Belanja ke Pasar

1.7K 250 55
                                    

Setelah dua hari memulihkan diri, Jihyo sudah sehat sepenuhnya. Pagi ini Jihyo bangun duluan lalu membersihkan diri dan turun ke bawah. Sementara Tzuyu ketika membuka mata melihat di sebelahnya tidak ada Jihyo langsung bangun, membersihkan diri, dan turun ke bawah juga.

"Pagi" sapa Jihyo dengan senyum manis. Dibadannya sudah menempel jaket, tanda bahwa ia akan keluar.

"Pagi juga. Mau kemana?" Tanya Tzuyu seraya mengucek matanya yang belum sepenuhnya terbuka.

"Mau ikut bude ratih ke pasar. Kamu ikut juga yuk!" Ajak Jihyo.

"Boleh juga tuh, sebentar gue ngambil jaket"

"Oke"

****

Tzuyu POV

Selama delapan belas tahun aku hidup, baru kali ini aku ke pasar. Bukan lebay, tapi memang begitu adanya. Jujur saja aku tidak seberapa nyaman karena ini sangat pengap dan bau.

Ada ayam, dari yang masih hidup maupun sudah mati, ada daging sapi yang digantung-gantung di sebuah besi, dan ada pedagang sayur-sayuran yang tomatnya jatuh lalu terinjak-injak orang lewat. Tanah tempatku berpijak sungguh becek. Ini kenapa gini sih?

Aku pusing. Selama perjalanan aku hanya mengikuti Jihyo dari belakang, sementara Bude Ratih di depan Jihyo. Jihyo tampak lihai dan tidak terganggu sama sekali dengan keadaan pasar yang sumpek, bau, dan pengap ini. Apalagi bude Ratih. Mereka berdusel-dusel di antara banyak orang. Aku yang mengikuti kewalahan sendiri.

Kami beberapa kali berhenti dan bude Ratih membeli apa yang ia perlukan. Aku dan Jihyo membantu bude ratih membawakan belanjaan yang sudah di beli. Tangan kami berdua sampai penuh dengan kantung-kantung plastik kecil.

Ketika bude Ratih memilih untuk membeli ayam hidup dan meminta untuk disembelihkan sekalian, Jihyo menoleh ke arahku. Ia tersenyum ketika melihat wajahku yang sepertinya sudah kusut dan kumel ini. Belum lagi aku membawa banyak kantung plastik di tangan. Pasti mirip gembel. Gembel cantik maksudnya.

"Capek ya?" Tanya Jihyo. Aku menggeleng dengan antusias. Tak mau terlihat bahwa aku tidak nyaman.

"Sebentar" ucapnya lalu menoleh ke kanan dan ke kiri "Dek dek, sini"

Seorang anak perempuan yang membawa banyak kantung kresek besar berwarna merah menghampiri kami. Kulitnya coklat dan rambutnya sedikit merah. Kakinya tidak dilindungi sendal. Bajunya tampak lusuh. Aku iba melihat penampilannya. Daritadi kulihat memang ada banyak anak kecil yang seumuran dengannya dan berkeliaran membawa-bawa kantung kresek besar berwarna merah seperti ini.

"Berapaan kreseknya?" Tanya Jihyo pada anak itu.

"Seribu mbak" jawabnya

"Aku mau dua ya" ucap Jihyo. Anak itu segera membuka sebuah kantung kresek besar dan membantu Jihyo untuk meletakkan belanjaan yang ia bawa ke dalam sana. Begitu juga denganku, tetapi dengan kantung kresek yang lain. Oh jadi anak-anak ini menjual kantung kresek besar agar memudahkan orang-orang ya? Aku baru paham. Kasihan juga ya. Orang tuanya ke mana ngomong-ngomong?

"Ini, makasih ya" Jihyo memberikan selembar uang dua puluh ribu. Anak itu menerima dan langsung merogoh saku celananya.

"Eh nggak usah, kembaliannya buat kamu jajan aja" ucap Jihyo. Anak itu langsung tersenyum lebar.

"Makasih banyak mbak" balasnya sopan, lalu berlari dan menjauh dari kami. Hatiku damai sekali melihat kebaikan Jihyo dan wajah bahagia anak itu.

"Sekarang jadi lebih enak kan?" Tanya Jihyo. Aku mengangguk seraya tersenyum. Tak lama ayam yang bude Ratih pesan sudah selesai. Kami kembali melanjutkan perjalanan.

My Dearest Cousin (Jitzu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang