-04-

20 14 2
                                    

Author Pov

Theo, Ayah Bagas membuka layar iPad nya. Angka demi angka banyak tertera disana. Perusahaan nya bukanlah satu-satunya yang besar. Tetapi memiliki perkembangan nilai yang baik.

Dengan segelas kopi hitam pahit kesukaan Theo, netranya begitu santai menghadapi situasi yang semakin tidak stabil di saat seperti ini.

Ia memikirkan bagaimana bisa terus bekerja sama dengan perusahaan yang baik, melalui hubungan kekerabatan kepada mereka dari keluarga nya sendiri.

Anaknya sudah cukup dewasa untuk bisa memahami apa yang Ayah nya mau. Ina menghampiri Theo dengan beberapa kue kering di nampan.

"Kenapa?" tanya Ina heran.

Theo menggenggam lembut tangan istri tercinta nya itu, pandangannya sendu sesendu rembulan.

Lalu menatap kembali layar alat itu, "Aku hanya khawatir, apakah Bagas akan sanggup menjalani ini?"

"Dia akan berusaha semampunya, kita tidak bisa memaksakan kehendak nya. Jika tidak ingin, kita akan menunggu Bima."

Theo hanya mengangguk kan kepala nya tanda setuju. Ia sangat paham dengan anak pertama nya itu. Walaupun perawakan nya dewasa, manusia tidak bisa menebak isi hati seseorang, bukan?

Theo merahasiakan sesuatu dari istrinya, ia tak ingin Ina tahu. Seorang pengusaha properti ingin menjalin kerjasama dengan perusahaan Theo.

Deav's Company. Rival yang sesungguhnya berasal dari sana. Pengalaman masa lalu di keluarga Theo membuat hubungan mereka semakin rumit. Kesempatan untuk menerima Deav's Company juga masih fifty-fifty menurutnya.

Theo sedang libur hari ini, ia yakin bawahannya akan menggantikannya sejenak dengan baik. Laporan demi laporan senantiasa dikirim oleh orang  khusus utusan direktur ini.

Jarinya berhenti, seakan mengingat sesuatu, "Oh, iya. Si Arif bagaimana? Apakah ayah nya tahu dia ada disini?"

Ina menghela napas, "Tidak. Bagas berpesan bahwa Arif akan menginap untuk menyelesaikan tugas makalah mereka untuk besok."

Malam ini akan menjadi sangat panjang bagi dua sekawan itu. Arif sudah mulai membuka mata nya. Kepala nya seperti terbentur cukup kuat.

"Lu udah bangun, Rif?! Minum dulu nih, abis itu makan," Bagas membantu Arif mendapatkan posisi duduk yang baik, lalu menyodorkan segelas air minum dari nampan.

"G-gua kenapa, Gas? Kepala gua ... pusing." ucap Arif dengan suara serak basah nya.

"Lu abis di pukulin, kok bisa, sih?"

Arif tidak ingin memberitahukan dengan secepat itu. Baginya, ia akan membuat beban pikiran untuk Bagas.

Salahnya sendiri kenapa menantang sekelompok club skateboard saat ia bersepeda sore lalu. Salahnya sendiri, bermain ponsel saat bersepeda di gang komplek yang begitu banyak tikungan!!

Arif menunduk lesu, "Gua ga tahu."

Bagas mulai menaruh curiga pada Arif, ia sangat tidak bisa dibohongi kaya gini. Ia akan tahu nanti.

"Yaudah nih, makan dulu. Makalah nya bakal di kumpul lusa. Usahakan selesai sebelum hari-H. Oke?!"

Bagas membuka layar ponsel nya dan menunjukkan sesuatu pada Arif,  "Nih, gua udah ngabarin bokap lu."

"Thank's ya, bro!" ucap Arif tersenyum lega.

I Don't Think So
---

Kaki yang begitu kuat, memiliki masa nya sendiri yang tiada orang sangka. Musuh tertawa gembira diseberang sana, dengan serangai yang berisi rasa iri dan kepuasan menyakiti.

Ini begitu rumit untuk dijelaskan, seorang wanita dengan rasa ego nya begitu kejam menyingkirkan orang lain hanya karena tidak ingin ada pengganggu di jalan nya.

Seorang wanita, dia lah sebenarnya dalang dibalik ini semua. Menaksir laki-laki se tampan Bagas memang keputusan yang bijak, tetapi cara mu untuk mendapatkan cintanya adalah sesuatu yang paling menjijikkan.

Moment keberuntungan dimana sang adik mendapat perlakuan tidak enak dari Arif, membuatnya gerah dan semakin tidak suka.

Arif hanyalah remahan rengginang yang tidak tahu apa-apa. Tidak punya relasi kuat dan pengaruh apapun. Keluarga kecil tanpa seorang ibu, dan, hidupnya hanyalah mengenal seorang Bagaskara.

Semua orang iri padanya, tapi dia tidak menganggap itu sesuatu yang benar-benar sedang terjadi.

Esok pagi sekali, Bagas akan mengantarkan Arif ke rumah nya untuk mengambil beberapa buku dan keperluan lain untuk sekolah.

Mereka tidak ingin kejadian masa lalu menimpa diri mereka lagi. Melanggar peraturan sekolah, sama saja dengan ingin bunuh diri.

Tidak membawa buku pelajaran, alat tulis tidak lengkap, meminjam yang mengakibatkan keributan, seragam tidak lengkap dan tidak berpakaian rapi, dan masih banyak lagi.

Perfect school? Of course not yet. Ada dua hal yang tidak sangat disukai disini.

Pertama, murid yang datang terlambat selama 3 hari berturut-turut, akan menjadi olok-olok murid lain karena melanggar kedisplinan. Rasa malu adalah hal yang utama.

Kedua, tidak mengerjakan tugas sama saja menjadi babu bagi teman sekelasnya selama 2 hari berturut-turut. Dan, mendapat pengurangan point. Tidak perduli apakah dia anak Jenderal sekalipun.

Selamat datang di SMA Purnama!

Luv❤
Chamodark.

I Don't Think SoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang