Part 6 : Koridor Kampus

9 3 0
                                    

Tepat di depan Koridor lokal nampak masih terlihat sepi. Hanya ada beberapa karwayan kampus kebersihan saja yang tengah sibuk memilah milih sampah yang sudah penuh di tempatnya. Rai memperlambat langkahnya, sebab ia begitu menikmati angin sepoi yang menerpa tubuhnya. Sambil dengan menenteng beberapa lembar kerja yang tengah menumpuk di tangannya sekarang.

Bukan main, banyaknya berkas yang Rai bawa. Selain lembar kerja kuliah, Ada beberapa lembar proker organisasi dan proker mading khusus fakultas yang tidak pernah ia lupa. Inilah yang menjadi alasan Rai tentang kebiasannya yang sering datang kekampus sepagi ini. Ia mesti segera membereskan majalah dinding ini sebulah mahasiswa lain datang memenuhi mading untuk membaca beberapa info terbaru.

Rai sibuk mencabuti beberapa kertas yang sudah habis masa waktunya dan menempelkan lembaran-lembaran kertas baru dengan berbagai macam jenis bentuk tulisan yang dikirim lewat email oleh beberapa mahasiswa. Tak jarang juga Rai sering menyumbangkan beberapa tulisan hasil karyanya berupa puisi, cerita pendek, serta beberapa opininya tentang self Improvement.

Ia menempelkan satu persatu kertas tersebut dengan rapi. Setelah semua terlihat beres, Rai segera menuju ruang mading untuk menaruh kembali berkas tulisan yang sudah tidak terpakai lagi dalam sebuah loker dokumen.

Tak jauh dari tempat Rai membereskan dokumen, mata Rai tertuju kearah ujung koridor yang sejurus dengan pintu di ruang mading itu. Nampak seorang pria yang tengah berdiri di sebuah koridor. Seperti tengah merenung akan sesuatu. Ia mencoba menghampiri sosok pria itu yang kini tampil casual dengan mengenakan style kemeja hitam dan long pants sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Entah, Rai seperti mengenal sosok itu, lebih memastikan Ia mencoba menghampirinya.

Sudah Rai duga, ternyata ia adalah pria yang seminggu lalu tengah mengantarkannya pulang. Pria yang membuatnya merasa malu.

Rai berniat untuk menyapa pria itu karena sepertinya ia tidak merasa akan kehadiran Rai yang kini sudah berada disampingnya.

"Pak,". Pria itu menoleh seperti agak nampak terkejut akan kedatangan Rai.

"Eh, Ya, ada apa?"

"Eemmm" seketika Rai bingung untuk menjawab, ia juga tidak mengerti apa maksud dari kedatangannya.
"Eee.. tidak ada apa apa pak." Ucap Rai disertai tawa nyengirnya. Pria itu hanya mengangguk pelan dan beralih pandang. Sepertinya pemandangan bangunan besar yang jauh disana, justru lebih menarik perhatiannya daripada kedatangan Rai disini.

"Kalau boleh tau, bapak ko cepet banget yah datang ke kampus,"

"Emang kenapa, tidak boleh?"

"E-em bu-bukan pak, maksudnya apakah bapak ada jam mengajar sepagi ini?" Sekilas pria itu menoleh kearahnya. Suasana hening. Rai merasa bersalah akan dirinya. Kenapa ia harus bertanya seperti itu pada pria dingin ini.

"Kamu sendiri ngapain?"

"Ya saya karena ada sesuatu yang mesti diurus, pak. Itu mading fakultas." Rai menunjuk kearah mading yang telah selesai ia susun rapi dengan lembaran lembaran baru.

"Sepagi ini?"

Rai mengangguk.

"iya pak. Bapak sendiri, apa memang sering berangkat sepagi ini,pak? Tanya Rai.

"Ga sering. cuma pengen ketemu teman SMA saya saja, pagi ini"

"Temennya, Ngajar disini juga pak?"

"Nggak".

Rai mengangguk paham.

"Teman saya masih mahasiswi, adik tingkat saya dulu."

Entah kenapa Rai merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal dihatinya. Dia bingung apa maksudnya, mendengar kalimat barusan membuat hatinya tidak merasa nyaman. Kenapa rasanya tiba tiba jadi perih gini. Aneh. Kok jadi Baper kaya gini sih.

CERITA CINTA RAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang