Kerenggangan Hubungan Naufa dan Rena

3 2 0
                                    

"Gilaaa si Rena, senyumnya manis amatt... Pantes selama ini Naufa kepincut sama dia.. Hmmm tapi sepertinya sekarang ini kesempatan ada di tanganku hahaha" Riski berkata dalam hati sambil senyum kegirangan.. 

---

Waktu terus berjalan, hari demi hari telah berganti. Pertemuan Riski dan Rena di lobi seakan menjadi titik balik munculnya kebahagiaan Rena. Bahkan lebih dari itu, Rena berubah hampir 180 derajat. Ia yang dulunya pendiam dan pemalu di kelas sekarang menjadi lebih aktif, lebih banyak berbicara, dan penampilannya pun menjadi lebih trendi terutama gaya berpakaiannya. Rena yang berada pada fase remaja pun nampaknya menjadi faktor dalam perubahan dirinya. Entah semua itu benar-benar dirinya sendiri atau karena pengaruh lingkup pertemanannya. Satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah kedekatan Rena dan Riski semakin nyata meski tak mereka tunjukkan di depan teman-temannya. 

Sedangkan Naufa menjalani hari-harinya kembali, kembali dalam suasana hati yang sepi. Mau bagaimana lagi, jalannya waktu kan tidak bisa diajak kompromi. Tak bisa kita meminta waktu itu diulang kembali, bahkan jika kita memohon-mohon pada Tuhan. Permintaan maaf dirinya dengan Rena seakan menjadi penanda kisahnya dengan Rena tengah 'terjeda', atau bahkan telah.., berakhir?

tibalah waktunya pergantian semester, di mana pada semester I Naufa mengalami penurunan hasil belajarnya. Tentu hal ini tak lepas dari problem pada hatinya itu. Bahkan Naufa sempat mengurung diri tujuh hari lamanya hanya karena nilai turun dan karena Rena. Ia tak pernah menghubungi teman-temannya, bahkan pesan dari Fera -sahabatnya- pun tak ia respon. Ayahnya pun seakan mengerti keadaan putra sulungnya itu. 

"Di masa remaja, bukan hal tabu ketika kita mulai mengenal cinta. Lihat temen cantik sedikit, bisa saja kita langsung suka. Giliran ditolak, sakitnya sampe berminggu-minggu. Ayah menganggap itu hal yang wajar. Selalu ada momen di mana kita merasa senang dan merasa sedih karena orang lain, karena orang yang kita sukai. Namun yang terpenting adalah bagaimana cara kita menyikapi. Kalau terus mengurung diri dalam kesedihan, untuk apa Tuhan menciptakan alam dengan panoramanya? Untuk apa Tuhan menciptakan jiwa sosial pada manusia? Namun jika kita berusaha bangkit dari kesedihan, tentu Tuhan akan menghadiahkan kita kebahagiaan yang lain. Bahkan lebih dari bahagianya kita bersama orang yang kita rasa spesial. Patah hati itu juga ujian, kalau kamu sukses melewatinya maka kamu menjadi pribadi yang akan menghargai kebahagiaan, dengan siapa, di mana, dan kapanpun itu." 

Begitulah Pak Djohan, ia selalu menasehati anak-anaknya dengan lembut. Tutur katanya sederhana namun syarat akan makna dibaliknya. Nasehat Pak Djohan seakan mengandung kilatan listrik yang mampu menggugah kembali 'seorang Naufa'. Meski ia sulit menyingkirkan bayangan Rena dalam pikirannya, ia harus tetap hidup dan tentunya ia berhak bahagia. Ia pun mulai memikirkan dan merancang apa saja yang harus dikerjakan ke depan.

Beberapa hari kemudian, Naufa pun menghubungi sahabatnya, Fera. 

"Halooo? Assalamu'alaikum..." Naufa membuka pembicaraan lewat telepon.

"Wa'alaikumussalam.., Naufa? Ya ampunnn kamu abis kemana aja siiii seminggu gada kabar?!" jawab Fera histeris. 

"Hehe maaf, aku abis bertapa di kamar. Kamu apa kabar Fer?" tanya Naufa sambil menyeruput coklat panas buatan ibunya.

"Yaelah bilang aja abis galauu ya kan hahaha... Alhamdulillah aku baik, Fa. Aku khawatir tauuuu ke kamuu.., di-SMS ga pernah dibales, huuu jahat.." ucap Fera bernada sedih.

"Hmmm iya Fer iyaa aku salah, maaf yaa? Oh iya aku mau tanya nih.." balas Naufa.

"Iyaa kamu telefon aku aja aku udah seneng kok, ga perlu minta maaf. Tanya apa hm??" jawab Fera.

"Aku lagi nyari kegiatan baru nih, biar bisa ehm... ngelupain si ituuu.. Kira-kira aku harus ngapain ya?" tanya Naufa.

"Oalaaah habis bertapa langsung dapet pencerahan nih hahaha. hmmmm.... keknya mending kamu ikut ekskul aja deh Fa. ekskul yang bisa bikin kamu capek sekalian biar gausah mikirin si itu lagiii..." jawab Fera meninggikan nada bicaranya.

Ku Ingin Kau yang DuluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang