ANOMALI

65 22 35
                                    


"Anomali yaitu tidak seperti yang pernah ada, di luar kebiasaan."


Anak IPA dikenal dengan penampilannya yang rapi, kalem, penurut, gak nakal, gak bolos, dan wajahnya terlihat pintar. Bayangkan saja, selalu bergelut dengan rumus yang bejibun, belum praktikum yang bikin mumet, ceweknya pun terlihat lurus, gak ada yang peduliin penampilan. Cowoknya, rambut cupu, kaca mata tebal, pakaian gak modis. Itu biasanya.

Berbeda dengan Stanza dan kawan-kawan bandnya. Meski anak IPA, penampilan jadi hal utama. Apa lagi gaya rambut, opa-opa Korea lewat. Memiliki jumlah anggota 5 orang, anak kelas 12 IPA 1 di SMA Negeri 1 Singaparna ini membentuk band yang bernama BASIS. Pada kepo kan sama artinya? Atau ada yang mengira itu istilah musik?

Perlu diketahui, ya. BASIS itu merupakan kepanjangan dari Barudak Sisi Solokan. Jadi, letak base camp buat latihan band ini ada di dekat selokan. Dengan ide brilian yang luar biasa dahsyatnya dari Meza Rahadian, yang namanya mirip banget sama artis pemain film Habibi Ainun, ia memberi nama band ini sambil jongkok makan cilok di dekat selokan. Sejarah nama band yang sangat dramatis.

"Ma, salah nadanya. Dari tadi lu gituh terus. Yang bener napa maennya?" Cio menegur pemainan gitar Rama. Sudah lima kali latihan lagu baru, tapi dari tadi gak tuntas-tuntas. Gracio Nordictus, pemain key bord kelahiran Jakarta yang numpang hidup di daerah Singaparna bersama neneknya sudah geram dengan permaianan Rama yang ngulang kesalahan di nada yang sama.

"Iya, lu, Ma. Sia-sia kita hari ini bolos pelajaran kimia," ucap Zelo sambil tertawa. Lelaki jangkung penyuka film Harry Potter dan bercita-cita sekolah di Hogwart ikut menimpali teguran Cio pada Rama. Gelak tawa pun terdengar di ruangan tempat menghabiskan waktu selama di sekolah.

"Ellah, so iya sia-sia gak belajar kimia, lu paling demen kan minggat pas pelajaran Pak Sukri. Gak mau ngerjain soal latihan ujian." Rama membela diri dari ledekan teman-temannya. Disimpan gitar kesayangannya di atas meja. Gitar pembelian ayahnya saat lulus SMP selalu dipakai setiap latihan. Gara-gara gitar itu juga ia bisa masuk sekolah negeri yang kata orang sangat mustahil banget.

Di sudut lain, Stanza, sang vokalis duduk di atas meja, ia sibuk dengan gawainya. Matanya tak henti melihat layer gawai, scroll dari atas ke bawah, dari bawah ke atas. Kadang-kadangan ia tertawa cekikikan sendiri.s

"Woi! Kesambet lu?" Meza melempar gulungan kertas ke arah Stanza dari balik drum-nya. Sontak Cio, Rama, dan Zelo tertawa melihat Stanza yang kaget. Hampir saja gawai di tangannya jatuh ke lantai.

"Dasar lu pada! Gue kalah kan jadinya." Stanza mendongak, melemparkan kembali gulungan kertas yang mengenainya. Gelak tawa kembali terdengar dari ruangan tempat berlatih. Tanpa sadar seseorang sudah berdiri dari balik pintu.

Lelaki berperawakan sedang dengan baju batik dengan corak mega mendung mengetuk pintu ruang seni musik. Ia tahu anak didiknya yang terlanjur rajin bermain band pasti kumpul di sana dan meninggalkan pelajaran kimia yang sangat dijinjungnya.

Ruangan 3x4 itu mendadak sunyi. Tak ada gelak tawa. Stanza mengendap mendekati jendela, diintipnya orang yang berada di luar ruangan tersebut. Terlihat jelas dari sudut matanya Pak Sukri yang menaik-turunkan kaca mata berbingkai merah. Ciri khas Pak Sukri yang sudah diketahui banyak orang. Tak lupa rambut klimisnya dengan gaya tahun 80-an.

Stanza memalingkan diri dari dekat jendela. Ia memberi isyarat dengan tangan kanan. Jarinya ia gerakkan naik-turun di depan mata, menirukan gaya Pak Sukri yang baru dilihatnya dari baik jendela. Keempat sahabatnya paham, taka da satu pun yang bergerak dari tempatnya.

Stanza (Anak IPA Garis Kiri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang