Sepasang manusia yang sibuk dengan kegiatan masing-masing itu nampak duduk tenang tanpa merasa tergganggu dengan kebisingan yang ada di sekitar mereka.
Nia yang sibuk dengan ponselnya begitu pula dengan Riyan. Tidak ada dari mereka yang ingin memulai pembicaraan terlebih dahulu.
Nia dengan pikiran ingin bertanya apa dan Riyan gengsi ingin memulai pembicaraan.
"Ehm, saya mau sholat, kamu ikut?" Tanya Riyan yang sudah bersiap berdiri.
"Enggak Nia lagi dapet, mas," ucap Nia menolak.
"Saya tinggal bentar," Riyan berucap lalu melangkah pergi.
Akhirnya....batin Nia
Nia bernapas lega, gadis itu benar-benar merasakan atmosfer yang berbeda di sekitarnya.
Sebenarnya Riyan bukanlah pria dingin tidak tersentuh bahkan tidak pelit kata buktinya saat Nia bertanya pria itu selalu menjawab dengan kalimat panjang.
Hanya sedikit kaku saja atau gengsi sehingga Riyan tidak pernah bertanya atau mau memulai pembicaraan terlebih dahulu, itu pikir Nia.
Sibuk dengan pemikirannya, akhirnya makanan datang bersamaan dengan Riyan datang dan kembali duduk.
Lalu mereka menyantap makanan itu, Nia tidak munafik makanan di sini benar-benar enak dan sangat menggugah selera.
Saat asik menyantap makanan Riyan memulai pembicaraan.
"Kamu masih punya waktu untuk berpikir,"
Nia mendongkak menatap Riyan bingung, kemana arah pembicaraannya.
"Megenai lamaran ini,kamu bisa menolaknya jika kamu ingin,"
"Emm..Nia belum memikirkan tentang itu,"ucap Nia.
"Mas Nia boleh tanya?"lanjut Nia.
"Ini memang kesempatan kamu untuk bertanya sebelum kamu mengambil keputusan,"
Kini Riyan dan Rania tegah serius dalam pembicaraan ini.
"Alasan mas Riyan terima pernikahan ini apa?"
"Saya akan jujur sama kamu, kalau kamu tanya kenapa saya mau terima pernikahan ini jawabannya karena orang tua saya,"
"Saya tidak punya alasan untuk menolak keinginan mereka,"lanjut Riyan lagi.
"Berarti mas Riyan belum siap untuk menikah?"
"Dari mana kamu ambil kesimpulan bahwa saya belum siap untuk menikah?" Tanya Riyan dingin
Nia yang mendengar nada suara Riyan hanya bisa menundukkan kepalanya, dia sudah salah bicara.
"Ketika saya mengambil keputusan, berarti saya sudah mempertimbangkannya dengan baik. Dan saya akan bertanggung jawab atas apa yang sudah saya putuskan," lanjut Riyan dengan suara yang kembali lembut.
"Maaf mas," cicit Nia.
"Saya tau kamu masih ragu, tapi saya mau kamu dengar ini," ucap Riyan lalu ia mengambil nafas dan kembali berbicara.
"Saya menikah baik dengan gadis pilihan saya maupun orang tua saya, saya tidak akan membuatnya seperti permainan, atau bahkan untuk bercerai,"
"Karena pernikahan itu sakral dan saya hanya akan melakukannya sekali seumur hidup saya,"
"Jadi jika kamu bersedia untuk menjadi istri saya sekaligus ibu untuk anak-anak saya kelak, saya harap kamu juga memiliki pemikiran seperti saya,"
Wajah Nia bersemu merah saat mendengar kata istri dan juga anak-anak. Gadis itu belum berpikir sejauh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
R.R Couple
General FictionPernikahan tidak selancar air mengalir, tidak pula semulus jalan tol. Dalam pernikahan pasti ada hambatan dan rintangan, tinggal bagiman setiap pasangan menghadapinya. Begitu pula dengan Riyan dan Raniya, mulai dari pertengkarang kecil, hingga masal...