[25]

351 57 11
                                    

Hari sudah malam, sepi begitu terasa ditambah cuaca sedang hujan menambah kesan horor dimalam hari ini.
Di malam Minggu ini seharusnya ramai dengan orang kencan, karena hujan menjadi mendadak sepi.

Jeongin memilih jalan kaki untuk keluar rumah, tak lupa ia membawa payung. Ketika lewat didepan rumah Han, hatinya seperti diremat keras mengingat kebersamaannya dengan Han.

Ia menengadah ke langit dan membiarkan air hujan turun mengenai wajahnya, langit begitu gelap tanpa bulan ataupun bintang. Sungguh malam yang buruk, pikir Jeongin.

Jeongin keluar rumah berniat untuk mencari udara segar sekalian hujan-hujan. Tapi, ia pamit ingin keluar cari camilan ke mamanya.

"Han, gue kesepian."

Hanya angin lalu yang menjawab perkataan Jeongin. Ia memutuskan untuk kembali pulang, namun dari jauh ia melihat ada seseorang lari ke arahnya.
Pakaiannya dominan hitam dan bermasker.

"Siapa itu?" Jeongin takut tatkala orang itu semakin dekat dengannya, ia berlari berlawanan arah dengannya.

"Tu orang ngapain anjir?" Jeongin lari kencang dan berbelok ke gang kecil untuk memastikan orang tadi sedang mengejarnya atau tidak.

Ternyata, orang tadi mengikuti Jeongin.

Jeongin komat-kamit baca doa, nyalinya ciut ketika ingin berbalik melawannya.
Namun, ia berhenti berlari ketika orang tadi hilang dibelakang nya.

"Anjir tu orang kemana ya?"

Jeongin sibuk mengamati jalan disekitarnya.

"Seru ya kejar-kejarannya."

Suara itu... Jeongin sangat mengenalnya.
Ia berbalik dan tiba-tiba kepalanya dipukul kuat dengan balok kayu hingga mengeluarkan darah.

"Cih lemah! Makasih ya udah buat gue capek lari." Ucap orang yang mukul Jeongin tadi sekaligus yang mengejarnya.

"Permainannya akan segera dimulai." Batin orang itu sambil buru-buru menyeret Jeongin keluar dari gang sepi.

Jeongin dibawa disebuah bangunan tua yang belum sepenuhnya jadi. Dapat dilihat dari temboknya yang masih berupa batako, namun layak dihuni.
Penerangan didalam bangunan itu cukup remang-remang saja.
Seorang lelaki berambut blonde tengah duduk disofa dengan menyilangkan kakinya. Ia baru saja mengecat rambutnya menjadi warna blonde yang sama dengan warna kulitnya. Karena menarik pikirnya.

Datanglah pemuda lain sedang menggendong seseorang di punggungnya, lalu dengan mudah menjatuhkannya paksa didepan laki-laki berambut blonde tadi.

"Ck pelan-pelan bodoh, lo pikir dia karung beras." Teriak si rambut blonde.

"Bodoamat."

Laki-laki rambut blonde itu berjongkok menatap Jeongin yang pingsan dihadapannya, ya itu Jeongin.
Ia tersenyum miring dan yakin kalau rencana besarnya pasti berhasil.

"Jeongin bakal lo apain kak?" Lelaki berambut blonde itu ternyata lebih tua darinya.

"Gue bakal kasih sedikit pelajaran."









•|T R I C K Y|•


Sudah 3 hari Jeongin menghilang, semua orang dilanda kepanikan luar biasa. Mereka takut kalau Jeongin akan bernasib sama seperti teman-teman lain yang tiba-tiba menghilang lalu ditemukan sudah tak bernyawa.
Dan juga mereka yakin kalau pelakunya orang yang sama. Tapi siapa?

Changbin berjalan cepat dengan nafas nafas yang menggebu. Ia tak memperdulikan teriakan Minho dibelakangnya.
Marah, itu yang dirasakan Changbin saat ini. Karena Minho baru bercerita soal Jeongin yang menghilang selama 3 hari.

Setelah mendengar itu, Changbin menggertakkan giginya marah dan langsung keluar dari kamar.
Padahal Minho sudah teriak memanggilnya bahkan menyusulnya.

"Woy Changbin!! Dengerin gue!"

"Jangan pergi Bin!!"

"CHANGBEEENNNN!!"

"Njing!"

"Bi! Babi!"

"Kambing!"

"Changbin dugong!!"

"BIINNNN!!"

Semua macam hewan keluar dari mulut Minho karena Changbin tidak segera berhenti. Minho sebenarnya niat memanggil Changbin atau tidak sih?

"Woy boncel!"

Kali ini Minho mendahului jalan cepatnya Changbin dan langsung menghadangnya.

"Minggir!" Ucap Changbin dingin.

"Lo mau kemana? Nyari Jeongin?"

"Minggir!" Changbin kembali mengabaikan pertanyaan Minho.

Minho menghela nafas dan mendekati sahabat keras kepala itu.

"Gue sama yang lain masih berusaha nyari Jeongin, tapi sampai sekarang belum dapat apa-apa Bin dan juga sorry gue baru cerita ke lo." Nampaknya emosi Changbin belum mereda sama sekali. "Yakinlah, Jeongin bakal baik-baik aja. Dan lo jangan nekat, gue tahu lo marah tapi jangan kayak gini. Inget keberadaan lo yang sekarang."

Changbin memutar otaknya berfikir kalau tindakannya ini gegabah, benar kata Minho.

"Tenang aja, gue bakal berusaha sebisanya buat nemuin Jeongin. Gue juga akan minta bantuan ke Yunseong." Ucap Minho dan diangguki oleh Changbin.

"Kalau lo tadi jadi pergi, lo bakal pergi kemana?" Sambung Minho.

"Ke rumah Seungmin."

"Lah ngapain Bin?"

"Oh iya gue belum cerita ke lo soal pelaku yang dicurigai Hyunjin." Mata Minho mengerjap bingung.

"Hyunjin mencurigai dua orang atas kematian teman-teman kita. Yang pertama adalah Seungmin."

"Kenapa Seungmin?" Elak Minho tak percaya.

Selama ini sifat Seungmin selalu baik, tak ada yang mencurigakan pikir Minho. Tapi kalau melihat situasi sekarang, Seungmin bersikap aneh, bukan dia saja tapi semua temannya. Ah pusing.

"Kata Hyunjin, Seungmin itu cuma perantara si pelaku utama."

"Maksud lo suruhan gitu?" Changbin mengangguk.

Astaga apa yang telah terjadi.

"Pelaku utamanya siapa?"

"Dia..."

"Kak Minho!!"

Minho memekik kaget, begitu juga Changbin. Pasalnya suasana sedang tegang dan sekarang tambah Yunseong tiba-tiba muncul didepan mereka berdua.

"Bikin kaget aja lo lempeng!" Yunseong mencebik kesal disaat Changbin mengatainya.

"Ada apa?"

"Gue.. gue dapat petunjuk soal Jeongin."

Bersamaan dengan pernyataan Yunseong, handphone Minho berbunyi.























Unknown number
| Jeongin masih hidup
| Kalau lo gak mau memperpendek umurnya, datang ke sekolah nanti malam
| Inget, pergi sendiri. Ketahuan bawa temen? Yah gapapa sih.. biar sekalian mati barengan haha
| Sampai bertemu lagi, Minho

"TRICKY" | StraykidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang