04 [✓]

718 104 19
                                    

Karena sejatinya, ketidakmungkinan-lah yang menjadikan suatu perpisahan itu ada.
Apa yang seharusnya tidak bersatu, akan ikut pergi melebur bersama lara.

Apa yang seharusnya tidak bersatu, akan ikut pergi melebur bersama lara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sadewa menghembuskan nafas lelah. Melirik sekali lagi kepada sang Mama yang kini sedang menatap sinis sang Papa yang tertunduk lesu di lantai. Pagi Sadewa yang tenang harus hancur akibat pertikaian kedua orang tuanya hanya karena hal sepele.

"Naha anjeun wani ngabohong ayeuna?" Lesta, Mama Sadewa, bersedekap dada. Matanya memicing sinis kepada sang suami, Ruri.

"Ma, dengerin ngajelaskeun kuring heula." Ruri berusaha mendekat. Tangannya langsung ditepis Lesta saat Ruri ingin memegang tangan sang istri.

Ruri putus asa. Hanya karena ia tak izin membeli ular baru, membuat Lesta marah besar sedari tadi malam. Tak sengaja, matanya melepaskan pandangan ke arah Sadewa yang masih terdiam melihat drama pertengkaran kedua orang tuanya tanpa niatan menengahi.

Sadewa mengernyitkan kening tak mengerti melihat Ruri yang kini sedang mengedipkan sebelah mata sembari melirik Mamanya beberapa kali.

Apaan sih nih orang tua. Ngga jelas!

Lelah melihat pertengkaran kedua orang tuanya, Sadewa beranjak sembari mengambil kunci motornya di meja. Mendekat kepada Mamanya yang masih tenang menatap sinis sang Papa, lalu mencium tangan wanita tersayangnya itu.

"Dewa pergi, Mah. Main sama yang lain." Pamit Sadewa dengan santai. Tanpa terganggu dengan tatapan tak senang Ruri yang ditujukan kepadanya.

Lesta mengangguk. Tersenyum hangat kepada Sadewa. "Hati-hati ya, sayang."

Saat melewati Ruri, Sadewa menatap mengejek kepada pria itu. Membuat Ruri berdecak sembari menatapnya sengit. Dalam hati Sadewa terkikik geli. Papanya itu punya badan yang dua kali lebih besar dari sang Mama. Tetapi tetap saja, selalu menciut saat Lesta sedang marah.

Setelah menghidupkan motornya, Sadewa segera pergi meninggalkan halaman rumah. Hari Minggu ini ingin ia habiskan bermain bersama anak panti. Evan, Arya, dan Ithar sudah lebih dulu sampai. Seharusnya juga Sadewa sedari tadi sudah tiba di panti, namun karena drama Mama dan Papanya yang membuat Sadewa terlambat. Hari ini ke panti tidak dalam formasi lengkap, karena Farraz dan Cakra sedang ada acara keluarga.

Beberapa menit, Sadewa tiba di depan bangunan berlantai dua. Setelah turun dari motor, Sadewa membuka gerbang yang langsung dihadiahkan dengan senyuman anak-anak kecil yang sedang bermain di halaman. Sudut bibir Sadewa terangkat tipis. Melihat anak-anak kecil tertawa riang, membuat ia merasa senang.

Sadewa memang sangat menyukai anak kecil. Bukan hanya karena lucu, tetapi sifat polos dan ceria mereka selalu mengingatkan Sadewa kepada dia.

SadewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang