11

5.2K 777 35
                                    

"Haru-kun, Saeki-chan." Wanita paruhbaya dengan sebagian rambut yang sudah memutih tersenyum kecil pada dua orang yang sangat dikenalinya. Mendengar sapaan hangat yang sudah mereka hapal, Haru dan Saeki segera mendekati mama yang masih terbaring lemah diatas ranjang ruang rawat inapnya. Semalaman, Haru dan Saeki tidak tidur sama sekali. Mereka digerogoti oleh perasaan cemas yang luar biasa, hingga rasanya untuk menutup matapun sulit. Keduanya terus bertanya-tanya kapan mama akan sadar? Dan ketika pagi ini mama sudah membuka mata, kelegaan membajiri mereka berdua.

"Mama? Ada yang sakit?" Tanya Haru, meraih tangan mama yang lemas dan terlihat lebih kurus dari yang terakhir diingatnya.

"Tidak, kalian yang membawa mama kesini? Ayo pulang saja. Bagaimana dengan anak lainnya? Mama juga tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit." Ada setitik rasa pilu diwajah keriput mama yang masih cantik, bahkan dalam kondisi seperti inipun mama masih mengkhawatirkan kondisi anak-anak panti dan biaya rumah sakit.

Saeki tersenyum kecil berusaha menenangkan mama. "Tidak apa-apa, ada yang menjaga anak-anak. Urusan biaya mama tidak perlu memikirkannya."

"Bagaimana bisa? Jangan bilang kalian yang akan membayarnya? Tidak Haru-kun, Saeki-chan kalian sudah banyak membantu panti dan lebih baik uang kalian untuk diri kalian sendiri. Kota Tokyo itu kejam."

"Ssh! Terpenting mama sekarang sembuh terlebih dahulu, mengerti?" Haru mengenggam tangan mamanya semakin erat.

Mama menerawang langit-langit rumah sakit yang tampak bersih dan cerah. Didalam kepalanya banyak hal yang membuatnya sampai jatuh sakit. "Sebenarnya, mama punya rumah besar disebuah pedesaan. Mama ingin memindahkan panti ke desa itu, tapi mama rasa waktunya tidak akan cukup." Dengan lembut mama membelai kepala dua anak panti yang sudah dibesarkannya, senyum haru menghiasi wajah mama. Ia merasa bangga karena Haru serta Saeki bisa hidup dengan baik hingga saat ini.

"Apa yang mama katakan?" Tanya Saeki.

"Jika mama meninggal, tolong pindahkan panti kepedesaan dan uruslah."

Haru dan Saeki terpenjat, mereka menggeleng menolak ucapan mama. "Mama pasti sembuh, nanti kita akan pindah bersama-sama ya?" Haru tersenyum kecil.

Mama mengangguk, meski ia tidak yakin. Dengan tubuh seperti ini memang berapa lama lagi dirinya bisa hidup? Tapi setidaknya ia merasa lega karena sudah mengatakan hal yang seharusnya dikatakan.

.
.
Haru membuka pintu ruang rawat mama dengan senyum yang mengembang dibibir merah muda pucatnya, ia sudah menyelesaikan biaya administrasi setelah menguras seluruh tabungannya dan Saeki. Kondisi mama sudah bisa dikatakan baik, mama akan pulang keesokan harinya dan itu membuat Haru benar-benar lega.

"Mama!" Haru menyapa mama yang sedang duduk dan menyisir rambut hitamnya yang tidak sepenuhnya hitam lagi karena uban, mama menoleh dan tertawa kecil menyambut Haru. Pemuda berambut abu-abu sebahu itu meletakkan seplastik buah apel segar diatas meja, ia menawarkan diri untuk menyisir dan mengikatkan rambut mama.

"Dimana Saeki?" Tanya mama.

Haru dengan lembut menyisir rambut mama. "Di panti, dia pusing mengurus anak-anak yang ingin mengunjungi mama."

"Mereka itu memang!" Mama menggeleng kecil, ia sudah sangat merindukan anak-anak yang diasuhnya itu. "Haru-kun, apa kau sudah membayar biaya administrasi? Mama punya sedikit tabungan kau bisa menggunakannya."

"Aku sudah membayarnya, tabungan milik mama disimpan saja. Jangan cemaskan apapun."

"Kau pasti menggunakan seluruh uangmu kan? Kau harus menabung juga Haru mana tahu kau menemukan gadis yang bisa kau nikahi." Canda mama, Haru mendadak gugup. Didalam kepalanya malah melintas bayangan Daisuke dalam balutan busana pernikahan tradisional Jepang yang membuat ketampanannya meningkat drastis, wajah Haru sontak memerah dan menggeleng berulangkali. Kenapa Daisuke yang muncul?! Mana gadis cantiknya?! Jerit Haru frustasi.

A Bite At The Cherry [Daisuke x Haru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang