Part 1 : Wajah Itu

171 28 25
                                    

Aku adalah seorang pelupa
Tapi jika itu tentang kamu, mengapa segalanya jadi mudah diingat?
•••••••

Tidur lagi setelah sholat subuh memang hampir sering menjadi pembunuh ku. Dulu ketika pertama kali bekerja di perusahaan yang berfokus pada produk kosmetik ini aku hampir saja terlambat padahal Gamaestic --nama perusahaan tempatku bekerja-- adalah tempat yang sangat mempertuhankan kedisiplinan, bayangkan saja ketika aku diterima di perusahaan ini warning pertama yang disampaikan rekrutmen kepada seluruh karyawan baru adalah "kita akan sangat disiplin, tidak akan mentolerir karyawan baru yang datang terlambat. Terlambat sama dengan mengundurkan diri". Dan bodohnya, petaka itu hamper menjadi kenyataan. Aku tertidur lagi setelah subuh karena kelelahan lembur kemarin. Aku sadar sebagai seorang karyawan ini memang tidak bisa dijadikan alasan namun entah mengapa tidur setelah sholat subuh itu rasanya nikmat sekali, entah karena reaksi alami tubuhku yang meminta diistirahatkan atau karena godaan setan seperti yang selalu disampaikan orang tua? Aku tidak yakin, mungkin keduanya.

Karena kedatanganku yang agak lambat ke kantor hari ini aku jadi ketinggalan info, mungkin? Karena sepanjang aku melewati ruang karyawan mereka tampak melakukan kegiatan yang hampir sama, yang perempuan sibuk mendandani diri yang lelaki sibuk merapikan pakaian dan meja.

Aku yang benar-benar penasaran akhirnya langsung menghampiri Aira yang juga sedang sibuk menaburkan spons bedak two wake cake kewajahnya.

"Aira, ini ada apa ya, pagi-pagi udah sibuk semua kayak kamu gini?" Aira menoleh dan langsung menarik tanganku untuk mendekat.

"Cia, pinjam lipstik lo dong punya gue ketinggalan, sial!"

"Jelasin dulu kenapa pada heboh begini semua" aku menatap sebal pada Aira yang sudah meraih tasku dan tanpa segan mengambil lipstik dan memakainya

"Hari ini anaknya big bos datang dari Singapore!" Ngomong-ngomong maksudnya big bos disini adalah pemilik perusahaan Pak Pratista Sanjaya. Dia adalah seorang apoteker yang membangun perusahaan ini dari nol bersama sang istri. Seiring dengan tingkat konsumsi masyarakat pada produk kecantikan meningkat, perusahaan ini pun ikut membesar dan kini menjelma menjadi salah satu raksasa produsen produk kecantikan di Indonesia. Sekarang telah mengeluarkan tiga brand kosmetik berbeda dan selalu menjadi andalan untuk setiap perempuan Indonesia. Rasanya sangat membanggakan dapat bekerja disini.

"Lah terus?"

"Ah lupa gue, lo masih anak baru.." ya bisa dibilang begitu, karena aku memang baru tujuh bulan kerja disini.

"Gini loh sayangku, anaknya pak Tista ini perfectionis banget! Dia biasanya kalau datang dan ga sengaja lihat kubikel karyawan berantakan langsung kena teguran tuh, belum lagi kalau penampilan kamu kurang rapi siap-siap terima penghakiman dari lidah ularnya" lanjutnya dramatis khususnya dibagian 'ularnya'. Aira mengidik ngeri namun setelah itu kembali mematut diri di cermin, sedangkan aku hanya diam, bingung juga harus bereaksi apa, takutnya malah salah bicara kalau protes soal ke-otoriteran si anak bos ini aku masih cukup tahu diri sebagai karyawan baru.

"Terus kenapa ini kubikel mu masih berantakan begini?"

"Oh dandan dululah hehe" Aku berdecak kemudian mulai membantu merapikan kubekal Aira yang bak kapal pecah itu. Punyaku tak perlu lagi, ku rasa, karena memang selalu ku rapikan setiap selesai bekerja.

"Gimana sih, kalau anaknya bos datang terus ini meja masih berantakan?"

"Calm beb dia datangnya jam 10 kok"

"Dan ini sudah sembilan tiga puluh Aira"

"Iya-iya makanya kan sekarang udah ada lo Cia yang bantuin hehe" Balas Aira dengan cengiran andalannya.

▪️〰️〰️〰️▪️

Pukul sepuluh lewat dua puluh menit. Belum terlihat tanda-tanda anaknya bos itu datang ke ruangan kami namun walaupun begitu semua orang dalam ruangan ini nampak sangat tegang. Ku lihat semua karyawan serius di depan komputer masing-masing. Tak ada yang bicara apalagi sampai berjalan ke meja karyawan lain. Benar-benar hening hanya suara keyboard komputer yang terdengar. Tingkah mereka ini membuatku jadi makin penasaran dengan sosok anak bos --yang sampai sekarang aku tak tahu namanya-- ini. Beralih pada Aira, dia terlihat sangat serius tapi jika diperhatikan lagi dia bukan serius tapi pura-puras serius, aslinya tegang. Aku tertawa pelan melihat ekspresi Aira itu, serius dia terlihat sangat lucu.

"Woi, woi mereka kesini"

Ardi yang memang ditugaskan memantau keadaan di luar berlari panik ke kubekalnya, teman-temanku pun terlihat bersiap. Aku menghela napas, ini berlebihan tidak sih? Tidak lama dari itu kami melihat sekumpul orang berjalan ke bagian keuangan tempatku. Terlihat seorang paling muda diantara rombongan itu dan orang-orang yang agak berumur seperti menjelaskan sesuatu padanya.

Aku mengalihkan pandanganku melihat reaksi teman-teman, namun sedetik kemudian seakan ada kekuatan besar yang menarik kembali pandanganku pada wajah itu. Aku tercekat. Mereka terlihat sama, wajah oval, alis tebal, hidung tinggi. Hanya garis, ukuran dan rambut yang tampak berbeda. Semakin dekat, semakin jelas bahwa itu memang wajah dari masa lalu yang walaupun ku nafikkan dia tetap sama. Wajah yang selalu membawaku pada benci sekaligus ... rindu.

▪️〰️〰️〰️▪️

(1st file ended)

Hai, terima kasih karena telah membaca bagian pertama dari kisah ini. 

aku sangat terbuka untuk semua kritik dan saran dari teman-teman. komentarnya sangat dinantikan 🤗

sila juga klik bintang di pojok kiri hehe..

sila juga klik bintang di pojok kiri hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sunday, 09 August 2020 (21/07/2021)

Bekas LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang