Author Pov
Bukankah seharusnya alam ini berjalan dengan baik? Tidak perlu hal yang rumit-rumit, merusak mental, ketakutan dalam kesendirian, mengurung diri.
Melangkah untuk maju saja tidak sanggup, bagaimana untuk mencoba mengalahkan?
Taktik demi taktik harus selalu tersusun rapi di kepala mu, senantiasa bergerak bagai puzzle yang otomatis membentuk dirinya hingga membentuk suatu gambar yang utuh.
Makalah sudah ada di dalam tas Bagas dan Arif, mereka siap untuk hari ini. Kali ini sudah tidak ada lagi pesan terror kepada Arif. Tetapi jangan harap itu akan berlangsung lama.
Seperti biasa, cewe-cewe memandang malu ke arah Bagaskara. Memang bukan dia saja yang cowo yang tampan, tetapi perawakan nya boleh lah dikagumi.
"Gas, lu udah kelar makalah bu Monic belum?" tanya salah seorang teman yang selalu iri dengan Bagas, Reno.
Bagas mengeluarkan makalah miliknya dan menunjukkan nya tepat dimuka nya dengan baik. Reno hanya tersenyum paksa, ia hanya iseng bertanya pada Bagas.
Makalah ini bukanlah makalah biasa yang hanya bisa searching melulu. Tetapi makalah ini sudah ditugaskan seminggu yang lalu, dimana mereka harus observasi ke suatu tempat sesuai materi mereka masing-masing.
Presentasi adalah hal wajib yang harus mereka lalukan sembari menyerahkan makalah tersebut. Bagi yang tidak mengerjakan power point nya, poin hanya didapat setengah.
Nasib sial, pada saat Reno hendak memasang koneksi ke laptop nya, tiba-tiba file nya rusak dan errror. Dia gelagapan, wajah nya berubah pucat dan dipastikan keringat dingin menjalari seluruh tubuh nya.
"Bagaimana saudara Reno Mouleno? Apakah bisa kita lanjutkan?" tanya bu Monic yang sudah menahan kesabaran sejak 8 menit yang lalu.
Reno menundukkan wajah nya, dia marah, sedih dan kecewa, "Maaf, Bu. Tidak bisa." Salah satu murid yang diharapkan memiliki nilai yang baik oleh keluarga nya kini tidak menjadi sempurna.
Bagas yang melihat itu hanya menghela napas tidak percaya, sekontan itu kah karma yang ia dapat?
Reno kembali ke tempat duduknya dengan membawa laptop kesayangannya itu dengan grusah grusuh tidak karuan. Mood nya pasti sangat kacau sekarang.
Tidak ada yang berani mengajak ngobrol Reno di belakang. Dia seperti harimau yang siap menerkam sekarang.
Pelajaran usai dengan lancar, applause sering terdengar di dalam ruangan bernada abu-abu hitam itu. Menambah suasana formal dan santai.
Perpus menanti mereka, Bagas dan Arif yang selesai dari kantin menyempatkan untuk mendatangi gedung ilmu tersebut.
"Gue ga nyari buku bisnis dulu, deh. Gue pengen komik sekarang. Kalau udah kelar, ntar lu chat aja ya." ucap Arif. Dia menggelayut seperti mendapatkan kue yang yang selalu ia makan.
"Oke." jawab Bagas yang juga mengamati buku yang ia ambil asal.
Lorong demi lorong ditelusuri Bagas dengan seksama, tapi judul yang ia inginkan belum jua ia temukan.
Saat mengambil satu buku di rak itu, judulnya bagus, ia berencana untuk menyimpan nya dan mencari buku lain. Tetapi suatu pemandangan yang tidak di duga, gantungan kunci biru itu terpampang jelas di layar ponsel seseorang.
Cepat-cepat Bagas keluar dari lorong itu, tetapi keberuntungan tidak berpihak padanya. Banyak yang berlalu lalang disini, Bagas tidak bisa menemukannya, hanya layar ponsel itu yang terlihat. Ponsel nya tidak.
"Aarghh sial! kehilangan jejak pula lagi!" umpat Bagas menggeram.
Seharusnya kasus itu sudah langsung terpecahkan, tapi waktu kini meminta untuk di ulur kembali.
Kenapa bisa itu ada di layar ponsel nya?? Seperti di jual bebas saja. Pikir Bagas.
Sampai pulang sekolah pun, membuat pikiran Bagas tidak tenang. Mereka bersiap untuk ganti seragam untuk ex-kul basket.
"Winda tuh Winda!" bisik Jio pada Reno. Mereka saling mendekat hanya untuk bergosip seputar cewe yang lagi naik daun.
Winda juga berlatih sebagai kapten Cheers sekolahnya. Tubuh yang ideal, kulit putih bersih, rambut panjang dan mata lentik, kaki jenjang.
Namun, sia-sia saja apabila orang yang dia sukai tidak melirik nya sedikit pun. Mata nya terus tertuju pada Bagas. Sang ketua geng dan cheerleaders itu tidak bertindak gegabah dan bar-bar. Otak nya penuh kelicikan, licin seperti minyak makan.
Prittt!!
Tiupan peluit pelatih membuat tubuh-tubuh itu bergerak lebih bebas, bergerak lebih lincah, memompa detak jantung lebih cepat, napas yang tidak beraturan. Reno melihat Bagas berniat untuk free-throw shoot, tetapi dia salah menduga.
Bagas memilih untuk runner shoot, dan meninggalkan Reno dan tim nya disana. Kring! Dering jaring menandakan bola itu masuk tepat sasaran.
Reno hanya bisa melihat nya dengan tenang. Diam bukan berarti kalah, pikiran nya kini menjelajah mencari celah untuk melampiaskan emosi nya pada Bagas.
Di parkiran telah menunggu komplotan dari Reno. Bagas dan Arif yang baru keluar dari ruang ganti melihat tempat ini sudah kosong melompong. Sampai di parkiran, mereka kaget sore ini menjadi hal yang akan merugikan salah satu dari mereka.
Luv❤
Chamodark
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Think So
Teen FictionBeberapa hal tidak hilang, hanya tersesat dalam kebutaan pikiran dan jiwa. Kau harus bisa mengendalikan zat yang berkuasa atas tubuh itu, dialah sang emosi. Bagas sang manusia "Penegak Keadilan" akan mempertaruhkan nyawa nya menghadapi iblis berkedo...