suami? Siapa?”

Semua orang menatap Rasya dengan pandangan tak percaya termasuk Reyhan. 

Zulaikha menatap sedih teman kakak sepupunya itu, bagaimana mungkin Rasya sangat bodoh untuk ukuran seorang dokter spesialis otak. Lagi pula, siapa lagi yang disebut calon suami bagi Salma jika bukan Farhan? Sedangkan Reyhan hanya diam, ini bukan saatnya untuk menghujat kakaknya yang sangat polos atau bodoh. Bagaimana mungkin juga Reyhan akan mengatai seoarang dokter itu bodoh.

Inilah sebabnya mengapa Reyhan tidak mau menjadi dokter yang terus berhadapan dengan obat.  Rasya hanya acuh saat ditatap dengan pandangan seperti itu, lagi pula dia hanya basa-basi menanyakan hal itu kepada Salma. Mau dijawab atau pun tidak bukan urusannya.

“Rey, temui temanmu kita akan bicara lagi nanti dirumah.” Reyhan hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Rasya.

“Aku ingin mengajak Farhan makan siang, kalian mau ikut?” ajak Salma dengan antusias.

“Tidak! Aku masih memilki pasien,” jawab Rasya.

“Ini jam makan siang dan kamu masih bekerja?” Pertanyaan salma terlihat seperti mengejek Rasya.

“Nyawa seseorang tidak menunggu jam makan siang Nona Aditama.”  Rasya langsung  pergi meninggalkan Salma dan Zulaikha. Semakin lama melihat Salma akan membuatnya sakit kepala.

“Sepertinya kamu berhasil move on Rasya?” Langkah Rasya terhenti, refleks menatap Salma dengan senyuman yang bukan biasa Rasya tunjukkan. Senyuman terluka.

“Anggap saja seperti itu Salma, lagi pula itu tidak akan berpengaruh apa pun! Kamu akan tetap terobsesi dengan Farhan.“ Kali ini Rasya tersenyum mengejek.

“Cinta,  kata yang kamu ucapkan sebagai obsesi adalah cintaku pada Farhan.”

Rasya semakin melebarkan senyumnya. Jika ini bukan rumah sakit, ingin rasanya Rasya tertawa kencang dan melampiskan semuanya.

“Kalau begitu bersiaplah Nona Aditama, kerena mungkin kamu akan sangat terluka. Dan mungkin kamu harus kosongkan jadwalmu untuk berkonsultasi pada dokter Zulaikha nanti. Sebab rasa sakit bukan hanya soal pengkhianatan, tapi cinta yang berlebihan."

Salma terdiam begitu pun Zulaikha. Sangat jarang seorang Rasya terdengar begitu bijak dan menusuk, terlebih terhadap seorang Anugerah Salma Aditama.

Dalam diam Zulaikha mengamati Salma, perempuan cantik ini menyimpan sejuta rahasia yang membuat Zulaikha tertarik. Tak bisa Zulaikha tepis meskipun Salma adalah peran antagonis di dalam kehidupan banyak orang. Tapi akan selalu ada alasan di balik pilihan peran tersebut, begitu pula Salma.

“Sepertinya kamu melupakan janjimu Rasya, tak masalah tanpa janji bodoh itu aku akan tetap mendapatkan Farhan.” Salma menatap Rasya dengan tenang, namun matanya begitu  sorot akan kekecewaan seolah dia telah kehilangan sesuatu yang berharga.

Zulaikha menoleh ke arah Rasya yang sedang menatap kepergian Salma, helaan nafas  terdengar dari mulut Rasya. Zulaikha paham rasa itu masih dimiliki Rasya.

“Lai, apakah kamu memiliki banyak ralasi orang kaya raya?” Alis Zulaikha mengerut.

“Untuk apa?” tanya Zulaikha.

“Sepertinya aku harus mencari donatur baru untuk keberlasungan rumah sakit ini.”

***

Ada yang mau jadi donatur?
Kuharap kalian selalu setia menanti kisah ini. Makasih.

Sabtu, 10 Oktober 2020

Tertulis UntukkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang