Arlan

25 0 0
                                    

Aku sengaja bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan, pikiranku masih melayang pada pertanyaan Dea semalam.

"Selamat pagi sayang," sapa Dea sambil mengecup pipiku.

Aku mengerutkan keningku sambil berpikir, Dea terlihat biasa saja seakan-akan tadi malam tidak tidak ada peristiwa apa-apa.

"Iya Dea Selamat pagi juga."

Dea melirikku sambil tersenyum, aku rasa ucapanku terlalu kaku dan grogi. Dea menghampiriku dan kemudian memelukku.

"Kenapa pagi ini kamu terlihat menggemaskan," ucapnya sambil mengusap-ngusap punggungku.

Aku membalas pelukan Dea, rasanya sangat nyaman. Kami duduk berhadapan sambil menikmati sarapan kami, Dea terlihat memakan Lahab nasi goreng buatan ku. Ada yang aneh dengan sikap Dea, Dia terlihat lebih bersahabat dan tidak seperti dulu. Aku mulai bertanya-tanya ada apa dengan Dea?

" Sekarang kamu jago ya masaknya," Puji Dea sambil memakan nasi goreng ku.

Aku tersenyum,Kenapa pujiannya membuat hatiku menjadi senang dan gembira.

"Hari ini aku tidak bekerja, aku akan mengantarkan kamu ke kantor Alaric," ucapku yang mendapat respon anggukan dari Dea.

"Tumben sekali kamu nganterin aku, apa ada sesuatu yang istimewa hari ini?" Tanya Dea menyelidik.

" Apa salahnya seorang suami mengantarkan istrinya bekerja,"

Dea hanya kembali mengangguk. Baru saja Aku ingin membereskan piring, tapi ponselku berbunyi.

Meta
Selamat pagi Arlan, hari ini Mera sedang menunggumu untuk diantar ke sekolah baru yang kemarin kamu daftarkan.

Dea menatapku, Sepertinya dia mulai curiga bahwa pesan yang aku terima adalah dari Meta. Aku tersenyum kaku untuk menutupi nya.

" Pesan dari siapa? Kenapa langsung diam seperti itu, apa dari Meta?" Tanya nya jutek.

"Bukan, ini salah satu dari investor ku."

Ternyata benar kata orang, sekali berbohong akan terus berbohong untuk menutupi kebohongannya yang lain.

"Investor yang mana Kok kamu nggak cerita sih sama aku?"

Dea kembali bertanya, aku rasa dia bukan gadis bodoh yang gampang di bohongi. Aku masih diam dan Mencari Alasan kemudian dia tersenyum.

" Sepertinya pertanyaanku membuatmu tidak nyaman."

Ucap Dea sambil berdiri dari tempatnya dan membersihkan piringnya sekaligus piringku. Aku menghela nafasku berkali-kali mengutuk diriku yang bodoh ini.

Aku dan Dea sampai di kantor Alaric, dia terlihat senyum-senyum sendiri sambil menatap langit-langit atap kantor.

" Gini nih kalo kelamaan melajang," ucap Dea yang langsung membuat Alaric menoleh.

" Iya tau yang udah berumah tangga," balas Alaric sambil menatap Dea.

Aku memilih duduk sebentar untuk membalas pesan dari kantor sekaligus pesan dari Meta, Alaric dan Dea asik berbincang, mereka terlihat sangat akrab. Aku rasa wajar Dea dan Alaric mengobrol sangat nyambung dan asik karena mereka memang sepertinya sepemikiran dan memiliki selera yang sama. Tapi ada yang mengganjal hatiku, rasanya seperti tidak rela jika Dea berbincang lama dengan pria lain, ah sial! Perasaan macam apalagi ini, kenapa sangat labil seperti anak baru puber. Ponsel ku berbunyi, ada nama Meta di layar ponsel ku.

Halo Arlan, kapan kamu akan kesini? Mera mencarimu.

Aku menghela nafas, entah kenapa aku malas untuk jauh-jauh dari Dea yang sedang mengobrol dengan Alaric.

