MOS

2 1 0
                                    


"Bunda Gani pulang!" ucap gue sambil buka sepatu. Meleng ke kiri gue mendapati sepasang sendal ungu bermotif bunga-bunga ngadep ke arah yang berlawanan dengan sendal lain.

"Bunda Tante Anna kesini bukan?" gue lari ke arah ruang tamu. Sesuai dugaan Tante Anna lagi duduk cantik di sofa, baru neguk air teh. Gue mencium tangan Tante terus mata gue meleng sibuk nyari kresek asing.

Muka Tante gue kebingungan, "Kenapa Gan?"

"Engga kenapa-kenapa Tante." Huh Tante nggak peka.

"Nyari oleh-oleh ya...." Gue ngangguk antusias, "Tuh ada di meja dapur."

Gue lari ke dapur lalu menemukan si Geblyn lagi asyik makan keripik sendirian. Gue marahin dia gara-gara cuma nyuguhin teh doang ke Tante. Bukannya ngerasa bersalah si Geblyn malah balik marahin gue. Emang ya di rumah ini aturannya Bunda dan para Kakak selalu benar. Udah males gue lama-lama di dapur. Gue colong aja piring keripik yang ada di tangan dia, lalu pergi ke ruang tamu. Geblyn nggak ngejar gue karena ada Tante. Sok baik dia mah kalau ke orang lain. Udah kebaca.

"Tante ini...." Gue menyondorkan piring keripik. Tante hanya tersenyum. Auranya keibuan sekali. Padahal sebelum hamil style tante metrapolitan banget berbanding terbalik dengan gaya berpakaiannya saat ini, baju longgar dengan rambut dikuncir kuda. Bener kata Bunda, 'Sekerennya gaya perempuan waktu belum punya anak tetep aja ada kalanya dia nggak akan peduli sama penampilannya karena harus ngurus anak, suami, rumah dan kerjaan.'

"Tante kok sendirian di sini Om sama Bunda mana?"

"Om kamu lagi nggak bisa ikut ke sini kalau Bunda kamu lagi ke luar sebentar katanya ada belanjaan yang ketinggalan di warung." Gue tepok jidat.

"Hari ini kamu baru mulai masuk SMA kan Gan?"

"Iya Tante lagi MPLS."

"Apa itu MPLS?"

"Sejenis MOS lah cuma beda istilah. Biasa Tante di Indonesia mah banyak istilah EYD jadi PUEBI, aku dan si dia jadi kita."

"Hahahhha, bisa aja kamu Gan. Tapi Tante jadi keinget MOS waktu dulu. Tante ini kakak kelas kamu lho!"

Gue baru tahu Tante alumni sekolah gue.

"Dulu pas zaman Tante MOS ribet banget nggak kayak yang sekarang. Dulu kakak-kakak panitia nyuruh angkatan Tante yang cewek buat ngepang rambut kita sebanyak tanggal lahir. Pas denger itu si Dian stres berat. Tante nggak ngerti kenapa dia stres berat, baru besoknya Tante tahu. Ternyata Dian salah kaprah, dia ngiket rambutnya sebanyak tiga puluh satu iketan terus setiap iketannya dikepang. Hahahha."

"Hahahaha"

"Tante masih punya lho fotonya. Mau lihat nggak?"

"Mau Tan," gue pindah ke sebelah Tante. Pelan-pelan tanpa melepas tawa Tante mengusap layar handphone dengan ibu jarinya. Ada foto Tante Dian berkepang tiga puluh satu dengan wajah kesal di sana. Kalau boleh di kirim ke handphone gue udah gue bikin jadi meme tulisannya, 'Cowok bangsat dilarang mendekat!' Nggak cuma foto Tante Dian zaman MOS doang tapi juga foto-foto temen satu kelompoknya. Semuanya dipotret dari angle yang buruk khas potretan siswi amatiran yang curi-curi foto buat diposting ke medsos pas si objek ulang tahun. Posenya macem-macem ada cowok berkalung jengkol sedang goyang bebek, cewek berok rombean tali rapia kuning membusungan badan ke samping, cowok kepleset dengan mulut kemakan salah satu pete yang dikalungin, macem-macemlah. Tapi dari semua koleksi foto itu tak ada satupun wajah Tante terpampang di sana.

"Tan, temen-temen Tante nggak marah difotoin kayak gitu? Apalagi Tante Dian." Tanya gue kepo. Soalnya gue lumayan kenal sama sobat Tante yang bernama Dian.

Tante ngegeleng, "Nggak akan marah soalnya tante nggak kasih tahu. Tante fotoin mereka sembunyi-sembunyi hihi."

"Jangan bilang-bilang ke Anna ya." Gue ngangguk.

***

Besoknya hari Mos kedua gue berlangsung. Pulangnya gue ngeliat seorang guru dengan wajah yang sangat mirip dengan Tante Dian.

"Tante Dian." Kaget gue melihat wajah itu dari jarak dekat.

"Gani kamu sekolah di sini?" Gue mencium tangan Tante Dian. Nggak nyangka Tante Dian ternyata ngajar di sini."

"Hei apa kabar?" Tante Dian menahan diri buat nggak meluk gue. Ini masih lingkungan sekolah. Beda cerita kalau kita ketemu di tempat lain. Walaupun Tante Dian cuma sobat Tante Anna dia udah gue anggap kayak Tante gue sendiri. Dia juga ngganggep gue kayak keponakannya. Maklum udah kenal gue dari gue masih SD.

"Baik Tante."

Beres sapa-tanya-kabar Tante Dian traktir gue makan bakso. Baik banget emang udah gitu gue dikenalin sebagai keponakannya ke Abang bakso. Katanya biar kalau lain kali gue mau beli di sini baksonya bakal dibanyakin.

Kita cerita banyak hal termasuk juga masa MOS angkatan Tante. Selama diceritain gue sama sekali nggak nyinggung soal foto ajaib yang gue lihat dari Tante Anna kemarin.

"Kamu tahu nggak Gan si Anna dulu pas MOS kayak apa?" gue ngegeleng karena kemarin cerita MOS kemarin sama sekali nggak nyeritain tentang Tante gue.

"Si Anna tuh dulu pas MOS hari pertama nangis gara-gara nggak tahan bau kalung jengkolnya. Udah gitu dia jatuh ke lumpur gara-gara keinjek roknya sendiri hahhhha."

"Masa sih Tante. Tante Anna nggak pernah cerita lho."

"Kamu mau lihat fotonya nggak? Tante paparaziin dia." Gue kaget, tapi ngagguk. Setelah itu Tante Dian nunjukin foto-foto Tante gue yang lagi buluk.

"Jangan bilang-bilang ke Anna ya." Gue ngangguk.

Cia. Emang ya orang maunya kelihatan baik di depan orang lain. Sebenernya mulut gue gatel mau ngasih tahu soal foto kemarin. Tapi ogah ah. Gue mah nggak cuwih. Rahasia kedua sobat ini aman di gue.


*****

Jangan lupa vote ya! Kalau ada kritik, saran, kesan, dan pesan bisa tulis di kolom komentar.

5G [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang