EPILOG

67 81 0
                                    

"Kutekadkan langkah kaki untuk menempuh jalan bernama kesabaran demi berjumpa lagi denganmu."

—Untukmu, dari hatiku

"Anda memiliki jadwal janji makan siang hari ini, Pak."

Aku mengangguk pelan dan segera meraih jas yang tergantung rapi. Sekretarisku membawakan segelas teh hangat lantas menaruhnya di atas meja.

"Terima kasih," ucapku singkat. "Siapa yang mengajakku makan siang kali ini?" tanyaku sambil menyesap nikmat teh hangat.

"Jurgen Stock, beliau adalah pejabat eksekutif Interpol yang baru saja tiba di Bandara Fatmawati pagi tadi. Saya menerima email dari beliau yang menginginkan restoran rekomendasi anda sebagai tempat makan siang dengannya."

"Pejabat itu lagi?" Aku menaikkan sebelah alisku. "Kalau begitu, Resto Huang Seafood yang menjadi pilihanku. Pesankan VIP Room yang letaknya menghadap pantai. Jika memungkinkan, pilih tempat yang berada di bagian kanan restoran."

Sekretarisku segera membuka iPad-nya dan mengurus janji makan siang dengan pejabat eksekutif itu. Gesit sekali tangannya bekerja, tak sampai satu menit tugas yang kuberikan barusan sudah tuntas.

"VIP Room bagian kanan Resto Huang Seafood sudah dipesan, Pak. Menurut hemat saya, anda diharuskan berangkat sekitar sepuluh menit lagi untuk sampai ke sana tepat waktu."

"Tidak. Ada baiknya kalau kita yang menunggu pejabat itu datang. Berangkat sekarang saja."

"Baiklah, Pak. Saya akan turun ke bawah sebentar untuk menyiapkan sopir pribadi anda beserta mobilnya."

"Tak perlu. Bilang padanya untuk pulang lebih awal. Aku mendapat kabar kalau istrinya baru saja melahirkan. Jadi, aku akan mengemudi sendiri."

"Baiklah, Pak. Akan saya beritahu sopir pribadi anda melalui telepon nanti."

"Good."

Kami masuk ke dalam mobil kedinasan dan segera berangkat ke Resto Huang Family. Aku menghela napas tertahan. Sekretarisku yang sibuk dengan buku catatannya berhenti sejenak dan menatapku lamat-lamat.

"Anda baik-baik saja? Restoran itu milik keluarga kekasih anda, kan?"

Aku menjawab pertanyaan sekretarisku dengan senyuman kecil. Jujur, mana mungkin aku sedang baik-baik saja. Datang ke tempat yang memiliki kenangan bersamanya justru akan membuatku semakin terluka. Melupakan Imelda adalah sebuah kemustahilan, sangat sukar dilakukan. Karena itulah aku memutuskan untuk mengunjungi tempat yang menjadi panggung sandiwara pertama kami. Aku ingin mengingatnya kembali. Aku mau mengenangnya lagi.

Apakah meja nomor tiga belas masih ada? Saat kami bersua di malam hari dan Imelda yang memanggil namaku dengan lembut lantas meminta bantuan untuk beradu peran dengannya. Aku jadi teringat dengan tamparan keras di pipiku waktu itu. Gelas dan mangkuk kaca pecah berserakan di lantai lalu aku mengganti kerugiannya. Imelda yang menangis tersedu-sedu memohon agar aku membantunya. Itu semua takkan pernah bisa kulupakan. Unforgetable! Aku yang tak sabar untuk mengunjungi restoran itu segera menekan pedal gas lebih dalam dan menambah kecepatan mobil. Setidaknya jika aku lebih cepat datang ke sana, mungkin bisa memiliki sedikit waktu senggang dan mengingat sejenak kenanganku bersama Imelda sebelum makan siang bersama Jurgen Stock.

Beginilah kinerjaku sehari-hari sekarang. Pertemuan demi pertemuan yang melelahkan sejak insiden di pulau Tikus beberapa hari yang lalu. Banyak sekali jadwal pertemuan yang harus kuhadiri sekarang. Mulai dari pertemuan dengan Presiden, Gubernur, pejabat-pejabat kepolisian dan kemiliteran. Pejabat eksekutif Interpol yang bernama Jurgen Stock itu pun sudah tiga kali melakukan pertemuan denganku. Konferensi Pers yang dikunjungi banyak wartawan pun seringkali menguras habis energiku. Tak kusangka berita kekalahan The Descrilosion langsung menyebar cepat ke seluruh penjuru dunia.

Konsonan Cinta yang Hilang Vokalnya ✔ (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang