CC

282 44 6
                                    


July, 2001 ~

Hujan rintik mengiringi langkah kaki kecil seorang pemuda mungil dalam balutan pakaian musim panas nya, entah berapa menit telah berlalu semenjak Ia berhasil kabur dari dalam gudang gelap tempatnya bertahan hidup selama beberapa pekan. Penculikan memang bukan hal tabu bagi seorang keturunan darah biru sepertinya, perebutan kekuasaan hingga menggunakan anak tak berdosa sebagai ancaman. Kadang Ia merasa lelah, namun takdir telah menempatkannya untuk hidup dalam jenjang yang berbeda.

"Hah. Hah. Hah..." Deru nafas tak beraturan, namun Ia tak boleh berhenti sekarang, pria-pria berbadan besar memiliki langkah lebih lebar, tentu saja akan mudah mereka mengejar jika langkah kaki kecilnya terhenti barang sebentar, bahkan meskipun cahaya bulan dan sinar buatan tak membantu akibat hujan yang terlampau deras.

Tak Ia pedulikan akan kemana kaki kecil itu melangkah, Dia pun tak tahu harus kemana untuk meraih jalan pulang, ini bukan area yang biasa Ia datangi, bahkan mungkin Ia memang tak pernah menginjakan kaki di tempat ini sebelumnya, 'Ibu....' Dalam hati Ia menangis, melupakan fakta bahwa tak ada manusia yang mampu membaca nurani nya.

"Dia disana!" Suara bass berat itu, walaupun jauh namun mampu membuat dada sang pria kecil berdetak kencang, ketakutan melanda kala merasa usaha kaburnya mungkin akan berakhir sia-sia.

Dengan kecepatan yang coba Ia tambah, setidaknya terus berusaha adalah apa yang selalu sang Ibu nasihatkan padanya, melalaikan aturan bahwa saat lampu merah semua wajib berhenti, karena sebuah truck besar bisa melintas kapan saja dan dengan mudah menerbangkan tubuh kecil itu hingga terbentur trotoar.

Darah mengalir deras dan supir tak bertanggung jawab yang bahkan tak menghentikan laju truck nya, mengabaikan fakta bahwa anak kecil tadi tengah merenggang nyawa.

"Bagaimana sekarang, boss?" Satu dari 3 pria besar tadi, si pengejar dan penyebab awal kenapa kecelakaan ini dapat terjadi. Andai mereka tak pernah menculik pria kecil itu.

"Kita pergi saja" Selaras dengan si supir truck, mungkin benar teori akan manusia yang telah dibutakan oleh jalan hitam, tak lagi peduli akan norma sosial dan rela membiarkan pria kecil tadi tersungkur dalam nafasnya yang mulai tercekat.

"T- tolong aku... Ibu.." Berharap sang Ibu bisa mendengar rintihan sakitnya, bumi serasa terbalik dalam penglihatan dan tubuh yang tak lagi bisa dirasa keberadaannya. Pria kecil itu sekarat, hanya memohon siapapun untuk datang, jika para penculik itu mau kembali lalu membawanya ke rumah sakit saja, Ia pun akan bersyukur.

"Win lihat, ada kecelakaan..." Bukan para penculik, melainkan seorang pria tinggi dengan seekor kelinci ber-mata zamrud di gendongan tangan nya, "Sial, darah nya segar sekali" Pria itu menunduk hingga membuat kelinci nya terlepas, merasakan aroma darah segar yang selalu menggoyahkan rasa kemanusiaan-nya.

"Dia masih hidup, Wat" Kelinci dengan bahasa manusia, walaupun ditelinga orang awam hanya akan terdengar cicicit cicicit, seperti bagaimana pria kecil itu mendengar suara si kelinci, "Tidak benar-benar hidup, nadinya begitu lemah" Entah bagaimana tangan kelinci itu mampu merasakan denyut nadi lemah si pria kecil.

"Kurasa kita harus membawanya pulang, Win" Mengalihkan perhatian dari aroma darah segar, kemudian menaikan pria kecil tadi keatas bahunya.

"Kenapa pulang? Bukankah rumah sakit lebih dekat?" Dan entah sejak kapan Metawin dalam bentuk kelinci itu sudah berada diatas kepala Pawat

"Lebih dekat bukan berarti mereka lebih pintar" Dan ketiganya menghilang diantara deru rintik hujan, menyisakan darah segar yang terus mengalir bersama jalan nya arus air.

Butterfly ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang