BAB 1

1.5K 127 52
                                    

Disiram dengan jus jeruk kecut di hadapan banyak orang oleh Choi Shira memang bukan sesuatu yang pernah Kim Namjoon sangka akan terjadi hari ini. Cincin amethyst yang sejatinya akan disematkan di jari manis Shira pun dihempaskan gadis itu tanpa ragu. Namjoon tidak pernah mengerti di mana letak kesalahannya dalam mencintai seorang Shira hingga harus mengalami patah hati selama belasan tahun lamanya. Shira memang sulit diraihnya sejak dulu.

"Apa kau sudah gila, Namjoon?" ucap Shira dengan raut wajah meremehkan.

Namjoon memang hampir gila. Ia sudah kehabisan cara untuk memperjuangkan Shira. Penolakan semacam ini sebenarnya bukanlah hal yang dapat menghentikan Namjoon begitu saja dalam usahanya demi mendapatkan Shira. Namun, yang Namjoon sesalkan adalah, di antara banyak saksi mata yang melihat, penolakan ini harus disaksikan oleh ayahnya sendiri. Tentu saja, setelah ini perjuangannya akan semakin sulit.

Dan bagian terburuknya, ketika Namjoon harus turut menyaksikan gadis yang ia cintai sekian lama—berlari menuju pria lain serta menggamitnya dengan mesra. Pria yang sekalipun tak pernah Namjoon ketahui posisi dan andilnya dalam kehidupan Shira selama ini, kendati menguntit kehidupan Shira sudah menjadi rutinitas baginya.

"Kalau pun harus menikah, aku akan menikahi pacarku!"

Shira memandang pria yang ia sebut kekasihnya dengan penuh cinta. Sedangkan Namjoon yang tertolak di ujung sana hanya bisa menatap nanar pada dua sejoli yang sedang kompak mempermalukannya di tengah-tengah acara. Mungkin, ini benar-benar akhir dari kisah perjuangan Namjoon untuk mendapatkan gadis impiannya. Lantas, Namjoon berbalik arah dan segera angkat kaki bersama ayahnya dari kediaman gadis yang telah ia cinta selama hampir separuh usianya.

***

Berada dalam situasi ramai dalam suasana pesta meski ini tak lain adalah acara ulang tahun Panache—perusahaan majalah fashion yang ia rintis sendiri, tak cukup membuat Choi Shira kehilangan rasa panik. Banyak pria bertebaran layaknya lalat di dalam gedung ini menyebabkan feromon dari tiap makhluk itu kadang masih saja sukses membuat Shira merasa mual dan berkeringat dingin. Antidepresan yang ia tenggak sebelum menampakkan batang hidungnya di depan tamu undangan belum mengeluarkan reaksinya.

Menderita androfobia tak semudah itu. Shira cukup lihai menyembunyikan ketidaksempurnaannya, bahkan bertingkah selayaknya gadis normal di hadapan khalayak ramai. Ini kutukan sekaligus aib yang memalukan untuk diketahui orang lain, sebab gadis ini begitu dipuja-puja di luar sana. Cerdas, cantik, dan kaya raya. Paket lengkap untuk seorang wanita dan tiket terbaik untuk memperoleh pria idaman di usia yang sudah memasuki kepala tiga. Femme fatale telah menjadi julukannya, meski itu terdengar menggelikan. Bagaimana bisa kecacatan ini terbungkus oleh gelar bodoh yang disematkan oleh tiap pria yang gagal memacarinya?

Ah, biarkanlah ketidaksempurnaan itu termanipulasi. Ini jauh lebih baik dibanding penilaian yang sesuai dengan fakta sebenarnya. Maka dari itu, membaur adalah jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk terlihat normal. Gadis bergaun hitam yang membungkus tubuh hingga setinggi leher itu mulai menerbitkan senyum paksa untuk tiap-tiap mata yang memandang. Ia tidak suka pesta, pun keramaian. Tetapi inilah cara agar dapat bertahan di dunia bisnis yang ia geluti.

"Cantik." Vokal berat yang familier itu tertangkap rungu Shira, membuatnya menoleh seraya mendengus. "Meski dengan gaun tertutup dan warna yang suram untuk sebuah pesta ulang tahun perusahaan, kau selalu tampak cantik bagiku."

Wajah pria yang tak pernah bosan membuntuti Shira itu muncul tiba-tiba di tengah acara, bahkan begitu lancang meraih jemarinya. Lantas, Shira menepis jemari pria itu. Shira selalu menghindari kontak fisik dengan pria yang menaruh perhatian padanya.

"Ya, ampun. Kau masih saja galak seperti dulu?" Namjoon terkekeh lucu.

Boleh tidak, sih, aku memukulnya?

Psychomachy - AilizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang