Sebuah frasa tanpa permisi hadir beri kesan indah bagi asmaraloka-ku begitu saja,
Dengan lancang beri rasa pada seseorang yang ku puja,
Bandung ku...
Tolong kali ini beri warna pada kisah ku, ya.Meeira melewati pagi yang berbeda hari ini. Suasana kota Bandung yang masih asri begitu ia rindukan, menyambut awal hari Meeira dengan tenang.
Entah suatu keajaiban dari mana, Meeira mampu tertidur dengan pulas tanpa harus berkutat dengan mimpi buruk. Mimpi mengerikan yang terus selalu membayangi pejaman mata Meeira dari dua tahun yang lalu. Padahal tanah dimana ia berpijak saat ini, adalah tempat dimana mimpi buruk itu berasal.
Mata Meeira memandang langit yang masih kosong tanpa terlihat sosok matahari. Semengerikan inikah takdir pendewasaan? Begitu sakit hingga ia merasa tak sanggup untuk menatap. Begitu letih dengan adengan-peradegan yang berpuncak hanya untuk menghancurkan titik kelemahannya yang begitu rapuh. Dan lebih sialnya, penyebab alasan ia begitu sakit sedemikian rupa hanya karena cinta. Sesuatu yang tak terlihat, tetapi mampu membunuh seseorang dengan perlahan.
Meeira memejamkan mata. Imajinasinya mulai bekerja, bagaimana jika ia bertemu kembali dengan sosok pemberi luka? Apa yang akan ia lakukan? Atau apa yang akan sosok itu perbuat?
Segala macam kemungkinan mulai bergentayangan dibenak Meeira. Kalau boleh jujur, sepertinya Meeira akan menangis jika kembali dipertemukan dengan dia, sang pembangun harapan sekaligus sang pemberi luka teramat pada hatinya. Entah karena ia masih terbayangi rasa sakit itu, atau karena ia masih memendam perasaan tak berdasar dalam lubuk terdalam hatinya. Meeira benar-benar merasa dilema.
"Bandung ku, untuk kali ini saja. Ukirkan kisah bahagiaku diatas langitmu, ya?" Mata Meeira terpejam. Menikmati hembusan angin pagi yang menghembus mengenai tubuhnya.
Hingga terdengar suara ketukan di pintu. Meeira membuka mata, membalik badannya dan melihat Tante Arna yang tersenyum lembut didaun pintu.
"Sudah bangun ternyata." Meeira senyum sebagai balasan. "Turun yuk, Ra. Sarapan." Ajak Arna.
Meeira mengangguk. "Duluan, Tante. Aku mau ke kamar mandi dulu."
"Oke. Jangan lama-lama. Entar makanannya abis dimakan si rakus Cakra sama Rizky." Arna melangkah mundur, ingin menutup kembali pintu. Meeira terkekeh kecil. Menganggukkan kepalanya sekali lagi.
Melihat pintu yang sudah tertutup, Meeira segera menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya agar lebih segar, sekaligus berusaha membuang sesaat bayang-bayang masa lalu bahagia yang hanya mimpi semu.
••••
"Gimana? Kenyangkan lo?"
Ithar dengan mulut yang penuh, mengangguk dengan cepat. Kedua tangannya memegang sepotong pizza pemberian Evan, salah satu anggota Aether yang sedang berulang tahun hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadewa
Teen FictionSadewa Anshari Bagaskara. Si tampan tapi menyeramkan. Seorang leader dari geng motor yang terkenal karena aksi mereka membantu sesama, Aether. Dingin saat siang, liar saat malam. Itulah Sadewa. Tidak pernah terlihat tersenyum apalagi tertawa. Semua...