Chapter 36 [Special Chapter]

9.2K 1.5K 147
                                    

On mulmed: Raisa, Andi Rianto—Bahasa Kalbu


———————————

Solo. 2018. Hujan gerimis. Teras rumah.

Kedatangan Satya disambut hangat meski serba mendadak. Tanpa kabar lebih dulu dari jauh-jauh hari. Bahkan Kana sendiri tidak tahu tentang ini. Satya memang merahasiakannya dari Kana. Dia tidak bilang jika khusus menyempatkan diri untuk datang sebelum melamar minggu depan.

Amira segera memeluk calon menantunya. Bertanya kabar dan sebagainya. Ini kali kedua Satya datang ke sini. Kunjungan pertama ketika Satya mampir selepas konser di Pati. Kana mengenalkannya sebagai seseorang yang sedang dekat dan nyaman.

Tanpa memandang Satya siapa dan bagaimana popularitasnya, Amira sudah jatuh hati dengan kepribadian yang Satya tunjukkan sejak pertama bertemu.

"Ayo, masuk, Nak Satya."

"Kalau boleh, di sini saja, Tan."

Amira tersenyum. Tidak memaksa. Dia hanya memanggil Mbok Jum agar membuatkan teh hangat dan membawa Satya duduk di kursi teras.

"Om belum pulang ya, Tan?"

"Tadi pamit main tenis dengan teman kantor. Sampai sekarang belum pulang. Mungkin mampir di angkringan langganan."

Lalu dilanjutkan dengan obrolan ringan seputar kabar dan membahas sedikit kesibukan Satya. Begitu juga sebaliknya.

Satya tersenyum, berterima kasih pada Mbok Jum yang mengantarkan teh. Merasa jika obrolan ini mungkin akan berlanjut serius, Mbok Jum segera undur diri dari teras.

"Diminum dulu, Nak Satya." Amira mempersilakan.

Satya menyesap tehnya sedikit sebelum meletakkannya kembali ke piring kecil. Mulai mengutarakan niat kedatangannya. Berdeham dan memperbaiki posisi duduk. "Tante, maksud kedatangan saya ke sini, saya ingin mengenal Kana lebih dekat."

"Maksud Nak Satya?" Amira mengerutkan kening. "Bukankah selama ini kalian sudah saling mengenal dengan cara masing-masing?"

"Minggu depan saya akan datang ke sini bersama Mama dan adik saya. Sebelum itu, saya ingin memantapkan hati saya, Tante. Saya ingin memastikan jika saya bisa menerima seutuhnya Kana. Apa pun yang ada di masa lalu, baik dari saya atau Kana. Bagian masa lalu saya, Kana sudah dengar semua. Dan sekarang, saya ingin mendengar seperti apa Kana dari ibu yang melahirkannya."

Amira sempat tertegun. Tatapannya mengawang pada rintik yang jatuh dari ujung genteng. Beberapa saat Amira diam, membuat pertimbangan di dalam hati.

Lalu kembali ke sebentuk wajah yang menunggunya. Ada ragu sesaat, tapi demi mendengar niat baik Satya, Amira meneguhkan hati. Keputusan ini terasa begitu cepat diambil, tapi Kana berhak hidup dengan lelaki yang bisa menerimanya.

Jika orang itu bukan Satya, mungkin mereka tidak ditakdirkan bersama.

Menarik napas panjang, menghelanya perlahan. "Kana tidak sesempurna yang terlihat, Nak Satya."

Satya mendengarkan tanpa memotong.

"Kami, sebagai orangtua barangkali memiliki andil besar dalam kesalahan yang diperbuat Kana. Tante cukup terkejut ketika bulan lalu Kana datang ke sini bersama seorang lelaki yang katanya ingin dia nikahi. Jujur, Nak Satya, ini langkah besar yang berani Kana ambil setelah semuanya." Suaranya bergetar tapi dia tidak boleh berhenti.

"Ketika Kana berusia enambelas, ada satu kesalahan fatal. Lagi-lagi kami tidak sepenuhnya bisa menyalahkan Kana." Amira menghela napas lagi, menyusut sudut mata dengan punggung tangan. "Kana hamil."

restart: we're in trouble ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang