🍂|| Painfull Truth ||🍂

747 108 134
                                    

Akhir pekan pun tiba. [Name] sudah memakai apronnya dan sibuk menyiapkan sarapan untuknya dan Amane. Tumben sekali. Biasanya, [Name] akan pergi pukul 07.00 pagi dan pulang larut malam.

Amane sampai dilanda kebingungan hari ini. Memilih untuk mengurung niat bertanyanya, Amane duduk di meja makan, menonton Istrinya yang tengah memasak.

"Pagi, Amane."

"Pagi, [Name]. Kau membuat sarapan?"

"Ya, sebagai permintaan maaf ku. Semalam, aku rasa perkataanku terlalu menyakitkan." Ujarnya menjelaskan sikap anehnya pagi ini.

Amane melebarkan senyumnya, "terima kasih, [Name]."

Selesai sarapan, [Name] sudah bersiap untuk pergi. Duduk di depan pintu, memakai sepatu putihnya. Berdiri, megang kenop pintu, namun tak kunjung ia putar.

"Tidak ada pesan untukku?" Tanyanya pelan mungkin, dia malu.

Amane beranjak dari sofa, menghampiri [Name]. Diraihnya dagu [Name], lalu tersenyum kecil. Mengecup kening [Name], membuat gadis itu salah tingkah.

"Hati-hati!" Pesannya sebelum [Name] benar-benar menghilang dari rumah tersebut.

Amane menghela nafas pelan sambil tersenyum, hari ini setidaknya hatinya terasa lebih ringan dari biasanya karena sikap [Name] yang lembut tidak kasar seperti biasanya.

Walau masih terasa dingin setidaknya Amane yakin mungkin ini titik awal bahwa gadis itu akan mulai membuka hatinya dan perhatian Amane selama ini akan sedikit memenuhi rongga di hati gadis itu.

Sedikit saja, Amane hanya ingin ada sedikit celah untuk menempati hati gadis itu sedikit demi sedikit hingga suatu saat hati gadis itu akan penuh dengan dirinya.

Pikir Amane tapi tidak dengan gadis itu.

  ♡~♥️~♡

Gadis itu mempercepat langkahnya menuju tempat janjiannya dengan Tsukasa beberapa hari lalu dan karena harus memasak sarapan dulu, gadis itu harus sedikit terlambat tidak sesuai janjinya.

"Sial, aku terlambat! Tsukasa-kun pasti sudah menungguku daritadi!"Gerutu gadis itu, begitu sampai di tujuan terlihat sesosok pemuda berwajah mirip suaminya itu tengah duduk di bangku taman sambil memainkan ponselnya.

Senyum gadis itu merekah, seraya berjalan mengendap-ngendap untuk menutup mata lelaki itu menggunakan tangannya.

"Tebak siapa~?"

Tsukasa tertawa menggenggam tangan [Name] lalu menurunkan tangan gadis itu dan menoleh mendongak untuk melihat wajah gadis itu sambil tersenyum.

"Siapa lagi kalau bukan gadis favoritku yang terlambat hm?"Sahut Tsukasa, gadis itu merona malu sambil mengerucutkan bibirnya.

"Gomenne, aku tadi masih harus memasak sarapan untukku dan Amane"Jelas [Name], ada sedikit perasaan tidak suka mendengar hal itu di hati Tsukasa tapi sebisa mungkin Tsukasa mengabaikannya karena hari ini mereka akan berkencan.

Tsukasa bangkit lalu menggandeng tangan [Name] sambil tersenyum mengangguk.

"Tidak apa apa, aku mengerti"

[Name] terdiam sejenak merasa tidak enak mengatakan soal Amane pada kembarannya ini, karena [Name] sadar sampai sekarang pun Tsukasa masih tidak menerima perjodohan sialan ini.

Melihat perubahan ekspresi wajah [Name], Tsukasa tersenyum lalu mengelus kedua pipi [Name].

"Kau masih tidak bahagia dengan Amane, [Name]? Apa Amane menyakitimu?"

[Name] menggeleng.

"Ti-Tidak pernah, Amane suami yang baik"Jawab [Name] sedikit menunduk takut menyakiti hati Tsukasa, walau kesal Tsukasa lebih tidak suka melampiaskan emosinya pada gadis kesayangannya itu.

"Kalau begitu jangan pasang wajah sedih seperti itu, aku jadi ingin merebutmu dari Amane"Ucap Tsukasa sedih, harusnya [Name] mengatakan jangan tapi entah kenapa mulutnya terkatup.

Di otaknya dia hanya ingin bilang agar Tsukasa membawanya pergi ketempat jauh, [Name] ingin di miliki Tsukasa sepenuhnya.

"Jangan sedih ya? Aku yakin kau gadis yang kuat"Lanjut Tsukasa tersenyum, [Name] balas tersenyum.

Cukup kuat menahan perasaan tersiksanya karena perjodohan sepihak ini, cukup kuat menolak kenyataan jika raganya terikat dengan Amane namun hatinya tertaut pada Tsukasa.

Hari itu mereka pun memutuskan untuk mampir ke Timezone terlebih dahulu sebelum membeli CD Game yang di janjikan oleh Tsukasa itu, seharian [Name] nyaris lupa masalah yang membelenggunya selama ini.

Gadis ini terlalu bahagia ketika bersama Tsukasa, terlalu bahagia hingga lupa jika dia sudah di miliki oleh kakak kembaran lelaki itu.

Setelah puas bermain di game center, Tsukasa mengajak Name untuk makan siang barulah mereka membeli game yang sudah lama [Name] idam-idamkan sejak lama.

Setelah capek berkencan, mereka pun pulang ke apartemen Tsukasa sejenak seperti biasa.

Mereka memainkan game itu hingga berakhir [Name] tertidur di pangkuan Tsukasa yang masih asyik memainkan gamenya.

Tsukasa tersenyum seraya menggendong [Name] dan menidurkannya di kamarnya.

"Tsukasa-kun?"Panggil [Name] pelan sebelum Tsukasa sempat menutup pintu kamarnya untuk keluar, Tsukasa pun mengurungkan niatnya keluar seraya duduk di dibibir ranjangnya.

"Ah, gomen, apa aku membangunkanmu?"Tanya Tsukasa lembut mengelus surai gadis itu, [Name] menggeleng.

"Te-Temani aku tidur"

Tsukasa mengerutkan alisnya lalu tersenyum seraya berbaring di samping [Name], gadis itu memeluk Tsukasa sembari menyandarkan kepalanya di dada Tsukasa yang dibalas pelukan juga oleh Tsukasa.

"Apa ada yang mengganggumu [Name]?"

"Aku hanya merindukanmu"

"Bertahanlah sedikit lagi [Name]"

Tsukasa menghela nafas berat sembari mengeratkan pelukannya.

"Aku juga merindukanmu, aku juga benci dengan keadaan ini tapi aku yakin suatu saat kita pasti akan kembali bersama lagi"Lanjut Tsukasa menggenggam erat tangan [Name] lalu mencium kepalan tangan mereka, sesaat kemudian buliran air mata merembes dari kedua mata [Name].

Tsukasa tersenyum getir, menyeka air mata gadis lalu mencium lembut kening gadis itu.

"Hiks Tsukasa-kun gomenne..hiks...aku..."

"Jangan menangis, aku tidak menyalahkanmu [Name]! Aku mencintaimu"

[Name] terisak di dalam pelukan hangat Tsukasa hingga terlelap, Tsukasa memandang getir wajah gadis itu lalu kembali mencium kening gadis itu.

"Kamisama, tolong kembalikan [Name] padaku".
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

You Bury MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang