Bagian 12
Pengorbanan❣❣❣
Mataku membelalak saat membaca bagian ….
"Ini maksudnya apa?" Aku bertanya, menunjuk pada bagian-bagian yang ganjil di kertas perjanjian.
Wanita itu tertawa lalu menjelaskan bahwa itulah pekerjaan yang dia tawarkan. Rumah ini adalah tempat prostitusi online maupun offline. Tempat perdagangan perempuan, pertukaran hubungan seksual, tapi yang jelas tidak dilakukan di rumah itu. Rumah itu hanya tempat transaksi, lalu pembeli akan membawa barang yang dibeli ke sebuah villa atau hotel.
Pekerjaan yang sangat menjijikkan!
Aku menatap marah pada Rina, menuntut penjelasan. Sayangnya, fakta baru terkuak saat itu juga. Fakta tentang sahabatku itu.
"Aku sudah sejak umur 14 tahun melakukan pekerjaan ini, Haura. Jadi jangan heran lagi. Ini sudah sangat biasa bagiku." Rina dengan santai menjelaskan sambil membuka kancing seragam. "Hanya ini yang bisa kulakukan untuk membantumu. Pilihan tetap ada di tanganmu. Gak ada paksaan."
Aku masih menatap tak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan.
Setelah menanggalkan seragam menyisakan tanktop hitam dan mengganti rok dengan celana jeans, Rina berdiri sambil melepas ikat rambut. Tampilan yang berbeda dengan sikap sedikit manja, hilanglah sosok Rina yang selama ini kukenal.
"Hidup ini keras, Haura. Kalau kamu masih menjunjung tinggi harga diri atau melihat sesuatu dari halal dan haram, ya silakan hidup terlunta-lunta dan sengsara." Rina tertawa pelan, berjalan mendekatiku. "Terkadang, kita harus mengorbankan sesuatu demi mendapatkan sesuatu yang lebih diprioritaskan. Sekarang, mana yang lebih prioritas? Keselamatan abangmu itu, atau harga dirimu?"
Rina mengedikkan bahu lalu melirik jam di pergelangan tangannya dan kembali berkata, "Aku tinggal, ya. Aku ada pekerjaan malam ini." Dia mengedipkan mata dengan senyum paling memuakkan yang pernah kulihat darinya. "Pastikan kamu kembali ke rumah sakit dengan membawa uang. Itu kalau kamu beneran ingin abangmu itu selamat."
Kedua tanganku terkepal dengan sorot mata menatap marah pada Rina. Ingin rasanya kumaki dengan sumpah serapah karena dia bukannya membantu malah semakin menyudutkanku. Dia pikir aku mau melakukan pekerjaan hina ini?
"Di sini tidak ada paksaan." Wanita paruh baya itu berucap setelah Rina keluar dari ruangannya. "Kalau kamu mau ya silakan tanda tangan dan lakukan pekerjaan sesuai perjanjian. Tapi kalau tidak, ya silakan keluar dan pulang. Cari pinjaman uang di luar sana yang menurutmu bisa langsung memberikan saat ini juga."
Aku tahu dari nada suaranya ia tengah mengejek, karena mana mungkin ada orang yang mau meminjamkan uang dengan jumlah banyak tanpa jaminan.
"Waktuku tidak banyak, Sayang. Aku harus menemui seseorang setengah jam lagi. Cepat putuskan sekarang."
Mata terpejam dengan kedua tangan terkepal. Pilihan ini sulit. Sangat rumit. Bagaimana mungkin takdir membawaku pada pilihan yang dua-duanya tidak kuinginkan. Aku ingin Mas Ken segera diselamatkan. Tapi aku juga tidak ingin melakukan pekerjaan hina ini.
Air mata terjatuh tiada henti saat mengingat semua kebaikan Mas Ken. Tentang keadaan kami semua jika Mas Ken tidak selamat. Tentang janji-janji masa depan yang lebih cerah dan penuh warna demi membalas kebaikan Mas Ken. Semua itu membuatku sesak saat sekarang Mas Ken justru terbaring lemah di ranjang sebuah ruangan operasi di rumah sakit.
Malam itu … aku mengorbankan sesuatu yang paling berharga dalam diriku, demi seseorang yang jauh lebih berharga.
❣❣❣
![](https://img.wattpad.com/cover/234078204-288-k409547.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Kelam Sang Pendosa
Fiction généraleSemoga Ayah mengerti perasaanku Yang haus kasih sayangmu Untuk Ibu, tahukah hati kecilku Kumenangis di setiap tidurku Sesak itu kembali datang. Dan bodohnya aku tetap memilih lagu itu untuk kunyanyikan. Mungkin karena luka telah menjadi candu bagik...