BAB02

388 51 11
                                    

-Jangan menyesali sesuatu yang sudah menjadi pilihanmu, belum tentu kalau tidak di pilih, Kau bisa tau isinya.- Anastasia Halim.

Seusai mengultimatum Aku, Mama Windy dan Savira, buru-buru keluar dari kamarku. Karena apa? suara mobil Papa yang barusan terhenti di halaman depan rumah, terdengar dari kamarku.

Aku terduduk lemas di tepi ranjang tempat ku meluapkan isak tangis kesedihanku. Buru-buru, Aku mengusap air mata kesedihan itu, sebelum Papa datang ke kamar mendapati diriku yang sedang rapuh.

Benar saja, tidak lama papa datang, dengan kedua manik mata yang sudah di lapisi kulit yang menua itu, mendekat ke arahku.

"Anas." suara terlembut dari pria tua itu terdengar mendekat ke Aku.

Aku memasang wajah biasa, sekuat mungkin menjadi biasa, meskipun hati dan perasaanku sangat sakit. Wajahku menoleh ke arah Papa dan menyembulkan senyuman.

"Iya Pa." balasku.

"Nak, jangan bersedih lagi. Pria itu tidak pantas untukmu." kata Papa sambil menyentuh pundakku dengan tangan lembutnya. Raut wajahnya, tampak memendam sesuatu.

Aku terkesiap, kenapa juga papa bisa mengatakan sesuatu yang tidak pernah di katakan papa sebelumnya. Aku tersenyum ke arah papa.

"Jangan di bicarakan lagi Pa. Anas sudah bisa menerima semuanya dengan lapang dada. Bukankah lebih baik, di saat sebelum menikah, keburukan Gerald terungkap, sebelum ada ikatan pernikahan, dan Anas di tinggalkan, lalu di ceraikan karena perselingkuhan. Sudalah Pa, Anas bisa menerimanya." Ku genggam tangan keriput Papaku dan senyuman kecil tampak dari bibir tipisku.

"Papa tau Nak, tapi.. papa cuma mau bilang, keputusan Gerald untuk menggagalkan pernikahan kalian memang sudah benar, meskipun alasannya tidak tepat, dengan mengkambing hitamkan dirimu. Om Reza sudah katakan ke Papa, kalau dia sempat melihat Gerald di salah satu Mall, dengan seorang SPG. Bisa jadi, dengan wanita itu dia berselingkuh. Dan Papa, sudah membersihkan nama baik kamu dengan keluarganya."

"Maksud papa?" tanyaku terkaget.

"Anas, Papa tadi bersama Marco, ke rumah Om Reza, karena Om Reza meminta Papa untuk memastikan sendiri, foto yang sempat di ambil Om Reza, benar tidak dugaan Om Reza selama ini. Om Reza dan Papa, membantu kamu, untuk keluar dari tuduhan yang di layangkan Gerald, serta memperbaiki nama kamu di keluarganya, yang sempat menuduh kamu dengan alasan yang tidak masuk akal! Papa tidak setuju dengan cara Gerald menyakiti kamu. Jadi, papa tadi ke rumah Gerald, dan menjelaskan ke keluarga mereka, dan memberikan foto Gerald yang sedang jalan bersama SPG Mall." Pria tua yang di depanku ini, sangat serius sekali. Dia benar-benar, memikirkan Aku. Meskipun, kesalahanku yang membuatnya malu.

"Papa... sudah ya. Jangan jadi pikiran sama Papa. Anas masih bersyukur, ada papa di sini yang setia mencintai Anas." Aku melebarkan kedua tanganku, dan merengkuh tubuh papaku. Aku memeluk tubuhnya yang sudah mengurus itu, Tidak sama lagi seperti dulu, tubuhnya yang masih berisi, sangat nyaman bila memeluknya.

"Baiklah, Papa yakin, suatu saat nanti, Anas mendapatkan cinta yang tepat dari seorang pria yang bisa menerima Anas dengan sepenuh hatinya." tangannya menepuk-nepuk pundakku, sangat lembut.

"Terima kasih Papa." kataku dengan suara pelan.

"Ayolah, turun ke bawah. Mama dan adikmu sudah di bawah, kita akan makan malam sejenak. Terus, kalau kamu mau, Papa akan menemani kamu, mengobrol? Atau, kita bermain piano bersama. Atau, apa saja, yang Anas mau. Selagi, papa bisa menemani Anas." perkataannya, lagi-lagi membuatku terbengong, papa jarang sekali, bahkan seingatku, dia tidak pernah berkata seperti itu. Aku tau, usahanya untuk menghibur Aku.

"Pa, Anas hari ini ada janji sama Denada. Kita mau menghadiri, pesta ulang tahun keponakannya si Mark Pa. Boleh ya pa?" tanyaku dengan menatap kedua ekor mata sang papa, yang sendu dengan senyuman di bibirnya.

"Pergilah Nak, biar Marco yang mengantarkanmu." Perintah papaku.

"Tidak usah Pa, Denada akan menjemput Anas kok." kataku menolak perintah papa, untuk di antarkan dengan asisten pribadi papa yang siap sedia bila di berikan perintahnya.

"Ouuu... baiklah. Anak papa sudah dewasa." Papa mengusap sayang puncak kepalaku.

"Kalau begitu, Papa turun dulu. Kamu siap-siaplah, kalau memang sudah ada janji. Jangan biarkan, Denada menunggu kamu."

Aku pun menganggukan kepala, pertanda menjawab ucapan papaku. Sekarang, tubuh yang tak lagi kekar itu, sudah memunggungiku, dan berlalu keluar dari kamarku.

Dengan dalam, aku menarik nafasku. Terasa sangat berat, setidaknya aku yakin, sang pemilik kehidupan dan cinta itu berpihak pada diriku. Bukankah, perkataan yang aku katakan tadi ke papa ada benarnya?

"Kalau saja, saat itu aku menikah dengan pria yang aku anggap baik, mungkin saja, aku bisa menyandang status janda. Ehemmm... tidak mesti Aku pikirkan lagi, meskipun berat dan sangat menyakitkan saat ini, setidaknya aku masih bisa bersyukur, Tuhan berpihak kepadaku."

Suara notifikasi ponsel Anas berbunyi, pertanda ada pesan masuk dari whatsapp.

Denada.
✔ Nyong! Lo uda siapkan? Gue uda mau dekat rumah lo! Mungkin 30 menit lagi, gue tiba di rumah lo. Gue gak mau nunggu lo masuk ke rumah lo, gue takut kena rabies. Habisnya, peliharaan lo galak-galak, Gue serem Nas.

Aku.
Segitunya lo sama Mama dan adik gue! Btw, 30 menit lagi itu bukan uda mau dekat nyong, lo barusan berangkat kan? Ya uda, gue siap-siap dulu, lo tunggu di mobil aja, tapi kak Marco di sini loh. Lo gak niat gitu, menyapa sebentar pujaan hati lo?

Denada.
Kagak! Gue malas sama mak tiri dan adik tiri lo yang gak berpendidikan itu! Gue kek ada salah aja, kalau gue dekat-dekat sama lo. Mending gue di mobil aja, ajep-ajep gitu. Dari pada itu ya, gue lihat wajah mereka seperti gue kek punya hutang aja ke mereka. Buruan lo siap-siap! soal Marco, tar gue kepet di lain hari.

Sebelum Denada membalas pesan ku, aku sudah berada di kamar mandi. Karena aku tau, Denada tidak mau masuk ke rumahku, karena sebenarnya berawal dari, saat dia mengajakku jalan, untuk menemani dia ke salah satu tempat terfavoritnya, "Mall."

Mama Windy memarahinya karena suka sekali mengajakku jalan saat kami berakhir pekan. Wajar dong ya, Senin sampai Jumat, adalah hari di mana Aku menghabiskan waktu di dunia kerja. Sepenuh jiwa dan cintaku, hanya untuk kerja, walaupun sesekali, di barengi dengan cinta yang telah pupus.

Sedangkan Sabtu dan Minggu, jika tidak ada Papa di rumah, Pasti kalau tidak Gerald pacarku sendiri yang mengajak untuk jalan, Denada dan juga Mark yang mengajak Aku untuk ikut bersama mereka, sekedar berkumpul bersama. Karena mereka berdua adalah, sahabat yang sudah ku anggap sebagai Kakak dan Abang untukku.

Ya, aku paling muda di antara mereka berdua. Denada berumur 27 Tahun, sedangkan Mark itu berumur 28 Tahun, tapi status mereka berdua JOMLO.

Berbeda denganku, yang sempat berpacaran dengan Gerald, hingga hampir menikah. Saat mereka berdua tau, mereka melayangkan sumpah serapah untuk Gerald. Hingga mereka berubah menjadi Netizen yang mengerikan. Dengan menggunak id palsu, di mana pun sosmed Gerald berada, di situ pula mereka menyampah dengan sumpah serapah.

Wajar sih ya, Aku sempat mengingatkan ke mereka, kalau saja mereka berani mencari atau melabrak si Gerald, aku mengancam mereka, tidak akan berteman lagi dengan mereka. Aku tidak ingin, sahabatku ikut campur dan nama baik mereka menjadi jelek karena Aku.

Denada.
✔ Gue uda di depan rumah lo ini, buruan lo keluar. Sebelum gue tertarik untuk turun, pemandangan mata gue, sudah di suguhkan dengan kimbab yang siap di santap.

Aku.
✔ Iyaaaa... ini gue pamit sama papa sebentar.

Seusai membalas pesan dari Denada, Aku berjalan menuju kamar papa. Hampir dekat dengan pintu kamar papa, terdengar suara Mama Windy yang sedang berteriak ke Papa.

"Jangan ikut campur lagi soal Anas! Tidakkah semuanya sudah beakhir dan kita sudah mendapatkan malu?"


Bersambung.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan berikan VOTE nya ya.

🙏🙏🙏

Wedding Ring (Dreame/Innovel) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang