Maybe I Was Not
(Min Yoongi kolaborasi sama Guyon Waton) 😂Rumah atap adalah tempat yang paling bagus, yang bisa kusewa. Sejak bekerja di swalayan, aku harus pintar-pintar membagi penghasilan. Membayar sewa perbulan, makan dan kebutuhan lain yang harus kupenuhi. Jika kalian menganggap aku miskin, itu tidak benar. Aku masih memiliki sebuah TV tabung yang akan menyala jika digebrak dengan tangan sekuat tenaga. Kadang muncul garis horizontal berwarna-warni di tengahnya. Tidak masalah, toh aku hanya akan menyalakannya ketika merindukan Min Yoongi.
Seorang yang senang menyendiri sepertiku tidak butuh banyak makanan. Tidak ada teman yang akan berkunjung atau menginap ketika hari libur. Salah satu temanku hanya dia yang sedang berusaha meraih mimpinya sebagai penyanyi rap terkenal. Dan kurasa dia sudah mendapatkannya. Bukan berarti aku tidak punya teman sama sekali. Mereka selalu datang ketika malam menjelang. Mampir untuk melihat keadaanku atau menemaniku menghitung bintang sambil menggoda untuk menceritakan poster-poster Min Yoongi yang kutempel di tembok.
Tidak, tidak, mereka tidak butuh makanan atau minuman. Santai saja. Mereka tahu gajiku sangat kecil.
Kembali pada Min Yoongi yang entah berapa tahun tidak pernah menghubungiku lagi. Namun, kemarin dia mengirim pesan dan memberitahu bahwa dia akan pulang. Ya. Dia pulang.
***
"Cepatlah, Yoon!" Kutarik lengannya untuk mengejar bus. Lelaki pucat itu lamban sekali dalam berlari. Aku selalu mengalahkannya di sekolah jika ada lomba lari.Yoongi tertawa lebar, memperlihatkan barisan gigi rapi dan sedikit gusinya. Ini adalah hari yang dia tunggu untuk ikut audisi pencarian bakat dan sekarang dia malah santai-santai. Gemas, kan, jadinya?
Begitu kami masuk dan duduk di bangku bus, Yoongi menyuruhku mendengarkan rekaman suaranya pada walkman.
"Bagaimana? False?"
"Tidak. Sudah pas."
"Kau suka, Kim Nara?"
"Suka sekali dengan suaramu."
"Ambillah. Itu untukmu."
"Kenapa?"
"Untuk kenang-kenangan. Aku takut kau melupakanku jika aku lolos audisi."
Bibirku mengembang, terkekeh. Bagaimana bisa aku memiliki teman begitu percaya diri seperti ini?
"Gomawo. Akan kusimpan baik-baik." Kuacungkan walkman di depan wajahnya sebelum mengamankan benda itu dalam tas selempang lusuh milikku.
Kami sampai di tempat audisi yang kini sudah dipenuhi banyak orang. Yoongi masih celingukan mencari tempat pendaftaran, tetapi aku dengan mudah mendapatkannya.
"Ayo, sebelah sana! Cepat! Ah, lamban sekali. Harus kugendong saja kau ini." Lagi, lenganku menyeret Yoongi sedikit cepat untuk mendapatkan nomor antrian.
"120?" Yoongi menatap papan nomor urutnya dengan terbelalak.
"Kenapa? Itu termasuk cepat. Lihat antrian di sana itu," tunjukku pada barisan manusia yang terlihat seperti kelokan sungai.
"Yoon, aku tunggu di sana. Mau cari minum. Haus sekali."
"Ya, baiklah. Aku akan antri."
***
Bibirku mengembang, menunggu waktu itu tiba. Entah berapa kali suara Yoongi dalam walkman berputar berulang-ulang. Ini seperti candu. Rasanya rinduku akan hilang jika mendengar suaranya.
Sepulang bekerja aku memilih duduk di depan kamar sambil memasang earphone yang terhubung dengan walkman Yoongi. Langit malam dengan banyak bintang terlihat makin indah hari ini.