" iya sebentar lagi aku kesana," jawabku.

Aku langsung pergi dari Kantor Alaric tanpa permisi, bahkan mereka tidak sadar jika aku pergi, Alaric benar-benar membuatku kesal, bagaimana bisa dia mengobrol panjang lebar dengan istri dari temannya? Menjengkelkan.

Moodku jelek karena Alaric dan Dea yang terlihat sangat akrab. Sampai suara Mera membuatku sadar.

" Om Alan, yu cekolah," ucap Mera sambil menarik celana ku.

Aku mencubit kedua pipinya gemas, lalu menggendongnya ke dalam gendonganku.

" Kamu udah makan belum?" Tanya Meta yang sudah siap membawa tas nya.

" Udah tadi, aku sarapan sama Dea."

" Jadi namanya Dea? Bagus."

Aku langsung menoleh kepada Meta, kenapa Meta berkata seperti itu.

" Dia kemarin bertemu denganku dan melarang hubungan kita."

Aku dapat melihat kebencian di mata Meta setelah mengucapkan hal tersebut.

" Tapi dia tidak menyakiti mu kan?" Tanya ku khawatir.

" Tidak, dia hanya melarang ku mendekati mu. Apa tidak puas dia telah mengambil semuanya dari sisiku," ucap Meta dengan nada jengkelnya.

" Semuanya? " Aku bertanya spontan setelah mendengar ucapan Meta.

"Hmm, tidak ada apa-apa, ayo jalan."

Meta langsung menggenggam tangan ku yang membuat ku kaget, tubuh ku kaku.

Seharian aku menemani Meta dan Mera, sekarang kami istirahat di apartemen Meta. Mera sudah tertidur pulas, mungkin karena kelelahan setelah kami mengajak ke taman bermain. Kami mengobrol santai sambil menikmati secangkir kopi.

" Gimana kalo kita nonton film?" Tanya Meta sambil mulai mencari remote televisinya.

Saat meta ingin mengambilnya remote televisi yang berada disampingku, kakinya tersandung kursi dan tubuhnya jatuh ke pangkuan ku. Kami saling menatap, wajah nya mulai mendekati wajah ku, saat bibir kami sudah berjarak satu centi, tiba-tiba pintu apartemen berbunyi, membuat kami langsung tersadar.

Meta langsung berdiri dan membukakan pintunya, sedangkan aku mengutuk kebodohan ku yang hampir terbawa suasana dan berciuman, aku tidak boleh menghianati Dea secara fisik, karena secara batin aku sudah menghianatinya.

" Dari tadi kemana aja? Kenapa baru dateng pas Mera udah tidur."

Suara keras Meta membuatku langsung menghampiri nya, aku benar-benar kaget dengan pria yang sekarang di depanku. Dia adalah Pria yang beberapa waktu lalu aku lihat di rumah Laila, dia juga merupakan sahabat Dea. Entah kenapa aku mulai panik,aku takut pria ini mengenalku, aku juga takut pria ini mengadukan semuanya kepada Dea.

" Aku udah bilang kalau aku sibuk," ucap pria itu kepada Meta.

" Sibuk apa Dimas? Sibuk Mengejar Cinta Lama kamu itu? sibuk mengejar sahabat kamu itu?" Tanya Meta yang sudah naik pitam dengan alasan Dimas.

Aku mulai Berfikir keras Apa yang dimaksud Meta itu adalah Dea, pria bernama Dimas itu mulai menatapku.

" Udahlah Meta Jangan bikin ribut, enggak enak kan ada temen kamu." Dimas mulai menenangkan Meta.

Tiba-tiba Meta menggenggam tanganku sambil menatap Dimas dengan tajam.
" Dia bukan hanya temanku, dia adalah calon Ayah untuk Mera, Ayah kandungnya saja tidak memperhatikan Mera, Arlan lebih memperhatikan Mera daripada kamu."

Lidahku kelu aku seperti orang bisu yang tidak bisa berbicara apa-apa, otakku masih terus berfikir tentang hubungan Dimas ,Meta, dan juga Dea.


Struggle Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang