Chapter 12

9.9K 1.6K 123
                                    

"Kakak baik-baik aja, Ma."

Di belakangnya, Lala mencibir.

"Yang di media, Mama jangan percaya. Kami terbiasa sama gosip beginian. Nggak cuma sekali-dua kali. Satya udah jelasin semuanya. Dan aku percaya sama suamiku, Ma."

Kali ini, Lala mendecak. Membuat Kana menoleh.

"Kami sungguh baik-baik aja, Ma. Yang di luaran emang pada heboh. Aku juga nggak ngerti. Kita yang hidup, mereka yang ribet."

Lala mengumpat pelan. Nyaris terlambat menginjak rem saking gemasnya dia mendengar Kana merangkai kebohongan.

"Salam buat Papa dan Dika, Ma." Sebelum ditutup, menambahkan. "Dalam waktu dekat, aku mungkin pulang. Kangen serabi, hehe."

Telepon singkat itu selesai. Kana tidak berminat memperpanjang perbincangan. Hanya akan menambah kebohongan yang mesti dia rangkai. Bukan dia bermaksud membohongi keluarga, tapi mengatakan jika hubungannya dengan Satya berantakan, hanya akan memberi mereka beban yang tak semestinya.

Kana dan Satya sudah sama-sama dewasa—tidak, mereka tidak sedewasa itu. Tapi urusan rumah tangga mereka, cukup mereka berdua saja yang selesaikan.

"Mau coba ikut casting film, Na?" Lala bertanya sarkas.

Menumpukan sikunya di sisi pintu. "Gue nggak mau serakah."

"Tapi lo oke di peran protagonis yang tertindas."

"Gue semenyedihkan itu?" Tertawa kecil. Lalu wajahnya berubah serius. "Iya, emang menyedihkan. Ledekin aja terus."

Lala akhirnya hanya fokus menyetir, tidak menyanggah meski dia tidak berniat meledek. Mereka dalam perjalanan ke salah satu mal besar di ibu kota. Salah-salah malah mereka yang bertengkar. Lala menghindari drama apa pun saat ini. Biarkan Kana menyelesaikan masalahnya lebih dulu.

Perkiraan Lala tadi meleset. Kana tidak menghabiskan sisa hari dengan mengurung diri di kamar sambil meratap. Sebaliknya, Kana bangkit, masuk ke ruangan besar yang digunakan untuk menyimpan hadiah dari para fans dan barang-barang endorse. Mengabaikan konferensi yang digelar Satya bersama agensi yang ditonton Lala di ruang tengah. Melewatinya begitu saja. Dia sungguh tidak ingin peduli.

Kana mendadak rajin dengan membuka kado satu per satu, pun membaca dengan teliti surat yang terselip. Lala prihatin sebenarnya. Dia ingin bantu mengurai masalah Kana dan Satya, tapi melihat Kana yang memilih diam, maka dia urung. Memutuskan ikut masuk dan bantu membuka kado dalam diam.

Setelah bosan, Kana spontan ingin menonton ke bioskop. Lala hendak mengomel, karena dia mengosongkan semua jadwal supaya Kana bisa istirahat dan bukan malah duduk di bioskop.

Sekarang, lihat, di saat penonton lain tertawa menonton film komedi di depan sana, Kana justru menyeka pipi berkali-kali. Tangis itu gagal disuarakan dan hanya dibiarkan terus berjatuhan.

Lala menghela napas. Membiarkan sahabatnya dan menatap ke layar besar. "Pelarian yang bagus, Na. Nangis aja sepuasnya."

***

Ketika mobil Lala merapat ke halaman rumah, Kana melihat mobil Reza di sana. Yang otomatis Satya ada di rumah. Dia tidak ingin bertemu lelaki itu. Menoleh ke Lala sebelum mesin dimatikan. "Gue nginep di apartemen lo aja."

Lala melihat Satya yang membuka pintu rumah. Melangkah menuju mobil Lala. "Kalian mungkin perlu bicara lagi."

Saat Satya sudah berdiri persis di samping mobil, Kana menoleh. Tanpa menurunkan kaca. Dia tidak punya pilihan lain selain membuka pintu, turun dari mobil dan mengabaikan keberadaan Satya di sana. Melewati suaminya begitu saja.

restart: we're in trouble ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang