7. belasan

22 7 13
                                    

[Peringatan tulisan di bawah mengandung curhat, tidak pantas bagi mereka yang mudah bosan. Sekian terimakasih.]































































































| -- |







Sejak semalam suasana telah berbeda. Yang biasanya sunyi nan tentram--Cuitan burung dan kepakan sayap kelelawar mendominasi malam--sekaan daerah ini sudah lama tak dihuni.

Namun, sejenak kami meninggalkan pengasingan diri. Sejak tadi malam suasana menjadi riuh. Orang-orang di ujung mulai keluar dari persembunyiannya. Bapak-bapak mulai mendirikan tenda. Ibu-ibu menggelar tikar, siap membahas bahan masakan. Serta anak-anak yang berlarian senang sambil membawa ponsel (sudah jelas bukan, anak sekarang lebih suka membawa ponsel).

Mereka yang tadinya jarang bertemu, langsung antusias membuka obrolan. Memilih apa saja yang bisa dijadikan topik pembicaraan. Mulai dari berita covid hingga membicarakan anak kecil di depan kami--yang santai menirukan koreo How you Like that--padahal suasana sedang ramai. Lagi pula kenapa harus heran, kan tadi hanya mencomot segala topik untuk bahan obrolan.

Biasanya, di tahun-tahun sebelumnya. Setiap malam di bulan Agustus, tidak pernah mengenal kata sepi. Entah itu rapat atau pelaksanaan lomba. Tapi untuk sekarang--sepertinya harus di tahan dulu. Dengan adanya perkumpulan tadi malam saja, aku merasa sedikit lega karena masih bisa melihat rutinitas di bulan Agustus.

Bahkan sampai siang di hari ini, suasana tetap ramai. Di depan rumah, tepatnya di bawah tenda--para ibu sedang Meracik--untuk hidangan nanti malam--sambil membicarakan banyak hal alias ngerumpi. Suara ketukan pisau dengan talenan serta tawa ibu-ibu menghiasi jalanan kampung.

Tak kalah dengan depan rumah. Rupanya di belakang rumah juga ramai. Tadi pagi, di lapangan orang-orang berkumpul untuk melakukan senam. Para orang tua membawa anaknya. Tentu saja mereka senang. Di sana baru saja terpasang seperangkat permainan. Mulai dari ayunan untuk satu orang, ayunan untuk dua orang, hingga ayunan dari ban pun juga turut menghiasi sebagian lapangan.

Anak-anak yang tidak kebagian permainan, memilih bermain sepeda. Berputar-putar di sekeliling lapangan sambil menunggu temannya selesai bermain ayunan.

Selain orang-orang tadi, ada satu hal yang membuatku betah berlama-lama memandang ke luar jendela. Pernak-pernik yang menghiasi rumah-rumah di setiap gang. Ada balon bewarna merah putih yang tergantung di setiap rumah. Lalu Jalanan yang bewarna-warni. Menambah kesan meriah di hari ini.

Semuanya sudah serba bagus, tidak seperti dulu. Jalanan yang rusak, sering banjir, lapangan yang tidak rata. Boro-boro mainan, menambal lapangan saja belum bisa. Orang-orang berkumpul apa adanya. Dan itu yang membuat mereka rindu akan kesederhanaan.

Dulu sekali, ketika aku masih kecil. Momen 17an adalah hari yang paling aku tunggu. Aku mengintip dari balik jendela, di luar sana ada bapak-bapak yang sedang mendekorasi panggung. Tidak main-main, mereka membuat panggungnya seperti sebuah acara TV. Keren pikirku, karena membuat set properti sedetail itu membutuhkan waktu yang lama.

Sebagai tambahan, biasanya tanaman akan menjadi pilihan. Pot-pot besar nan indah di letakan di pinggir panggung. Sambil menunggu acara mulai, aku dan teman-teman mendekam di salah satu rumah untuk dirias.

Beberapa hari sebelumnya kami akan berkumpul dan berlatih menari bersama. Dan itu selalu menjadi kesukaanku--karena aku bisa kabur dari belajar hihi (tidak untuk di tiru tapi ini seru)

Ketika riasan dan kostum sudah terpasang lengkap, kami akan menunggu giliran untuk maju ke panggung. Rasanya seperti pentas sungguhan. Ada sorot lampu yang menegaskan kesan pertunjukan.

Di hari sebelum hari ini, selalu menyenangkan menyambut tanggal 17 Agustus. Selalu ada cerita yang berbeda di setiap tahunnya.

Seperti waktu kelas 10, setelah upacara aku kabur ke arah kota untuk bertemu dengan temanku dari sekolah lain. Hanya karena kami ingin berfoto di photobook.

Atau aku waktu SD yang di bawa petugas kesehatan setelah membuat temanku marah, karena tiba-tiba muntah dan menciprati bajunya. Kalau aku ingat tentang itu, aku hanya ingin tertawa karena aku puas bisa membuat dia marah hahaha.

Hari-hari itu selalu aku ingat sebagai kenangan yang indah. Dan pastinya tidak akan terulang.

Hal yang paling aku syukuri setalah mengingat semuanya dengan jelas adalah kesempatanku di masa lalu yang bisa merasakan itu semua.

Kalau dipikir lagi, tidak semua anak bisa menjalani hari yang indah di masa mudanya. Bagaimana jika mereka harus bekerja saat ingin bermain. Mereka ingin membeli ini itu tapi harus banyak menahan karena kondisinya. Atau mereka yang ingin sekali jalan-jalan bersama temanya, tapi dikurung di rumah.

Jika memikirkan itu, rasanya aku harus berterimakasih atas masa laluku yang menyenangkan dan penuh warna. Satu lagi, aku juga harus berterimakasih untuk masa sekarang karena aku masih mengingat semuanya dengan jelas.









































































.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Kemerdekaan bukan lagi soal menang tapi tentang keberanian berterimakasih atas segala yang kamu terima. Baik di masa lalu, hari ini, atau di masa yang akan datang."




16.8.20, 15:25

Today I Have a StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang