Olivia

242 40 5
                                    

BRAK!!

Aku terjatuh, maksudku kami terjatuh bersamaan. Aku menabraknya.

Gara-gara Chuu unnie.... grrrrrrr.

"Olivia. Mianhae.. Aku tidak sengaja. Mian mian." Kataku sambil membantunya berdiri.

"Huff.. Lain kali hati-hati unnie."

"Iya iya. Kau tidak apa-apa??"

"Ku rasa tidak..."

"Ah! Da- darah! Tanganmu berdarah. Aduh bagaimana ini??" Kataku bingung dan panik.

"WHAT! BLOODY HAND!!" teriak Chuu unnie yang tiba-tiba muncul entah darimana.

"Yaaak Heejin! kau bersihkan lukanya dan ambilkan betadine cepat!! Cepat!!"
Perintah Chuu unnie.

"Aku-- kau duduk di sofa dulu ya."

"Aku tidak apa-apa unnie. Lagipula cuma luka kecil begini."

"Tidak. Tidak. Ini salahku. Harus ku obati."

"Sudah sana sana kalian minggirlah . Biar aku bersihkan pecahan gelasnya."

"Berhati-hatilah, unnie. Belingnya sangat berbahaya."

-------------------

"Aku minta maaf ya.." kataku sembari mengoleskan betadine di lukanya.

"Sudahlah tidak apa-apa."

"Harusnya aku menjagamu. Bukan melukaimu. Tapi lihatlah yang terjadi. Kau terluka karena aku."

"Unnie.. aku.."

"Sakit? Aku pelan-pelan kok."

"Unnie.."

"Ini aku sudah pelan-pelan.." kataku lembut.

"Apa benar kau mencintaiku?"

Pertanyaan yang tidak ku duga-duga tiba-tiba saja terlontar dari mulutnya.

"Hah?? A-- apa maksudmu?" Kataku gugup.

"Aku mendengar semuanya barusan."

"Aku minta maaf. Aku tidak pernah bermaksud mengganggumu. Biarkan aku mencintaimu dalam diam." Kataku tak berani menatap matanya. Pecundang sekali aku.

"Tapi aku.. mencintai...."

"Aku tau. Kau kan sudah bilang kemarin. Dan tidak apa-apa bagiku jika kau bahagia dengan orang itu."

Sebenarnya terasa perih dadaku mengatakan ini. Tapi...

"Unnie lihatlah aku!" Katanya sedikit membentak.

"Apa?"

Cupp..

Bibir lembutnya mendarat di pipiku. 

"Kau.. a-pa yang kau lakukan?" tanyaku terbata-bata.

"Aku juga mencintaimu.."

"Apa? Aku tidak mendengarnya."

"Aku juga mencintaimu, Heejin unnie." Sembari mengecup ku lagi. Kali ini dibibirku.

Apakah aku bermimpi? Tidak. Tidak. Ini bukan mimpi. Tiba-tiba aku merasa ribuan kupu-kupu menggelitiki perutku.

"Yaaaak yaaak! Permisi. Permisi!
Bukan mau mengganggu ya. Tapi kalian melakukan adegan sexual di ruang publik."

"Kami tidak melakukannya, Chuu unnie. Kami hanya---" Sanggahku.

"Apapun itu. Lakukan lah di kamar. Sebentar lagi yang lain pulang. Ingat. Jangan ceroboh dan jangan kasar ya Heejin!" Perintahnya sambil mendorong kami berdua ke kamar.

Apa maksudnya jangan kasar.. Sudahlah.

Dan di kamarnya ini kami sudah cukup lama berdiam. Mungkin dia bingung, aku pun sama. Aku masih tidak menyangka dia bilang juga mencintaiku.

Selama ini kupikir Gowonlah yang dia cinta. Bagaimana tidak, mereka sangat dekat. Seperti pacaran. Dan dia terlihat bahagia hanya kalau sedang bersama Gowon. Lagipula denganku, dia sangat kaku, tidak bersahabat, selalu memasang wajah seram dan menyebalkan.

Apa benar dia mengatakan "cinta" kepadaku barusan? Pertanyaan itu mendadak buyar.

"Heejin unnie.." panggilnya.

"Oh?"

"Aku minta maaf." Katanya sambil terus menunduk.

"Karena?"

"Sudah lancang menciummu."

Aku tidak mau menjawab itu. Yang kulakukan hanyalah memeluknya erat.

"Kau mau menciumku sejuta kalipun aku tidak keberatan." Bisikku ditelinganya.

Dia berdecak dan memukul lenganku.

"Terimakasih." Kataku kemudian.
"Terimakasih sudah mau membuka hati untukku."

"Jadi sejak kapan?" Tanyanya melepaskan pelukan.

"Sejak awal. Kau?" Tanyaku.

"Sama."

Kami tertawa berbarengan setelah saling menatap. Menertawakan kebodohan yang selama ini kami simpan sendiri.

"Kau ini ya, tega sekali padaku. Kau hanya tertawa dan terlihat nyaman bersama orang lain. Dan bukan denganku. Membuatku cemburu saja."

"Kau juga tega denganku. Hyunjin kau sayang-sayang. Aku kau jauhi. Kau pikir aku tidak cemburu?" Katanya kesal sambil menepuk-nepuk dadaku.

"Aku tidak menjauhimu. Kalau aku bisa, aku pasti meminta manager-nim untuk berpartner'an denganmu."

Tidak ada jawaban. Hanya sunyi yang menyelimuti kami.

"Eumm.. Tapi aku takut." Katanya tiba-tiba.

"Apa maksudmu?"

"Aku takut ada yang terluka dengan ini."

"Gowon?"

"Hyunjin unnie.."

"Hyunjin?"

"Karena dia juga mencintaimu."

"Jangan mengada-ada kamu."

"Aku yakin." Katanya lagi.

"Soal itu mari kita pikirkan nanti, yang jelas sekarang aku lega dan bahagia karena akhirnya aku bisa memilikimu." Kupeluk dan ku kecup ringan pipinya.

"Bolehkah aku menciummu?" Tanyaku.

"Kau pikir apa yang kau lakukan barusan di pipiku?" Tanyanya agak kesal.

"Kau lucu kalau marah begitu."

Aku mendekatkan wajahku dengannya. Kali ini bukan ciuman biasa. Maksudku, bukan ciuman sekilas seperti tadi. Tapi lidahpun ikut berperan. Ciuman pertamaku dengan orang yang sangat ku cintai ini akhirnya terjadi. Manis bibirnya sudah membuat ku ketagihan. Kami melepaskan ciuman setelah terengah hampir kehabisan nafas.

Aku sangat bahagia. Aku bisa menatapnya dengan bebas. Aku bisa memeluknya. Tapi tidak di depan mereka. Kebahagiaanku bertambah karena aku tidur di ranjangnya. Pertama kali dalam 2 tahun aku berani tidur di sini. Itupun karena kita sudah resmi (?) berpacaran. Kalau belum, bisa dismack down aku.

Kalian tau sendiri kan bagaimana Olivia? 🙂

Love AbstractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang