CHAPTER 28 "Deep Talk Yang Paling Deep"

1.2K 151 39
                                    

"Sebenarnya, Rara ini bukan anak kandung mama Rara."

"Hah? Seriusan lu?"

"Ga bercanda. Kyaaa!"

Gue menyipitkan mata menatap mahkluk di samlong gue ini. "Serius Ra, lu bercanda terus gue suapin bulu ketek monyet baru tau rasa ya!" Kesel bat gue, ngomong serius malah dibercandain, ga tau apa darah gue seketika berhenti mengalir tadi, pas dia ngomong kalo dia bukan anak kandung.

Gue mendengar bocil ini menghela napas dalam. "Beneran kok, yang tadi bukan bercanda. Rara ini bukan anak kandungnya Mama."

Anjir! Terombang-ambing perasaan gue, jadi dia beneran bukan anak kandung, terus dia anak apa dong? Anak pungut? Atau anak didownload kaya gue? Eh ga kaya gue sih, kaya bang Darwin aja tuh, download-nya di google play store. Haha Back to Rara.

Gue seketika berbaring miring menghadap Rara. "Lu ga lagi bercanda kan Ra?" tanya gue memastikan.

Rara menggeleng pelan. "Rara ga bercanda, ini fakta. Makanya jangan aneh lagi kalo liat Mama sering ketus ke Rara, beliau udah dari dulu kaya gitu. Tapi Rara ga masalah sih, toh Mama udah rawat Rara dari kecil kok."

"Jadi, lu dirawat keluarga ini dari kecil?"

"Iya bener, ibu kandung Rara meninggal pas Rara masih bayi."

"Kalo boleh tau meninggal karena apa?"

"Bunuh diri, kata Mama sih Ibu kandung Rara itu depresi, terus gila dan akhirnya bunuh diri."

Gue termenung, ternyata dibalik sifat dia yang absurd, gajelas, dan kadang rada geblek, dia menyimpan luka lama yang begitu kelam. Gue yakin dia cerita kaya gini rasanya sakit banget. Gue merasa bersalah udah sering jahatin dia.

"Ra, gue tanya kaya gini, lo ga papa?" tanya gue, menatap matanya yang kosong penuh kesedihan.

Rara membalas dengan senyuman manis. "Ga papa kok, kan ceritanya ke Bang Kevan, Rara percaya."

Baru gue sadari, ternyata dia emang bener-bener tulus sayang sama gue, mata dia berbicara, kalo dia butuh kasih sayang dan gue yakin dia mengharapkan itu dari gue.

"Yaudah gue lanjut wawancaranya boleh kan?" tanya gue dengan nada bercanda.

"Sok atuh, tanyai apapun, pasti Rara jawab dengan jujur no tipu-tipu," jawabnya ceria.

Gue terkekeh pelan, lalu kembali bertanya. "Terus keluarga kandung lu dimana?"

"Ada kok, Papa itu orang tua kandung Rara."

"Hah? Maksudnya ini begimana dah?" Bingung gue tuh, berasa goblok aja kalo berinteraksi sama ini bocil, bawaannya otak gue lemot, nular dari dia.

"Umm, ini rahasia banget loh, jangan kasi tau siapa-siapa ya?" katanya mewanti-wanti gue.

Kening gue berkerut, kaya lipetan ketek biawak, lagian gue mau gibah ke siapa cobak? Ye kali sama temen somplak gue, kan sekarang lagi perang dingin. "Iye ga bakalan. Kan katanya tadi lu percaya sama gue. Gimana sih?"

"Hehe iya, cuma ngetes aja barusan. Kalo gitu janji dulu dong!" Rara menoleh dan mengacungkan dari tengahnya. Percaya? Bagong otak Kelian kalo percaya, mana berani ini anak ngacungin jari tengah ke gue, yang bener itu jari kelingking. Pinky swear.

Gue segera mengamit kelingking mungil yang mirip sama ceker ayam rebus itu. "Janji!"

Dia kembali menarik napas dalam, lalu terdiam beberapa saat. "Dulu Mama Rara pernah bilang, kalo Ibu kandung Rara itu simpenannya Papa dan Rara anak mereka. Ini juga salah satu alasan kenapa Mama ga suka sama Rara, karena wajah Rara mengingat dia pada luka lamanya. Sebenarnya Rara sedih banget, Rara merasa bersalah, karena kehadiran Rara di dunia ini bikin banyak masalah buat orang lain. Mama bersedih karena orang yang dicintainya selingkuh, Kehidupan rumah tangga Papa jadi ga harmonis karena sering berantem gara-gara ngebelain Rara, terus Ibu kandung Rara stress karena punya anak haram. Jadi ya gitu, boleh dibilang Rara ini pembawa soal, Bang Kev."

"Ra, lu mau gue kasih tau sesuatu ga?"

"Apa tuh?"

"Asal lo Tau, Tuhan tidak pernah menciptakan bayi dalam keadaan haram, mereka semua suci dan bersih. Stigma masyarakat aja yang bilang kalo anak yang lahir di luar nikah itu haram, padahal nyatanya mulut mereka yang mengatakan itu pada seorang anak lebih haram dari terciptanya bayi itu. Lu jangan berpikir seperti itu Ra, gue ga suka, dan satu lagi, ga ada yang namanya sial, semua masalah yang ada itu ujian, buat kita belajar jadi lebih baik lagi."

Walaupun gue ga pernah ada di posisi dia, tapi sedikit banyak gue paham apa yang dia rasakan. Hidup selama bertahun-tahun dengan orang yang benci sama dia, itu sangat menyiksa.

"Bang Kev bener, ga ada anak yang terlahir haram. Maafin Rara selama ini udah mikir kaya gitu." Gue bisa mendengar getaran dari suara yang keluar dari mulutnya, dan hal itu bikin jantung gue berdebar cepat.

Gue mengusap lembut rambut Rara. "Ga papa. Lu kalo mau nangis, nangis aja, Ra. Jangan ditahan kalo bikin sesak."

Matanya yang sedari tadi memandang lurus ke atas, perlahan mengalirkan air mata. "Dari kecil, Rara cuma pengen disayang sama Mama, kaya dia sayang kak Tata. Tapi rasa benci Mama dengan masa lalunya ga akan pernah pudar. Rara harus belajar berdiri di atas kaki Rara sendiri, Rara harus usaha buat diri Rara sendiri, bahkan Rara dipaksa keadaan untuk dewasa sebelum waktunya. Rara ga pernah merasakan seperti apa jadi anak perempuan yang bermain di masa kecilnya, Rara harus kerja jualan, dan semua itu Rara lakukan agar Mama bisa senang dan peduli. Rara juga bertingkat konyol cuma untuk menghibur diri sendiri, buat meyakinkan kalo Rara kuat." Dia berbicara panjang dengan nafas tersendat karena isak tangis.

Gue menarik tubuhnya ke dalam pelukan gue, memeluknya dengan tujuan agar dia mendapatkan ketenangan. Tanpa berbicara apapun, gue mengusap lembut rambutnya dan membiarkan dia mengeluarkan seluruh sesak yang selama ini dia pendam.

"Bang Kevan tau, jujur selama Rara hidup di dunia, ga pernah sekalipun Rara ngerasain dipeluk sama seorang Ibu, Rara cuma pengen diperhatikan, walaupun cuma sekali. Hiks!" Isakan demi isakan yang keluar terasa begitu menyayat hati, tanpa sadar air mata gue ikut menetes mendengar cerita dia.

Gue berusaha menormalkan naaps dan berbicara. "Ra, maafin gue selama ini udah jahat sama lo, gue tau lu anak yang kuat. Bahkan gue yang selalu membanggakan otak cerdas gue, ga ada apa-apanya dibandingkan lu yang mandiri sejak kecil."

Rara terkekeh pelan, sambil ngedot ingusnya. "Makasih, udah muji Rara. Setidaknya sekarang Rara punya temen buat cerita."

Gue tersenyum lembut. "Ya, lo boleh cerita apapun sama gue, mulai sekarang lu gue kasi kenaikan pangkat, dari babu jadi temen. Oke ga tuh?" Ucap gue berusaha mencairkan suasana.

Rara melepaskan pelukannya dan tersenyum senang. "Seriusan?"

Gue mengangguk." Iya serius, besok pelantikannya di dapur. Sebagai gantinya lu kudu masakin gue kue yang paling enak."

Rara mengusap matanya dengan girang. "Okay siap laksanakan pak bos!"

Gue terkekeh ngeliat moodnya yang dengan cepat bisa berubah. "Okay sekarang lu tidur gih, mata lu udah merah kaya lampu neon!"

"Huum, Rara tidur dulu, selamat malam bang Kev."

"Selamat malam Rara." Gadis terhebat yang gue miliki. Lanjut gue dalam hati.

Malam ini, gue melihat sisi lain dari seorang Rara, gadis aneh yang perasaannya sangat rapuh. Garis hidup yang dia punya terlalu keras, gue ga nyangka ada anak yang bisa survive seperti dia, secara ga sadar dia bisa melawan perihnya kenyataan.

Kejadian malam ini merubah penilaian gue tentang dia, dia adalah salah satu manusia berhati suci, dan gue ga bakalan sia-siakan dia, persetan dengan gue cinta atau enggak, sekarang misi gue berubah ingin melindungi dia. Ya gue bakalan lindungi Rara selayaknya adik.

***

Tbc

Sorry telat yak, ketiduran gue. Begimana chapter ini? Bikin penasaran atau semakin membagongkan? Komen dibawah yak!

Pesan dari gue, jangan sampe chapter 27 sepi voters yaw, biar hati ini senang gembira. Oh iya, gue lupa, makasih buat semangat dan saran yang kemarin, bagus banget, mood gue membaik karenanya, apalagi kalo baca komentar klian. Xixix.

Dah lah, seperti biasa, jangan lupa vote, komen dan fhallaw akun gue yaw. Jangan lupa senyum yeee. Daah see you next chapter 😘

Babunya Mr PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang