Part 20 Pertemuan Terakhir

650 81 2
                                    

Bagian 20
Pertemuan Terakhir

*

Saka masih terlelap di atas tikar lantai dengan selimut seadanya, sedangkan aku hampir semalaman tidak bisa tidur sama sekali. Kemudian memilih pergi saat jam menunjukkan pukul 05.30 dini hari.

"Makasih buat semuanya, Ka." Aku berucap sebelum keluar kamar. Menatap lelaki yang tak pernah kusangka masih memiliki hati. Kemudian pergi tanpa permisi.

Tertatih berjalan di jalan yang masih sepi. Kedua tangan memeluk tubuh. Dingin menggigil, tapi kupaksa tetap melangkah. Melangkah sampai menemukan angkutan umum. Dengan uang seadanya, aku masih bisa sampai rumah. Rumah yang kuharapkan bisa menemukan keajaiban dari semua kejadian semalam. 

Mas Ken ada di rumah, sedang menungguku pulang. 

Sayangnya, semua harapan itu hancur lebur. Berbanding terbalik dari semua yang kuinginkan. 

Suara tangis nyaring saling bertautan. Aku berdiri di depan pintu, menatap mereka. Ada apa? Apa yang terjadi?

Mega berdiri, menatapku tajam. Mengusap air mata, lalu menghampiriku. Di tangannya ada kaus berlumur darah. 

"Semua gara-gara kamu, Haura! Lihat ini!" Mega melempar kaus tersebut kepadaku. 

Tanganku gemetar, melihat kaus siapa yang penuh dengan darah ini? Menggeleng kuat, saat sadar itu kaus milik Mas Ken.

"Balikin Mas Ken!" Mega mengguncang bahuku kencang. "Mas Ken mati gara-gara kamu! Gara-gara kamu, Haura! Semua gara-gara kamu!"

"Mana Mas Ken?" Serak aku bertanya. Menatap setiap sudut ruangan. Tidak ada.

"Mas Ken udah dibunuh sama mereka!" Mega mendorong tubuhku hingga aku tersungkur. "Kamu harus tanggung jawab! Kembalikan Mas Ken!"

"Mega!" Ridho memegang tubuh Mega yang hendak kembali memukulku. 

"Lepas! Dia harus menerima hukuman atas kematian Mas Ken! Mas Ken mati gara-gara nolongin dia! Andai dia gak sok-sok'an nyari uang dengan jual diri, Mas Ken gak akan mati!"

"Ridho lepas!" Mega meronta-ronta, tapi Rendi datang ikut menenangkan Mega. Rio diam tertunduk, sesekali mengusap matanya yang basah. 

Aku mencoba berdiri. Memberanikan diri menatap mereka. "Mas Ken mana?"

"Kamu masih nanya Mas Ken? Mas Ken udah dibunuh. Dua orang berbadan kekar tadi datang mencarimu. Karena kamu kabur, makanya Mas Ken dibunuh. Jadi sekarang mikir, siapa yang salah? Harusnya kamu yang paling tau soal ini!" Ridho yang biasanya diam, kini menyerangku dengan kata-kata tajam. 

"Emang gak punya perasaan! Mas Ken nolongin kamu buat keluar dari rumah itu, tapi kamu malah kabur, dan ninggalin Mas Ken! Brengsek kamu, Haura!" Mega semakin berapi-api.

"Mending kamu pergi. Cari jasad Mas Ken." Rendi melirikku tajam.

Tak ada harapan di rumah ini. Semua menyalahkanku. Semua tak mau mendengar penjelasanku. Semua menyudutkanku. Aku lah yang salah. Aku lah yang menjadi penyebab Mas Ken mati. Aku lah penjahat sesungguhnya. 

"Pergi! Aku muak liat muka kamu!" Mega berteriak, kembali kalap dan hendak menyerangku, tapi Ridho dan Rendi mencegah.

"Haura pergi!" sahut Ridho masih dengan tatapan tajam.

Aku terpaksa membalikkan badan dan melangkah keluar. Kaus berlumur darah itu kucium, derai air mata terus berjatuhan.

"Kak Haura!"

Aku menghentikan langkah, menoleh dan menatap Rio yang berurai air mata lari menghampiriku. 

"Jangan pergi," katanya.

Catatan Kelam Sang PendosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang