Hongkong 9

147 29 21
                                    

"So you're the one who got in my way?" Geram Daniel, ia mengeratkan genggamannya pada telepon genggam milik pria pengkhianat itu.

"Get in your way? Well, that's regrettable. Kalian yang turun dan menyerbu tempat tanpa senjata seperti ini, terlihat sangat gegabah. Ck, kau seharusnya berterimakasih sedikit padaku, aku menjaga Jiyeonmu yang berharga." Mark tersenyum miring di seberang sana setelah mendengar geraman Daniel.

"Aku sudah memberikan apa yang kau inginkan, itu belum cukup?"

"Benar, informasi bank itu aku mendapatkan uang dan kekuasaan yang lebih dari cukup. Tapi mengetahui bahwa kau mendapatkan akta kasino lebih cepat dari aku, itu cerita yang berbeda. Kami juga mengincar akta itu, kau tidak dapat mengharapkan kami hanya duduk dan melihat kau membawa akta itu. Akan selalu ada resiko dan kesempatan untuk memulai perkelahian dengan kami, apa Jiyeon seberharga itu?" Tawa menyebalkan kembali keluar dari mulut Mark, sungguh wajah tampan dan pendiam seperti Mark sangat tidak cocok dengan sifatnya yang cerewet. Ketiga mafia besar itu memang mempunyai sifat yang berbeda dari tampilan wajah mereka, mungkin jika dinilai yang paling lumayan cocok adalah Lucas. Pria Tiongkok itu tenang, meskipun jika panik ia akan terlihat ceroboh. Daniel, wajahnya terlihat muda dan lembut, sedangkan sifat dan sikapnya sangat kasar. "I on the other hand would rather..."

"Hey... Apa kau mencoba membuatku kesal?" Daniel menggertak rahangnya, alis matanya lebih menyirit mengeluarkan ekspresi yang sangat marah.

"Kau sudah terdengar kesal. Uh menakutkan" Ejek Mark.

"Berikan teleponnya pada Jiyeon, sekali aku mengetahuinya ia baik-baik saja aku akan menyerahkan aktanya"
.

.

"Fine, tidak seperti Lucas aku orang yang rasional" Mark memberikan teleponnya pada Nikolai. "Nikolai, dia ingin berbicara pada Jiyeon".

"Hei bangun! Aku bilang bangun!" Meskipun Nikolai beberapa kali menepuk pipi Jiyeon, Jiyeon tetap dengan matanya yang tertutup, bibirnya masih di tutup dengan semacam solatip.  "Apakah ini semacam bentuk perlawanan? Angkat teleponnya! Biarkan dia mendengar suaramu". Nikolai mendekatkan teleponnya pada telinga Jiyeon.

"Jiyeon?" Jiyeon tetiba saja membuka matanya lebar setelah mendengar panggilan lembut Daniel dari seberang telepon. Nikolai segera membuka solatip mulut Jiyeon.

"Da...Daniel?"

"Apa kau baik-baik saja?" Mata Jiyeon mulai berkaca-kaca sungguh dia rindu Daniel. Sebentar ia menghela nafasnya, melirik ke arah lain.

"Aku baik-baik saja. Ini bukan apa-apa, tapi seseorang baru saja terkena tembakan, sebelumnya ada yang tertembak, sepertinya mereka mati." Diam sebentar dan Daniel juga masih diam membiarkan wanitanya melanjutkan pembicaraannya, "Daniel... bawa aku pulang ke Korea" Suara itu bergetar, Jiyeon menangis. Teleponnya begitu saja dirampas oleh Nikolai,

"Itu cukup!"

.

.

"Dengarkan? Dia tampak baik-baik saja" Itu suara Mark, "Jika aku tidak melindunginya, dia tidak akan mungkin-"

"Dimana kau?" Daniel menajamkan matanya menatap anak buah Mark yang mengkhianati Lucas. "Baik, itu cukup". Daniel menutup teleponnya masih menatap tajam pria itu. Something was wrong with her, batin Daniel. Kemudian pria berbahu lebar itu menembak pria pengkhianat itu bertubi-tubi, hingga Asami datang menarik Daniel untuk tenang.

"Dia sudah mati"

"Buang dia ke suatu tempat" Perintah Daniel.

.

Finder | ✔️ COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang