13

16 3 0
                                    

Keesokan harinya, Adel kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa.. ruangannya berada 1 lantai dibawah ruangan Randy membuat mereka jarang bertemu di kantor, kecuali Daniel yang selalu menyempatkan diri menyapa Adel tiap hari.. sekalian PDKT

Malam ini, Adel terpaksa harus pulang dengan taxi karen amobilnya sedang di servis.. saat sedang menunggu taksi,, tiba-tiba seseorang memanggil namanya

"pak Steven?" panggilnya heran

"heheh.. iya Del,, jangan panggil pak. Just Steven."

"tapi...."

"just Steven.ok?"

"baiklah. kamu sedang apa disini?" tanyanya mencoba bersikap ramah

"saya ada urusan dengan Randy, kenapa kamu belum pulang?" tanyanya

"saya menunggu taksi pak"

"saya antar kamu pulang" ucapnya

"eh? Tidak perlu pak.." tolaknya

"saya tidak terima penolakan Adel" ucapnya tegas

"loh, nggak bisa dong.. bapak bukan atasan saya, jadi bapak nggak bisa memerintah saya seperti itu" balasnya tak mau kalah

Steven memijik pelipisnya pelan

"Adel, saya antar kamu pulang ya,, ini sudah malam... belum tentu taksi akan lewat sebentar lagi, lebih baik saya antar kamu ya" ucapnya pelan

5 menit Adel diam dan memikirkannya..

"hm, baiklah" ucapnya kemudian

Steven langsung tersenyum dan menyuruh Adel masuk ke mobilnya..

Di dalam mobil suasana sangat hening, setiap kali Steven mengajaknya berbicara Adel hanya menjawab seperlunya dan itu juga dengan jawaban yang singkat,, sontak Steven bingung hendak membahas topic apa dengan Adel. Setelah sampai di Apartemennya, Adel segera keluar dan mengucapkan terimaksih.. tanpa mengucapkan apapun lagi pada Steven

Sifat Adel tersebut justru membuat Steven semakin tertarik dengan gadis Asia tersebut.. dan ingin menjadikan Adel miliknya seorang.. tanpa ia sadari ada tembok besar yang justru menjadi penghalang nantinya..

Sampai di Apartemen Adel segera membersihkan diri, kemudian ia duduk termenung di balkon kamarnya sambil memandang keindahan kota itu..

"ma, pa, Adel rindu.. adel rindu kalian... Adel sudah lelah hidup seperti ini.. Adel lelah harus berpura-pura kuat di hadapan semua orang.. Adel butuh kalian... hiksss hikss"

Selalu saja seperti ini setiap kalia Adel mengingat kedua orang tuanya.. semua pergi meninggalkannya.. orang tua, sahabat, teman-teman semua meninggalkan Adel,, Adel benci mengingat betapa ia dulunya membangga-banggakan sahabat dan teman-teman sekolahnya pada orang tuanya dulu.. tapi faktanya, mereka hanya Ada saat mereka butuh Adel,, tapi saat Adel membutuhkan mereka, mereka semua pergi entah kemana..

Malam semakin larut, akhirnya Adel memutuskan untuk masuk dan istirahat..

Hari-hari berjalan seperti biasa, kecuali dengan Steven yang selalu menghubunginya dengan rutin seminggu belakangan ini.. Seperti biasa pula, Adel dengan sikap acuhnya itu hanya menanggapi seperlunya.. walaupun ia mengerti maksud Steven itu.

"selamat padi Adel" sapa Daniel saat mereka hendak masuk ke Lift yang sama

"selamat pagi pak" balasnya sopan

"ehm, waktu itu kamu makan sama pak Steven ya?" Tanya Daniel blak-blakan

"ha?"

"seminggu yang lalu Adel"

"oh,, iya pak.." jawabnya enteng, sementara Daniel sudah mendidih mendengar hal itu.. tapi ia tidak berani mengungkapkan perasaannya, karena ia sadar siapa lawannya saar ini.. ia tidaklah ada apa-apanya dibandingkan Steven Janson.. seorang miliuner muda...

Hening.. tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka berdua.. sampai kemudian lift berhenti... dan seseorang masuk ke dalamnya

Adel maupun Daniel terkejut melihat bos mereka masuk ke lift karyawan itu

"pagi pak" ucap mereka formal

"hmm" balasnya

Daniel sudah kesal dengan respon atasannya yang sangat pelitt bahkan berbicara, sedangkan Adel sudah memilih mundur ke belakang dan memilih diam..

"tumben pakai lift karyawan pak" ucap Daniel

"lift saya rusak" ucapnya

"ohh"

Sudah, tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka..

Karena ruangan Adel paling awal dapat, ia segera keluar dari tempat itu setelah permisi pada kedua atasannya itu

THE BEST FOR METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang