Bumbungan Harapan

19 6 3
                                    

Alin sudah siap dengan setelan jeans dengan atasan blouse putih dan sepatu  pink. Menunggu di kursi ruang tamu sambil memainkan ponsel yang menampakkan boyband korea kesukaannnya.

Namun hingga sepuluh menit berlalu, seseorang yang berjanji untuk datang dan menjemputnya tak kunjung terlihat. Alin masih bisa berpikir positif,mungkin lalu lintas sedang padat. Jadi ia harus menunggu lebih lama.

Tepat di menit ketiga puluh, Alin mendengar suara deru motor. Gadis itu bangkit dari kursi dan berlari ke arah pintu utama. Setelah membukanya, ternyata bukan ‘dia’ orang yang ada di depan pagar rumah.

Air mata Alin meluruh. Sakit sekali rasanya saat harapan yang telah dibangun ditambah dengan berusaha terus berpikir positif, harus hancur oleh kenyataan pahit bahwa bukan Alin puteri kerajaan dunia dongeng yang ia khayalkan. Ternyata hanya ia yang terlalu berharap.

“ Lin lo kenapa?” tanya Altha saat telah sampai di hadapan Alin.

Altha heran, apa ia salah datang ke rumah Alin hari ini? Mengapa Alin menangis saat melihatnya datang?

“Sakit Tha” gumam Alin disela-sela isak tangis. Kecil,tapi cukup terdengar oleh Altha yang sigap merengkuh tubuh Alin.

“Apa yang sakit? Lo kenapa?” tanya Altha khawatir

Lagi-lagi hanya suara isakan Alin yang terdengar di indra pendengaran Altha.

“Ayo masuk dulu. Nanti kalau udah tenang, baru cerita.”

Setelah keduanya masuk dan duduk di kamar Alin dengan tangan Altha yang masih aktif mengusap rambut coklat disampingnya, tangis Alin perlahan mereda. Namun isakannya belum berhenti.

Altha terus memandangi mata sembab Alin, gadis itu sudah bersamanya sejak kecil. Mama nya pun setuju jika Altha berpacaran dengan Alin. Tapi Altha bukan lelaki bodoh yang menghancurkan persahabatan mereka dengan menyatakan keinginan sang mama. Lagipula perasaannya pun belum jelas. Alin seperti seorang adik dimata Altha. Harus dijaga,dilindungi,di beri kasih sayang dan dibimbing.

Jadi Altha tidak akan bertindak konyol.

“Gue salah ya dateng ke rumah lo hari ini?”

Ah Alin jadi merasa bersalah karena telah membuat Altha salahpaham seperti ini. Apalagi tadi air matanya benar-benar langsung merebak keluar saat pertama kali melihat Altha berada di depan pagar rumah.

“Nggak Tha, justru gue bersyukur banget lo dateng disaat yang sangat tepat,sangat tepat Tha.”

“Trus kenapa lo nangis sampe sesegukan kayak gitu pas tadi ngeliat gue?”

Dan setelah itu, cerita pertemuannya dengan Gilang di cafe mengalir begitu saja dari bibir mungil Alin. Tidak ada yang terlewat. Alin menceritakan dengan sangat detail,setiap kata yang Alin ingat akan dilontarkan seperti sedang menirukan suara Gilang.

“Hari ini dia nggak dateng. Padahal gue udah seneng banget. Gue udah ngebayangin hari ini bakalan jadi hari paling menyenangkan. Tapi abis itu gue ditampar realita pas ngeliat lo yang ada di sana, bukan dia. Ternyata gue yang terlalu berharap dia dateng. Gue bersyukur banget lo dateng saat gue lagi kayak gini.” Tutur Alin panjang lebar mengakhiri ceritanya.

“ Dia dikenal baik sama semua guru di sekolah lo sampai detik ini. Tapi mulai dari semester 2 kelas tujuh, dia di kenal playboy bahkan dari dua angkatan diatasnya.” Jelas Altha cukup membuat Alin terkejut.

Pasalnya, wajah Gilang terlihat sangat tidak cocok dengan wajah seorang playboy cap kaki gajah. Sungguh.
“Beneran? Nggak mungkin deh kayaknya. Lo salah nyari info kali Tha” tutur Alin meragukan pernyataan Altha dan berusaha tetap berfikir positif.

“Lo nggak percaya sama gue? Gue pernah bohong sama lo?” tanya Altha kesal karena selama ini,ia selalu menjaga kepercayaan gadis dihadapannya.
Dan baru sekarang Alin ragu dengan penuturan Altha. Hanya karena cowok berandalan itu.

“Bukan gitu, tapi mukanya bener-bener nggak cocok buat jadi playboy” Alin merendahkan nada bicaranya agar amarah Altha juga ikut mereda.

“Terserah lo mau percaya atau nggak. Yang jelas kalo lo berharap lebih sama dia, sama aja kayak lo ngilangin botol tupperware punya Bunda, Pedes.”

°°°°

Setelah makan malam selesai, Alin segera pergi ke kamarnya dan duduk di depan cermin besar.

Menatap lamat-lamat pantulan dirinya.

Sejak kecil, Alin memang selalu mendapat perhatian lebih dari orang-orang disekitarnya.
Namun bukan karena ia cantik,pinter,berbakat apalagi berprestasi.

Dulu,Alin senang mendapat pernyataan bahwa ia terlihat menggemaskan dengan pipi chubby dan badan gemuk.
Sampai sekarang ia masih mendapatkannya,tapi dengan rasa yang berbeda.

Alin dicemooh,dikucilkan dan dipermalukan di hadapan teman-temannya karena ia memiliki tubuh gemuk.

Alin sudah terbiasa menerimanya. Tubuh gemuk,kulit sawo matang, berkacamata,otak pas-pasan dan gaya sederhana.
Sangat sakit saat kembali mengingat cibiran orang-orang.

"Gue salah ya berharap? Gue siapa sih sampe berani berharap?" Tanya Alin pada bayangan di dalam cermin

Alin sudah berusaha memotivasi diri sendiri untuk tidak selalu mendengarkan kalimat pedas orang-orang.

Dan Alin berhasil hingga tahap ini,ia berhasil menemukan kepercayaan dirinya walaupun tidak sesempurna dulu.
Namun lagi-lagi,tetap terasa menyakitkan jika di ingat.

"Gue udah berusaha membentengi diri gue dari sakit hati. Gue selalu bisa ngatasin perasaan gue." Air mata yang hampir tumpah, dada sesak,pikiran kalut.

Alin merubah dirinya, penampilan dan sikapnya menjadi lebih tomboy agar semua orang tidak bisa menindasnya. Ia harus menunjukkan bahwa ia bisa bangkit tanpa siapapun.

"Lo punya 1001 kelebihan Lin,jadi jangan malu saat fisik lo dihina orang lain." Alin selalu mengingat ucapan Altha 2 tahun lalu.

"Gue bisa ngelewatin ini. Masa seorang Alin kalah sama cowok dan lidah kadalnya."

°°°°

Salam Menkalinan Benetnasch, Alin

°°°°

Makasih banyak buat kalian yang masih setia baca cerita Alin.
Aku seneng banget kalian mau bantu koreksi hasil karya aku yang nggak seberapa ini😊

Jangan lupa tinggalin jejak vote 😘

Love you all, Gitta❣️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VeganussapellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang