{ bonus chapter }

3K 436 110
                                    

Dua bulan sudah kau berkencan dengan Haru. Status kalian saat ini tentu saja adalah sepasang kekasih. Iya, kau tidak jomblo lagi sekarang. Bagaimana? Senang bukan, akhirnya perasaanmu tidak bertepuk sebelah tangan?

Tapi meskipun kini status kalian adalah sepasang kekasih, entah mengapa kau merasa semuanya sama saja. Iya, tidak ada yang berubah selain status di antara kalian berdua. Kau sampai bertanya-tanya dalam hati. Waktu itu apakah Haru benar-benar menyatakan perasaanya padamu dan memintamu untuk jadi pacarnya?

Kau terus menguras otakmu untuk menggali ingatan apakah Haru pernah bilang 'cinta' atau sejenisnya, hingga kau tersadar bahwa dia tidak pernah mengatakan sesuatu yang seperti itu. Kau ingat dulu ketika kau menyatakan perasaan padanya, Haru hanya berkata bahwa 'mungkin aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu'.

Mungkin lho ya, mungkin.

Semua orang tau bahwa kata 'mungkin' adalah kalimat yang tidak pasti dan sarat akan keraguan. Selama berpacaran pun, kontak fisik kalian terbilang sedikit. Jarang malahan. Entah itu berpelukan atau berpegangan tangan, semua itu selalu kau yang memulainya.

Pelukan dan pegangan tangan saja jarang, apalagi ciuman?

Oh, sial. Harus kau akui selama berpacaran dengan Haru, kalian belum pernah berciuman sekali pun.

Miris ya?

Emang

Bukannya kau mesum atau apa. Kau hanya ingin merasakan masa-masa indah pacaran yang normal layaknya orang-orang kebanyakan. Seperti berkencan di akhir pekan, misalnya. Tapi jangankan kencan di akhir pekan, mengirimimu pesan pun terkadang Haru lupakan.

Di saat seperti ini lah jiwa "su'udzon" mu mengambil alih.

Apakah benar Haru mencintamu seperti kau mencintainya? Bagaimana kalau ternyata dia tidak memiliki perasaan apa-apa padamu? Bagaimana jika selama ini hanya kau saja yang menganggap kalian berpacaran?

Duh, hanya membayangkannya saja ulu hatimu terasa sakit bukan main.

"[Name], daijobu ka?"

Kau tersentak kaget saat seseorang menepuk pundakmu. Kau mengerjap beberapa saat sebelum kepalamu menoleh hanya untuk mendapati Haru yang kini menatapmu dengan iris biru lautnya.

Saat itu kau menyadari bahwa kelas sudah kosong, hanya menyisakan kau dan Haru di dalamnya.

"Eh? Sudah bel pulang ya?" tanyamu linglung.

Haru mengangguk sebelum menjawab, "Kelas selesai 5 menit yang lalu."

5 menit? Apakah saking husyuk-nya melamun, kau sampai tidak mendengar bel sekolah berbunyi?

Tak ingin membuat Haru menunggu lebih lama lagi, kau lantas segera meraih barang-barangmu yang tercecer di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas sekolahmu agar kau dan Haru bisa segera pulang.

.
.
.
.

Tak ada percakapan di sepanjang perjalanan pulang kalian. Jika biasanya kau akan berceloteh ini itu untuk sekedar mengisi keheningan, kini yang kau lakukan hanyalah diam dan berjalan seraya menundukkan kepala.

Haru yang berjalan di sampingmu jelas merasa bingung. Hal itu terlihat dari mata birunya yang sesekali melirikmu di sela langkah kakinya. Kalau Haru tidak salah, kau mulai bersikap aneh sejak tadi pagi. Ketika dia bertanya kenapa, kau hanya menjawab tidak apa-apa, lengkap dengan senyum yang tidak mencapai matamu. Makoto bahkan bertanya pada Haru apakah kalian memiliki masalah? Haru jelas menjawab tidak, karena memang dia merasa kalian tidak memiliki masalah apa pun. Tapi tetap saja, itu menurut Haru. Dan menurut Haru tentu saja berbeda dengan menurutmu. Iya, 'kan?

Peka dong! || Nanase Haruka [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang