Author Pov
Alih-alih hidup dengan tenang, malah berhadapan dengan beribu pedang yang akan menghunus nya dan orang tersayang nya.
Setiap detik, menit, jam mereka senantiasa diminta untuk terus waspada, walaupun dalam keadaan terlelap sekalipun.
Orang bilang, dunia ini keras. Jika kau tak mampu untuk bertahan—bersiaplah untuk meninggalkan dunia ini dengan tenang.
Hari ini angka kalender sudah beranjak ke tanggal merah, yup! Sudah weekend. Hari Minggu yang selalu Bagas nantikan untuk mencari 'me time' nya.
Kebiasaan nya ini sudah berlangsung sejak ia masih kecil. Seharian berada di luar rumah tanpa diganggu siapapun.
Sejak kecil, orang tua nya selalu meninggalkan mereka setiap hari Minggu. Kenapa dia ga main aja sama Arif? Karena rumah Arif juga selalu kosong setiap hari Minggu karena mereka punya quality time sendiri.
Adiknya, Bima— jangan ditanya pergi kemana. Sudah pasti dengan urusannya sendiri. Bagas mengendarai mobil Honda Jazz abu-abu nya dengan santai. Hari ini memang yang terbaik! Batin nya.
Rambut pirang kecokelatan berkibar hempasan angin dari jendela, blouse biru dongker cukup dengan kebahagiaan Bagas saat ini.
Ponsel pun ikut mengheningkan cipta untuk hari ini. Mode pesawat : on.
Perjalanan dari rumah ke tempat tujuan sekitar satu jam dua belas menit. Itu juga kalau ga macet. Bagas selalu berangkat setelah ia pulang beribadah di gereja.
Audio? Bruno Mars selalu menjadi favourite nya sepanjang masa. "You are so hott!!" teriak nya di dalam mobil.
Kalau kalian bisa membayangkan, dia sangat menggila sekarang. Jum'at dan Sabtu memang quality time keluarga, maka kalian tidak perlu khawatir tentang kedekatannya dengan keluarga bahagia itu.
"Panas banget coyy!" keluhnya.
Dia turun membeli minuman boba idaman anak-anak mileniall. Yah, terkadang dari sikap cuek nya, dia menyimpan sifat kekanak-kanakan nya saat menikmati waktunya.
Saat berada di persimpangan, kesabarannya sedang diuji, "Wah macet. Weekend, sih."
Tangan kanan nya menopang kepala nya di sebelah kanan, ia tidak ingin berteriak menghabiskan tenaga dan cukup berdoa agar macet segera berakhir.
Banyak bentor yang melewati jalan nya bahkan memotong nya, nyaris mobilnya tersenggol oleh kebar-bar'an sang pengemudi.
"Pinggirr woeeyyy!!" ucap salah seorang pengemudi bentor itu.
Kepala Bagas terangkat seakan kaget dan tidak percaya, "Tcihhh, emang ini jalan nenek moyang dia apa??"
Begitulah, kota ini begitu sangat dituntut untuk banyak bersabar. Tidak ada yang bisa mengalahkan sang raja jalanan, kalau rival? Banyak!
Tidak terasa, mobilnya kini menginjakkan pasir pantai yang ia tuju. Ini kali pertama nya ia datang kesini.
Tempat ini memang cocok sebagai tempat untuk menenangkan pikiran, tempat yang jarang di datangi orang lain karena untuk keperluan pekerjaan.
Ia berjalan dengan tas selempang nya menuju gazebo yang ada. Dia tidak berhenti memandangi pemandangan ini walaupun di arloji nya sudah menunjukkan pukul 13.25.
Seakan otaknya mere-charge kembali setelah ia bersekolah selama seminggu ini. Sekali lagi, hal ini sudah menjadi kebiasaan nya.
Bagas sebenarnya tidak terlalu perduli dan ambisius, tetapi apabila diam nya tidak bisa ditolerin dan selalu disepelekan oleh siapapun, ia akan mengeluarkan semua energi dan kreativitasnya untuk menuntaskan sampai ke akar-akar nya.
Begitu menyeramkan, sisi buruk nya begitu mengancam siapapun yang ingin berurusan dengannya. Ayah nya sudah menyadari itu sejak Bagas duduk di bangku SMP.
Topi pantai yang dibawa nya di mobil menjadi teman nya berjalan jalan di bawah panas nya terik matahari dan hembusan angin yang begitu tajam menembus blouse nya.
Air laut pun tak segan menyegarkan kaki nya, begitu menggoda membuat Bagas ingin nyebur. Tapi ia lupa, di tasnya ada gantungan kunci. Ia tak ingin itu ter-arungkan begitu saja.
Kemarin, Arif menelepon nya, "Ga kena marah, tapi dicurigai? Hahahaha" ucapnya berlawanan dengan arah angin.
Untungnya tidak ada siapapun disini, membuatnya bebas untuk mengutarakan apa saja. Demam bermain panas? Demam segan untuk mendiami dirinya.
Sudah lelah berjalan, menepi adalah keputusan yang baik. Saat sedang bersantai, disana terlihat seorang gadis yang tengah bermain air. "Siapa, ya?"
Bagas pun mendatangi gadis itu, ia bermain dengan dua anak gadis seumur SMP. Kebetulan sekali ia menemukan gadis cantik di pantai.
"Hai!" teriak Bagas.
Gadis itu melihat dengan heran, dan melihat ke arah sekelilingnya. Sayang nya itu hanya ada mereka. Lalu gadis itu pun menghampiri Bagas, mau tidak mau.
"Hai. Apa aku mengenalmu?" tanya nya.
Bagas mengelus leher nya grogi, "Ah, tidak. Aku hanya memanggil saja. Aku sendirian soalnya."
Gadis itu hanya mengangguk ria, senyumnya begitu menggoda dengan cahaya matahari yang membuatnya semakin glowing. Rambut yang diikat cepol itu begitu manis.
Kulit putih bersihnya, tinggi semampai, memakai kemeja tipis senada dengan warna air dan celana jeans pendeknya. "Aku Jelin." Tangan nya terulur ke arah Bagas.
"Bagaskara. Panggil aja Bagas." Tangan mereka kini saling bersalaman. Masing-masing dari mereka menyimpan rasa untuk pertama kali bertemu.
Mereka asyik bermain dan bercanda tawa, sepupu Jelin juga begitu sangat iseng menggoda dua sejoli itu. Hingga tidak terasa waktu sudah semakin sore dan sunset pun hadir pertanda mereka harus pamit.
Mereka berpisah di parkiran, tanpa Bagas sadari, gantungan kunci yang sama tengah menggantung di sela-sela tas gadis itu. Ia terlalu terpana pada kecantikan Jelin.
Saat di pertengahan jalan, Bagas terpikir sesuatu, "Gua lupa minta nomor nya!! Arrrghhh!"
Bagas, kau terlalu terlena~
-------
Part ini khusus Abang Bagaskara yeaa 😂
Ada hal kejutan apalagi antara Bagas dan Jelin😏
Jangan lupa vote+commentnya guyss, love you all😘Luv❤
Chamodark
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Think So
Teen FictionBeberapa hal tidak hilang, hanya tersesat dalam kebutaan pikiran dan jiwa. Kau harus bisa mengendalikan zat yang berkuasa atas tubuh itu, dialah sang emosi. Bagas sang manusia "Penegak Keadilan" akan mempertaruhkan nyawa nya menghadapi iblis berkedo...