Part 2 : Dia Jaya

148 27 32
                                    

Akhir musim ini ketika matahari dengan pongahnya memamerkan panas pada bumi, disuatu tempat aku kembali ditarik waktu pada jejak-jejak diam yang lama sembunyi.

Akhir musim ini ketika matahari dengan pongahnya memamerkan panas pada bumi, disuatu tempat aku kembali ditarik waktu pada jejak-jejak diam yang lama sembunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 2009

Tidak ada seorang anak pun di dunia ini yang baik-baik saja jika selalu dibandingkan dengan anak lain sekalipun saudara. Begitupun aku. Aku hanyalah gadis nakal yang tak cantik apalagi pintar. Berbeda sekali dengan Vey kakak perempuanku si gadis cantik dan pintar. Kak Vey yang selalu mendapatkan bagian kebanggaan keluarga sedangkan aku selalu diremehkan. Jika mama memasak daging ayam, pahanya akan diberikan pada kakak sedangkan aku sayapnya. Jika papa membelikan kak Vey gaun yang cantik aku hanya akan diberikan kaus polos biasa.

Ya, kira-kira seperti itulah perbedaan yang mereka buat antara aku dan kakak. Dari mulai hal kecil hingga hal penting seperti kasih sayang pun porsi kami sangat berbeda, selalu aku yang mendapatkan sisa.

Perlakuan papa dan mama ini perlahan membentuk kepribadian pemberontak dalam diriku. Dibandingkan gadis lain di lingkungan elit ini, aku satu-satunya anak perempuan dengan tingkah yang sedikit berbeda dari yang lain, aku tumbuh menjadi gadis yang cuek dan tomboy. Kulit hitam dan rambut bob pendek kemerahan karena sinar matahari, baju longgar asal pakai menjadi penampilanku sehari-hari yang kata ibu seperti gembel. Jika kalian menebak bahwa mamaku akan membandingkan ku dengan anak gadis lain karena penampilan ini, kalian benar. Namanya Ana, dia adalah tetanggaku, gadis cantik dan pintar persis seperti kak Vey. Jangan ditanyakan lagi apa yang selalu dibandingkan, mulai dari penampilan --tentu saja--, rangking di sekolah bahkan sampai hal remeh sekalipun seperti kemarin mama melihat Ana menangis kata ibu menangis saja dia kelihatan cantik berbeda dengan ku yang kalau menangis ingus ada dimana-mana membuat ibu akan mengeluarkan aku dari rumah, jijik katanya.

Namun walaupun seperti itu, Ana adalah gadis yang baik, guess what? Dia adalah sahabat perempuan ku satu-satunya! Kami berdua sangat dekat dan bisa dibilang karena kedekatan inilah yang membuat ibu semakin gencar membandingkan ku dengannya. Tapi terserah mereka, aku tidak terlalu peduli karena aku tahu Ana berbeda dia tulus berteman denganku.

Uniknya, persahabatan ini terbentuk bukan karena inisiatif dari kita masing-masing untuk saling membuka diri, tak ada niat sama sekali untuk bersahabat dengan ana sampai akhirnya seorang manusia dengan senyum ajaib datang membawa tali yang menjadi pengikat persahabatan antara kami.

▪️〰️〰️〰️▪️

Siang hari itu aku sedang bermain basket sendirian di halaman depan rumahku, hal yang aku selalu lakukan jika mama, papa dan kak Vey tidak berada di rumah. Tiba-tiba dia masuk ke halaman rumahku dan tanpa malu-malu merebut bola dariku namun sayang tidak ada satu tembakan pun masuk ke dalam jaring diatas. Aku sebenarnya tak masalah dengan permainannya namun gayanya itu loh, ew apa sebenarnya yang anak ini lakukan sedang tebar pesona kah?

"Tadi gue liat lo mainnya kayaknya gampang banget ternyata susah ya, hahaha" Akhirnya mahluk kiriman dari antahberantah ini bersuara juga setelah sepuluh tembakan hanya ada satu yang lolos dalam jaring.

"Ajarin gue main dong, yah yah" Dia mengatakan itu dengan alis yang di naik turunkan, sok kenal sekali anak ini.

Tidak lama dari itu, entah bagaimana ceritanya teman-temannya juga masuk tanpa izin ke halaman rumahku dan memainkan basket itu tanpa meminta izin sama sekali, ini mereka siapa sih? Mana mainnya noob banget lagi.

Sepertinya mereka masih lama bermain disini, aku terlalu malas untuk meladeni mereka mana mainnya noob semua jadi ya sudah aku biarkan saja.

"Lah, elo Li ngapain disini?" Akhirnya setelah hampir setengah jam ada juga yang sadar dengan kehadiranku. Dia Oon teman sekelas ku, tadi aku kurang memperhatikannya sudah terlanjur kesal duluan.

"Seharusnya gue yang nanya, kalian yang ngapain disini?"

"Main bas... eh Jay ini rumah siapa sih" Tanya Oon yang kemudian memerhatikan sekitarnya

"Rumah dia lah, lo kenal On?" tanya dia juga sambil menunjukku

"Ya kenal lah orang dia sekelas sama gue, ini rumah lo Al? Ah gila, udah banyak kali lewat sini baru tau ini rumah lo"

Aku mendengus kemudian merebut bola dari Oon.

"Kenalan dululah Li sama teman-teman gue"

Detik berikutnya aku melihat sebuah tangan terulur kearah ku. Siang itu dibawah megahnya sinar matahari untuk pertama kali aku melihat senyum tulus seseorang untukku bukan senyum meremehkan yang selalu ku lihat dari keluarga ataupun teman sebayaku, senyuman yang membuat orang lain ikut tersenyum karena melihatnya. Dengan bahagia aku menyambut tangan itu memperkenalkan namaku juga.

"Jaya" katanya dengan senyum yang masih di wajahnya

"Ali" Jawabku singkat.

Seketika aku mendengar tawa yang keras bukan dari Jaya ataupun Oon tapi dari kedua teman mereka yang lain. Inilah yang aku sangat tidak sukai ketika aku memperkenalkan diri. Mereka akan menertawakan namaku yang memang sangat lelaki itu.

"Alicia sebenarnya sih" Kini tidak hanya dua teman Jaya itu yang tertawa namun Jaya dan Oon ikut tertawa. Aku merasa seperti orang bodoh. Tiba-tiba Jaya langsung menarik tanganku dan merangkul bahuku, aku mendongak karena tinggi badanku yang hanya sebahu darinya. Disela tawanya dia berkata

"Udah berhenti tawanya, bagus kok nama lo" Katanya tersenyum menatapku "Mulai hari ini Ali jadi teman kita, sungkem sama dia lo berdua"

"Hello Ali Gue Brandon, tulisannya B-R-A-N-D-O-N tapi bacanya bren-den ada aksen E-nya gitu ok" Katanya dengan mata yang dikedipkan

"Alah sok bule lu, panggil dia Benden. Gue Bari"

Aku tersenyum kemudian mengangguk memperkenalkan diri lagi. Ternyata mereka berdua tak seburuk yang ku bayangkan dan ada satu yang senangi disini bahwa Jaya cukup peka dengan perubahan ekspresi wajahku tadi. Eum, tapi ngomong-ngomong itu tangan kenapa masih betah aja di bahuku?

Tidak lama dari perkenalan itu Ana datang ke rumahku menyusul Jaya dan teman-temannya. Aku mengerti sekarang mereka sebenarnya berniat datang ke rumah Ana. Tapi malah tak sengaja mampir ke rumahku karena tertarik melihatku yang bermain basket tadi. Tak terasa kami menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya karena asyik bercerita. Tak bosannya aku mengatakan bahwa aku bahagia hari ini karena teman-teman baruku ini. Rasanya sebagian kekosongan dalam hati sedikit demi sedikit terisi.

▪▫▪▫▪

(2nd file ended)

hai, gimana tanggapan kalian soal kisah ini? si Ali emang banyak cerita sih, anw ternyata dia memang udah tertarik sama gue dari awal ketemu WKWK gengsi aja tuh anak sok-sokan kesel tapi ternyata mau muahaha. Ini masih bab awal jadi yaa baru perkenalan tapi semoga kalian suka yaaak.

Oh iya.. i hope you guys are well, staying safe and healthy, wear your mask! okay beb😘

Salam gue Jaya, a handsome man with a charming personality

Salam gue Jaya, a handsome man with a charming personality

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sunday, 09 August 2020 (28/07/20210

Bekas LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang