-07-

17 12 1
                                    

Winda Pov

"Pa, kita mau sampe kapan diem kaya gini??!"

Gue menyilangkan tangan di meja makan, hari ini sama bokap. Gue putuskan akan berbicara empat mata sekarang.

Papa bilang, "Tunggu sebentar lagi, Winda," Papa tengah seperti memikirkan sesuatu.

Gue suka sama Bagas. Dia harus jadi punya gue. Tapi ga bisa ngedeketin dia gitu aja. Sama aja gue bikin dia ilfeel entar terus jadi benci dan ga mau liat gue lagi.

Tiap gue mau ngedeketin dia, si Arif itu selalu aja nempel sama dia. Cape banget nunggu kaya gini. Gue udah coba ngasih pelajaran ke parasit itu tapi masih aja gagal.

Adik gue udah ga mau di ajak kerjasama lagi, padahal dia kan yang punya alasan kuat karna ini salahnya Arif sendiri yang ganggu adek gue.

Papa mengambil segelas teh yang di depan nya, "Pak Adriyanto akan datang malam ini untuk undangan dinner dari Papa."

Gue yang lagi makan cookies coklat jadi hampir berhamburan keluar dari mulut gue, "Hah?! Pak Adriyanto, Ayah nya Reno?? Ngapain, Pa??!"

"Cuma pengen ngundang aja." jawab Papa santai. Lalu malah pergi ninggalin gue yang masih berusaha menelan cookies dengan baik.

Gue ga abis pikir, bisa-bisa nya. Tapi kalo untuk tujuan bisnis, gue sih oke-oke aja, ya. Bukan karena mereka orang kaya, terus nginjek-nginjek keluarga gue nanti nya.

Gue sempat mikir juga, apa gue bakal ada masuk zona Siti Nurbaya, nih? Awas aja tuh anak berani nerima atau ngajuin diri.

"Mending tidur, cape-cape mikirin entar malam."

I Don't Think So
---

Author Pov

Baju Arif tidak terlihat terlalu kacau, karena kaus nya yang liris-liris merah itu bisa memudarkan warna tanah. Tapi wajah tidak bisa dihindari, Synthia yang melihat itu langsung menarik nya untuk sembunyi.

"Lu kenapa, Kak??!" bisik Thia yang tidak ingin pembantu nya tahu. Suatu kebetulan Kakak nya pulang sebelum Ayah nya. Jika tidak, habislah sudah.

"Gue sama Bagas abis di kroyok sama temen sekelas gue." jawab nya.

Thia masih mendengarkan dengan seksama di shofa kamar Kakak nya itu. "Terus??"

"Mobil Bagas sih ga apa-apa" jawab Arif cuek.

Plakk!

Thia mengeplak kepala Kakak nya sendiri karena bisa-bisa nya dia bercanda di saat seperti ini. "Bagas nya dugong!! Kok malah mobilnya, sih?!"

Arif tertawa kesakitan, perutnya sedikit sakit mengakibatkan ia sedikit mual. "Ambilin makanan kek, apa kek, gue laper ini abis kena pukul."

"Lu sih nyari perkara!" protes Thia yang berangsur turun kebawah menyiapkan cemilan untuk Arif.

Arif segera mengganti pakaian nya dan membersihkan diri. Mencoba untuk sedikit memudarkan bekas lupa pada wajah nya dengan cream penutup luka sementara.

Hingga makan malam pun tiba, Ayah Arif sangat tidak mengetahui bahwa anak nya itu kini habis berguling-guling di tanah.

Seperti biasa, Ayah nya menceritakan tentang pekerjaaan nya di kantor. Keluh kesah nya, pengalaman baru nya, dan lain-lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

"Kalian belajarlah yang benar, biar nanti bisa melewati derajat Ayah." ucap Ayahnya dengan santai.

Arif dan Synthia saling memandang sejenak, "Baik, Ayah."

Semenjak Arif dan Synthia kecil, Ibu nya mengalami kecelakaan mobil yang ditumpangi dengan saudara nya.

Naas yang Ibu nya alami membuat keluarga Arif terpukul, walaupun itu karena saudara kandung Ibu mereka.

Arif menjadi anak yang pendiam, tidak ingin bersosialisasi dengan teman-teman nya. Hingga seorang Bagas datang saat ia mengalami bullying oleh teman-teman nya.

"Kau harus bisa kuat agar tidak bisa di tindas, kuat bukan berarti harus menjadi perusak."
Bagaskara, 2004

Sampai sekarang, kata-kata Bagas membekas di hati nya. Ia tidak pernah melukai seseorang sebelum ia terlukai dahulu.

Sejak usia empat tahun, ia sudah dikenalkan oleh Bagas dunia bela diri. Tetapi tubuh Arif memang dasarnya tidak bisa bertahan lebih lama.

Arif menyuapkan makanan nya lagi ke mulutnya, ia makan banyak malam ini. Membuat Ayah dan Adik nya heran.

"Lu ga kaya biasanya, Kak? Habis nguli, lu?" Synthia menepuk bahu Arif di sisi kiri.

"Aww!" Sontak membuat Arif terkejut kesakitan karena disitulah ia terbentur mobil Bagas saat di dorong oleh orang Reno.

Synthia kaget dan salah tingkah, bagaimana jika Kakak nya ketahuan telah berkelahi.

"Kamu kenapa Arif? Kan Synthia mukul nya ga kuat." kata Ayah dengan tatapan nya yang mulai susah dielakkan.

"Salah tidur, Yah." Arif menunduk dan memegangi leher dan bahu nya seperti orang merileks kan badan.

"Jangan berkelahi, Arif. Ingat itu!"

Arif masih mendunduk dan buru-buru minum, "Iya, Ayah."

Drtt drrtt

Ponsel Arif bergetar di meja makan, ia melihat sekilas notif yang tertera disana.

Bagas
Lu kena mar..
19.05

---
Jangan lupa dukungan di story ini yaa guys:)
Vote+comment kalian sangat berharga<3

Luv❤
Chamodark.

I Don't Think SoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang