🍂|| Confession ||🍂

1.6K 171 242
                                    

Amane menghela nafas berat memandangi pintu kamarnya malam ini, sudah berjalan 4 minggu tapi tak ada perubahan pada hubungan ini.

Hanya [Name] yang mulai sering keluar rumah tanpa mengatakan alasannya pada Amane dan berakhir pulang malam atau begitu sampai di rumah [Name] hanya menyiapkan makan malam untuk Amane lalu kembali mengurung diri di kamar.

Terkadang juga [Name] memilih berangkat sekolah lebih awal agar tidak bertemu dengan Amane padahal Amane butuh sarapan untuk pergi ke sekolah tapi [Name] tidak peduli, dia masih menolak ke hadiran Amane padahal umur pernikahan mereka sudah menginjak satu bulan.

Di sekolah pun mereka seperti orang asing satu sama lain, beruntung kelas mereka berbeda.

Amane berjalan mengetuk pintu kamarnya meminta ijin pada [Name] untuk masuk, berharap kali ini hati [Name] sudah sedikit terbuka untuknya.

"Jangan berisik! Aku sedang belajar!"

"A-Aku akan keluar rumah, kau ingin ku belikan sesuatu?"

"Tidak usah, keluar sana!"

Amane hanya bisa diam menahan amarahnya, melontarkan emosinya pada orang yang sama sekali tidak menyukainya itu hanya buang-buang waktu.

Mungkin Amane terlalu naif berharap [Name] akan membuka hatinya walau sedikit.

~♡♥♡~

Pikirannya melambung meninggalkan raganya. Sungguh, pening di kepalanya tak bisa dihilangkan walau ia sudah mencicipi banyak sekali obat. Mungkin, karena tugas sekolah yang menumpuk.

Ah, sepertinya bukan. [Name] bukanlah anak yang suka menumpuk tugas sekolah. Kalau bisa, ia akan menyelesaikan tugas tersebut ketika diberikan oleh guru, secara cepat dan tepat.

Sepertinya, ini karena kejadian beberapa hari yang lalu. Ya, kejadian yang benar-benar membuat akar serabut kepeningan tumbuh bercabang di benak [Name].

Kejadian saat Amane menyatakan perasaan secara terang-terangan. Dan parahnya, hal tersebut dilakukan di tempat umum.

Menghela napas lelah, [Name] pun kembali melanjutkan kegiatannya menghitung rumus matematika. Baginya, rumus matematika masih lebih baik daripada berurusan dengan pria asing yang tiba-tiba menjadi suaminya.

"Ah, aku lupa."

Menaruh pensilnya, beranjak dari kursi belajarnya. Akhirnya, setelah dua hari lamanya, [Name] keluar dari kamar kecilnya—mandi dan makan tidak dihitung.

"Amane!" Serunya saat melihat Amane masih berada di ruang tengah.

"Ya?"

"Belikan aku sesuatu, aku lapar." Pinta [Name] dengan nada datar.

"Hm? Baiklah. Tapi, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat."

Berjalan mendekati [Name], menaruh punggung tangannya di dahi [Name] guna memeriksa suhu tubuh gadis itu secara manual.

Menepis tangan Amane halus, "aku baik-baik saja."

"Ya sudah. Aku pergi dulu. Kalau kau lelah, berhenti belajar dan mulai perhatikan dirimu sendiri."

Mengecup singkat kening [Name] sebelum pergi dan sebelum gadis itu sadar. Amane pun menghilang dari ruangan tersebut.

Berdecih pelan, "kebiasaan …."

~♥♡♥~

Amane mempercepat langkahnya memasuki swalayan langganannya itu sambil membenarkan tudung jaketnya serta maskernya seraya menuju stan frozen food dan sayuran.

You Bury MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang