Kalau Kak Ginastri orangnya nggak ada malu-malunya Kak Ginala kebalikannya.
Dulu waktu gue masih kelas empat SD, gue yang belum kebagian pelajaran IPA tentang puberetas pernah mengalami nasib sial. Kak Ginala mengalami menstruasi untuk pertama kalinya di kelas satu SMP. Hari itu nggak ada penghuni lain di rumah selain kita berdua. So karena Kak Ginala lagi 'Banjir-banjirnya,' gue disuruh dia ke warung buat beli pembalut. Gue yang saat itu syok nggak sengaja liat noda darah tercetak di celana bagian belakang Kakak, gue panik. Waktu itu dipikiran gue, gue harus bawa Kak Ginala ke rumah sakit. Takut Kak Ginala mau dijemput ajal. Bocah banget gue. Tapi bukannya ke rumah sakit gue malah dikasih uang dua ribu rupiah buat beli pembalut yang nggak gue tahu bentuknya kayak gimana.
Gue lari-lari macem anak kecil dikejar setan ke warung.
"Bu Bu beli!" Teriak gue. Apesnya yang keluar malah si Jono temen sekelas gue alias anaknya ibu pemilik warung.
"Eh Gani. Mau beli, apa ngajak main layangan?"
Main layangan apaan..., kode biru nih, "Ibu kamu jualan pembalut?" tanya gue dulu, masih pakai aku-kamu.
Jono menekuk mukanya, "Pembalut itu apa?" tanyanya balik.
"Nggak tahu Jon. Aku disuruh Kak Ginala beli itu ke sini. Katanya ada." Ucap gue masih pakai aku-kamu.
Si Jono kagak tahu terus nanya ke gue bungkus pembalut itu mereknya apa? Ya gue juga nggak tahu. Si Jono manggil Abangya.
Abangnya datang lalu menguarkan bau khas keringat cowok SMP. Dia nanya, "Pembalut itu bisa digoreng nggak?" gue jawab nggak tahu. Karena itu gue disuruh balik lagi ke rumah buat nanya ke Kakak.
Nyampe rumah, Kak Ginala bilang pembalut itu bukan buat digoreng.
Gue balik lagi ke warung. "Nggak Bang. Kata Kakak pembalut itu nggak bisa digoreng."
"Bisa dimakan nggak?" gue jawab nggak tahu terus balik lagi ke rumah.
Kak Ginala kesel banget. Dia bilang pembalut itu nggak bisa dimakan. Terus gue nanya pembalut itu emang gunanya buat apa. Dia cuma bilang, "Pokoknya buat itu! Awas lo balik lagi ke sini nggak bawa pembalut!"
Diancem gue, sadis, dikatain ngerjain dia juga pula. Padahal sumpah, siapa coba yang mau bolak balik dua ratus meter buat ngerjain dia doang?
So gue lari lagi ke warung. Dipikiran gue saat itu, 'Cobaan apa ini ya Tuhan.' Tapi nggak apalah daripada Kak Ginala tiba-tiba meninggal.
Sesampainya gue di warung, gue bilang pembalut itu nggak bisa digoreng.
Abangnya Jeno menyerah, "Yah kalau gitu juga gue nggak tahu, Dek. Mending kita tunggu ibu gue pulang."
Beberapa menit kemudian orang yang kami bertiga tunggu datang. Jeno lancar menjelaskan keadaan gue ke ibunya.
"Gani mau beli pembalutnya berapa?" Gue ngegeleng sambil nyerahin selembar uang dua ribuan. Mungkin karena ibunya Jeno kasihan ngeliat tampang gue yang ngenes, beliau ngasih empat bungkus pembalut sasetan. Dengan ramah beliau juga ngejelasin ke kami bertiga kegunaan pembalut dengan kalimat yang mudah dimengerti.
"Kalau kalian mau tahu lebih banyak tanya ke guru kalian saja ya. Nanti kalau sudah SMP di sekolah dijelaskan tentang puberetas. Kamu udah belajar materi itu belum Rio?" tanya ibunya Jeno ke abangnya Jono. Bang Rio menggeleng.
"Nanti juga suatu saat kalian akan ngerti." Gue berterimakasih habis itu pamit pulang.
Sampai rumah Kakak gue ngerampas pembalut di tangan gue sambil ngatain gue, "Lo nggak malu apa bawa ini nggak pakai keresek? Harusnya lo malu." Gue yang nggak ngerti cuma bisa geleng-geleng.
Besoknya waktu Bunda pulang dari warung bunda ketawa-ketawa karena ibu-ibu sekitar ngomongin kejadian gue lari-larian kayak orang kesurupan kemarin.
Pas Kak Ginala pulang. Beres lepas sepatu dia nyamber sapu terus ngejar gue. Katanya di sekolah dia diledekin sama satu kelas gara-gara Rio. Mana gue tahu Bang Rio sekelas sama dia. Karena Kak Ginala nggak berhasil nangkep gue, dia nangis. Sempet berhenti tapi dilanjutin gara-gara Bunda ceritain kalau para tetangga udah tahu Kak Ginala menstruasi kemarin.
Sekarang setelah belajar materi puberetas akhirnya gue paham.
Kejamnya meski gue udah ngerti, si kembar Ginastri dan Ginala jadi sering maksa gue beliin pembalut buat mereka kalau lagi datang bulan.
Erghhh. harusnya waktu itu gue gotong aja Kak Ginala ke rumah sakit.
*****
Gimana guys? Ada kritik dan saran? Yuk tulis di kolom komentar. Supaya aku bisa improve tulisanku menjadi lebih baik.
Kalau suka jangan lupa vote ya!

KAMU SEDANG MEMBACA
5G [On Going]
HumorNama gue Gani, anak paling kecil di keluarga gue. Kalau diibaratin taneman tebu gue cuma jadi sepahnya doang, sisa-sisa. Aih. Gue punya kakak-kakak super cantik dan ganteng tapi gue nggak termasuk. Walaupun mereka orang yang berbeda mereka punya sat...