Bagian 13
Pengkhianatan❣❣❣
Mataku terpejam dengan tangan memegang sandaran kursi ketika mobil terus melaju dengan kecepatan tinggi di tikungan tajam. Memekik keras saat tiba-tiba mobil direm mendadak. Aku baru membuka mata ketika mobil benar-benar berhenti.
Menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan dengan tangan memegang dada. Kemudian melirik tajam pada lelaki yang menyetir seperti kesetanan. Ia masih terlihat marah, sorot matanya tajam lurus ke depan dengan tangan mencengkeram setir.
"Sejak kapan kamu melakukan pekerjaan kotor itu?" tanyanya tegas dan tanpa menoleh menatapku.
"Bukan urusanmu." Aku menjawab tak kalah ketus. Toh sama saja, apa bedanya dengan dia yang ternyata penikmat tubuh wanita dengan uangnya?
Kak Raga mendengkus kasar lalu menatapku tajam. "Gue kira lo itu cewek baik-baik, Ra. Tapi ternyata selama ini hanya sok jual mahal! Kenapa gak bilang saja sejak awal kalau tubuh lo bisa dibeli dengan uang?"
"Lalu apa urusanmu, Kak?" Suaraku bergetar, mata mengembun karena hati terasa begitu perih atas penghinaan yang dia lontarkan. "Oh atau kalau aku bilang sejak awal, kamu akan membeliku dengan harga jauh lebih mahal yang tak seorang pun mampu membayar? Iya?!"
"Lo tahu, bagi gue harga seorang wanita itu berapa? Bagi gue wanita itu tak ternilai harganya, Ra! Bahkan uang pun tak sanggup membeli! Jadi kalau lo bisa dibeli dengan uang, itu artinya lo wanita yang gak ada harganya sama sekali! Terlalu murah!"
Air mataku terjatuh juga akhirnya. Entah kata apa yang tepat untuk menjabarkan isi hatiku saat ini. Perih. Terlalu menyakitkan. Hancur! Seolah tak punya harga diri lagi.
Aku mengusap kasar mata dan memalingkan wajah. "Aku tak peduli apa penilaianmu, Kak. Terserah. Sekarang cepat lakukan apa yang sudah kamu bayar tadi. Agar aku bisa cepat pergi."
"Lo boleh pergi sekarang juga."
Aku menoleh, manatapnya tak paham.
"Lo kira gue mau menikmati tubuh lo yang udah disentuh oleh banyak lelaki?"
"Lalu untuk apa kamu membayarku!" Aku membentak, ada rasa tak terima karena penghinaannya, tapi bisa apa, toh kenyataannya memang demikian.
Kak Raga mendengkus kasar dan tertawa menghina. "Cuma pengen tahu berapa harga tubuhmu!"
Aku langsung membuka pintu mobil dan keluar tanpa kata-kata. Sudah cukup dihina sedemikian rupa. Aku kira dia lelaki yang berbeda. Ternyata sama, melihat dari satu sudut pandang. Dari sisi yang terlihat saja. Tanpa mau bertanya apa yang menjadi penyebab aku melakukan pekerjaan hina.
*
"Dari mana Kak Raga tahu aku ada di sana?" Aku menatap tajam Rina, langsung bertanya ke pokok permasalahan ketika bertemu di rumah Tante Ambar esok harinya.
"Penting, ya? Apa kamu gak terima karena Kak Raga tau kalau kamu cuma cewek bayaran?" Rina mendengkus kasar dan tertawa mencibir. "Gak usah ngarep bisa dapetin cowok baik kayak Kak Raga. Kak Raga mana mau cewek murahan!"
Aku menyipitkan mata, menatap curiga. Tentang Kak Raga yang tahu aku bekerja di sini, tentang Kak Raga berani membayar lebih mahal tapi sama sekali tidak menyentuhku, tentang Rina yang seolah bahagia karena Kak Raga tak lagi menghargaiku. Semua itu seperti telah direncanakan.
"Aku belum selesai ngomong." Kutarik tangan Rina saat ia ingin melangkah pergi.
"Apa lagi?"
![](https://img.wattpad.com/cover/234078204-288-k409547.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Kelam Sang Pendosa
Narrativa generaleSemoga Ayah mengerti perasaanku Yang haus kasih sayangmu Untuk Ibu, tahukah hati kecilku Kumenangis di setiap tidurku Sesak itu kembali datang. Dan bodohnya aku tetap memilih lagu itu untuk kunyanyikan. Mungkin karena luka telah menjadi candu bagik...