🍂|| Broken Heart ||🍂

686 108 233
                                    

Dering telepon menggema ke seluruh ruangan. Menghentikan kegiatannya, meraih ponsel di meja kayu. Tak melihat nama siapa yang tertera di layar, Amane segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Amane, bisa Ibu mintai tolong?"

"Tentu saja boleh, Bu."

"Begini, tolong kunjungi apartemen adikmu. Firasat Ibu tidak baik."

"Baik, Bu. Amane akan ke sana."

Panggilan ditutup. Amane segera bersiap-siap untuk pergi ke apartemen Tsukasa, adiknya. Dan, entah mengapa, hatinya berkata untuk jangan pergi ke sana.

Keluar dari rumahnya, mengunci pintu utama rumah. Tiap langkahnya, Amane dipenuhi prasangka buruk. Namun, segera dibuang jauh-jauh pemikiran tersebut demi permintaan tolong sang Bunda.

Sampai di apartemen milik Tsukasa. Amane menekan tombol angka pada gagang pintu sebagai Kode masuk ke dalam ruangan. Dia memang terbiasa langsung masuk dan tidak bilang permisi jika sedang bermain ke sana.

"Tsukasa!"

Tak adanya jawaban membuat pikiran Amane semakin kusut. Dia memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan menimpah atau mungkin sudah menimpah adik kembarnya. Amane berlari menuju kamar Tsukasa, membuka pintu kasar.

"Tsukasa ...?" Irisnya membulat sempurna ketika melihat pemandangan yang disajikan di hadapannya.

"Apa ... yang kalian lakukan?"

"Tsukasa-kun, bagaimana ini?"

Tsukasa mengelus pucuk kepala gadis di sampingnya, "tak perlu khawatir, [Name]. Kakakku itu orangnya pengertian kok."

Sayangnya, Amane tidak akan memaafkan perbuatan Tsukasa kali ini. Masuk ke dalam kamar dengan langkah berat, menarik lengan gadis di samping Tsukasa cukup kasar.

"Apa yang kau lakukan bersama Tsukasa?" Tanya Amane dengan senyum sendunya.

"Maaf, Amane." Tak berani menatap mata lawan bicaranya, [Name] pun memalingkan wajahnya.

Tak mau kalah, Tsukasa memeluk [Name] dari belakang, menaruh dagunya pada pundak gadis tersebut. Tsukasa menyunggingkan senyum kemenangannya.

"Hubungan kami lebih kuat daripada perjodohan mu, lho, Amane."

Mengigit bibir bawahnya, melepas genggamannya pada lengan istrinya. Pergi dari kamar tersebut, dan membanting pintu.

"Lanjutkan saja! Maaf sudah mengganggu!" Seru Amane sebelum benar-benar pergi dari apartemen tersebut.

Tsukasa meraih dagu [Name], kembali mencium kening sang gadis. [Name] hanya diam tak berkutik, dia benar-benar merasa bersalah pada Amane, pada kedua kembar Yugi tersebut.

"Kau dengar apa yang Amane katakan, kan? Kalau begitu, ayo lanjutkan."

Kedua insan itu pun melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda tadi. Kembali menari di dalam gelap.

♡~♥️~♡

Begitu sampai di apartemen, hal pertama yang dilakukan oleh Amane adalah membanting apapun yang terlihat di depan matanya hingga beberapa barang hias di rumah pecah berserakan di lantai.

"Sial! Sialan mereka semua!"Umpat Amane penuh emosi sambil membanting vas bunga kecil yang tertata manis di atas meja makan.

Prang

Melihat sudah tidak ada barang yang bisa di banting lagi, Amane pun berlalu menuju kamar mandi melepas kausnya dengan kasar hingga sobek dan melemparnya ke sembarang arah.

Amane memutar kran showernya membiarkan air shower membasahi tubuhnya yang masih menyisakan celana panjangnya itu, berharap air dingin bisa segera mendinginkan kepalanya yang panas akibat perbuatan [Name] dengan kembarannya tadi.

Prak

Amane melayangkan kepalan tangannya pada cermin kamar mandi hingga retak, darah segar mulai mengalir dari sela-sela tangannya yang tergores pecahan cermin itu.

Mengabaikan rasa perih yang menjalari tangannya, Amane berteriak sekuat-kuatnya sambil menangis terisak menumpahkan semua emosinya beberapa kali dengan melayangkan kepalan tangannya pada cermin hingga cermin itu akhirnya pecah berkeping-keping dan darah pada jemarinya mulai mewarnai ubin kamar mandinya.

"SIAL! LAGI-LAGI BEGINI! APA TIDAK ADA YANG BISA KUMILIKI TANPA HARUS BERBAGI DENGAN TSUKASA?!KENAPA DUNIA INI SELALU BERPIHAK PADA TSUKASA?! LALU, APA GUNANYA AKU TERLAHIR SEBAGAI KEMBARANNYA?! BAHAN LELUCONNYA?!"Teriak Amane frustasi entah pada siapa, hanya suara gemericik air yang membalas semua racauan Amane dan teriakan frustasi pemuda itu.

Hatinya terlalu sakit hingga Amane tidak merasakan apapun pada tangannya yang kini berdarah dan ada beberapa serpihan cermin yang masih menancap di tangannya.

Amane jatuh terduduk menangis terisak dalam guyuran shower kamar mandinya itu, hatinya sakit bahkan untuk pertama kalinya di hidupnya Amane merasa sebenci ini pada Tsukasa hingga ingin membunuhnya di tempat kalau saja Amane tidak ingat itu adalah adik kembar yang sangat di sayanginya itu.

Kalau sudah begini Amane harus apa?

Menceraikan [Name] dan membiarkan Tsukasa memilikinya?

Tapi, bagaimana alasannya?

Tidak mungkin Amane menceritakan hubungan gelap [Name] dengan adiknya karena hal itu malah memperumit keadaan mereka dan orang tua mereka pasti sedih.

Apa Amane bilang? Tsukasa selalu bisa merebut apapun yang dimiliki oleh Amane seakan Tsukasa selalu bisa menjadi bulan yang bersinar indah di malam hari membuat orang-orang lupa Amane sang matahari lah yang membuatnya bersinar.

Seperti matahari yang bersinar ingin menabur kebaikan pada orang lain tapi semua orang acuh karna di anggap wajar dan matahari seakan tidak ada sisi menarik yang bisa di nikmati.

Ah, apa perlu Amane menjadi matahari di waktu tenggelam? Karena pada waktu itu semua orang baru mengakui keberadaannya.

Menjadi matahari yang akan kembali ke peraduannya itu berarti apakah Amane baru akan di hargai ketika keberadaan akan lenyap?

Mati contohnya.

Setelah puas menangis, Amane menyelesaikan mandinya dan berganti baju.

Perutnya lapar tapi rasa lelahnya hari ini membuat Amane lupa soal rasa lapar itu, Amane pun membanting tubuhnya di ranjang lalu memeluk bantal dan lagi-lagi air matanya merembes.

"[Name], bisakah kiranya aku menempati sedikit saja tempat di hatimu?"Batin Amane sebelum akhirnya terlelap karena terlalu lelah menangis.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

You Bury MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang